A.
JUDUL : NILAI MORAL DALAM NOVEL CHRYSAN KARYA HAPIE JOSEPH ALOYSIA DAN ALTERNATIF PEMBELAJARAN
B. LATAR
BELAKANG PENELITIAN
Pembelajaran sastra sejak dulu sampai sekarang selalu menjadi permasalahan. Pada umumnya yang selalu dikambinghitamkan adalah guru yang tidak menguasai sastra, murid-murid yang kurang antusias mengikuti pelajaran tersebut, dan kurangnya fasilitas buku-buku referensi di sekolah (Djojosuroto, 76 : 2006).
Tujuan umum pembelajaran sastra di sekolah merupakan bagian dari tujuan
penyelenggaraan pendidikan nasional yaitu mewujudkan suasana dan proses
pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya.
Pembelajaran sastra membawa siswa untuk produktif.
Agar siswa dapat menyukai pelajaran sastra maka
diperlukan adanya alternatif pembelajaran sastra. Alternatif pembelajaran
sastra tersebut dapat dilakukan dengan memepelajari tentang nilai moral yang
terkandung di dalam sebuah karya sastra yaitu novel. Dalam pembelajaranya
mengacu pada standar kompetensi kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP).
Pembelajaran novel ini berdasarkan berbagai hikayat, novel indonesia / novel
terjemahan. Dengan kompetensi dasar : menganalisis unsur-unsur intrinsik dan
ekstrinsik novel indonesia / terjemahan. Ini dimaksudkan agar peserta didik
memahami unsur ekstrinsik yang berkaitan dengan nilai moral serta unsur
intrinsiknya. Indikatornya adalah menganalisis unsur-unsur intrinsik dan
ekstrinsik ( tokoh, penokohan, latar, dan nilai moral).
Dalam kehidupan, penilaian baik dan buruk sifat
manusia telah menggunakan sebuah nilai. Nilai itu disebut dengan nilai moral.
Nilai moral dipakai sebagai tolak ukur oleh masyarakat untuk mengukur kebaikan
seseorang sebagai manusia.
Nilai moral adalah nilai yang digunakan manusia
sebagai tolak ukur sejauh mana tingkah laku manusia baik yang bersifat baik
atau buruk. Dengan pembelajaran tentang nilai moral, dapat membantu siswa
mengukur tingkat kebaikan atau keburukan seseorang. Nilai moral sangat erat
hubunganya dengan karya sastra. Dari kebanyakan sebuah karya sastra dapat
ditemui nilai moral di dalamnya. Mengingat bahwa karya sastra merupakan
cerminan kehidupan masyarakat. Dalam suatu masyarakat menggunakan sebuah nilai
moral sebagai tolak ukur tingkah lakunya.
Situasi moral dalam dunia modern itu mengajak para
pembaca untuk mendalami etika. Rupanya studi etika itu salah satu cara yang
memberi prospek untuk mengatasi kesulitan moral yang kita hadapi sekarang. Dan
pola-pola moral yang tradisional tidak lagi memiliki dasar untuk berpijak,
akibatnya banyak perubahan sosial dan religius (Bertens, 2007:34).
Ketika berbicara
tentang sastra, tentu juga akan berbicara mengenai nilai-nilai estetis atau nilai-nilai keindahanya.
Arti kata sastra salah
satunya adalah sebuah
karya tulis, yang jika dibandingkan dengan tulisan lain, memiliki ciri
keunggulan seperti keaslian, karakteristikan, keindahan dalam ungkapanya.
Karena sastra memiliki keindahan dalam ungkapan pembahasan, maka sastra juga
termasuk dalam karya seni. Sastra yang baik adalah sastra yang memiliki nilai
estetis yang indah juga memiliki makna akan suatu pesan kepada pembaca untuk
berbuat baik. Pesan tersebut secara langsung menyinggung nilai-nilai baik dan
buruk atau etika. Jadi pesan tersebut dinamakan moral. Karena pesan tersebut mengajak
pembaca untuk menjunjung tinggi nilai-nilai moral. Oleh karena itu sastra
dianggap sebagai sarana pendidikan moral. Karena sastra merupakan cerminan dari
kehidupan masyarakat.
Menurut Semi (1989:49) karya sastra adalah media
paling efektif untuk membina moral dan kepribadian suatu kelompok masyarakat
sebagai suatu norma dan konsep kehidupan
yang dijunjung tinggi oleh masyarakat.
Karya sastra sebagai salah satu karya budaya merupakan tanggapan
sastrawan terhadap lingkunganya. Kemudian sastrawan mewujudkanya secara estetis
dan memiliki nilai keindahan. Oleh karena itu kelahiran karya sastra selalu
memiliki nilai moral bagi masyarakat.
Salah satu hasil karya sastra adalah novel. Novel
merupakan karya sastra yang menceritakan tentang kehidupan manusia yang erat
hubunganya dengan tingkah laku manusia. Tingkah laku tersebut disebut moral.
Hapie Joseph Aloysia adalah seorang penulis muda
kelahiran Semarang, 24 september 1987. Ia bukan hanya seorang sastrawan,
melainkan juga seorang Sarjana Ekonomi lulusan dari Universitas Diponegoro Semarang
tahun 2010 kemarin. Walaupun ia seorang lulusan Sarjana Ekonomi, ia sangat
pintar memainkan kata-kata dalam pembuatan novelnya. Salah satu novelnya adalah
Chrysan, sebuah novel dengan tuturan
kata yang apik, yang mengisahkan kehidupan seorang pelacur yang berlabel
lesbian. Selain novel Chrysan,
karya-karya Hapie Joseph Aloysia lainya adalah Geng brodol dan I Love you
Bodoh.
Novel Chrysan
bertemakan seksualitas seorang pelacur yang mulanya seorang hetero hingga akhirnya
menjadi homo karena kemuakanya terhadap seorang laki-laki. Novel ini sangat
menarik dan perlu dikaji dari segi moral yang memandang bahwa salah satu unsur
yang digunakan orang untuk mengamati dan menilai tingkah laku manusia melalui
represif tokoh-tokoh dalam karya sastra.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa antara
nilai moral dalam pembelajaran sastra mempunyai hubungan yang erat, saling memberi
pengaruh, saling membutuhkan dalam pertumbuhan dan perkembanganya.
Dari latar belakang tersebut diatas, maka penulis
memilih judul “Nilai Moral dalam novel Chrysan
karya Hapie Joseph Aloysia dan Alternatif Pembelajaran di SMA”.
C.
RUMUSAN
MASALAH
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka
permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimanakah
nilai moral dalam novel Chrysan karya
Hapie Joseph Aloysia ?
2. Bagaimanakah
pembelajaran nilai moral dalam novel Chrysan
karya Hapie Joseph Aloysia di SMA ?
Atas dasar permasalahan tersebut, maka dalam
penelitian ini bertujuan :
1. Mendeskripsikan
nilai moral dalam novel Chrysan karya
Hapie Joseph Aloysia.
2. Mendeskripsikan
pembelajaran nilai moral dalam novel Chrysan
karya Hapi Joseph Aloysia di SMA.
1. Manfaat
praktis
a. Manfaat bagi guru
Guru dapat membantu siswa untuk mempelajari sebuah
sastra. Guru juga dapat mengapresiasi sastra. Dengan pembelajaran satra, guru
dapat menumbuhkan siswa yang aktif.
b. Manfaat bagi siswa
Siswa dapat lebih produktif untuk berpendapat mengenai sebuah satra. Siswa dapat
mengapresiasi sebuah sastra. Selain itu siswa juga lebih dalam memahami
mengenai seluk beluk sastra.
2. Manfaat
teoritis
a. Penelitian
ini diharapkan dapat berguna bagi masyarakat ilmiah lingkungan pendidikan
khususnya mahasiswa atau masyarakat luas yang berminat terhadap karya sastra
untuk meningkatkan pemahaman terhadap novel serta sebagai bahan referensi dalam
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam mengapresiasi sastra.
b. Dapat
mengembangkan penelitian dalam kajian sastra khususnya sebagai alternatif
pembelajaran novel di SMA dengan tinjauan nilai moral.
c. Penelitian
ini dapat bermanfaat untuk referensi alternatif pembelajaran sastra di SMA.
F. PENEGASAN ISTILAH
Untuk memudahkan dan memperjelas pengertian dalam penelitian ini, maka penulis memberikan batasan-batasan untuk setiap istilah, untuk menghindari penafsiran yang berbeda pada istilah, maka perlu adanya penegasan istilah. Istilah yang ditegaskan antara lain nilai, moral, novel, dan alternatif pembelajaran.
1. Nilai
F. PENEGASAN ISTILAH
Untuk memudahkan dan memperjelas pengertian dalam penelitian ini, maka penulis memberikan batasan-batasan untuk setiap istilah, untuk menghindari penafsiran yang berbeda pada istilah, maka perlu adanya penegasan istilah. Istilah yang ditegaskan antara lain nilai, moral, novel, dan alternatif pembelajaran.
1. Nilai
Nilai
merupakan sesuatu yang menarik, sesuatu yang dicari, sesuatu yang menyenangkan,
sesuatu yang disukai dan diinginkan singkatnya, sesuatu yang baik (Bertens,
2007:139).
2. Moral
Bertens
(2007:6-7) menyatakan bahwa “moral” sama dengan “etika” yaitu nilai-nilai dan
norma-norma yang menjadi pegangan bagi seorang atau kelompok dalam mengatur
tingkah lakunya.
3. Novel
Novel
adalah karangan prosa yang panjang yang mengandung rangkaian cerita kehidupan
seseorang dengan orang lain di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat
perilaku (Suharianto, 1982:40).
4. Alternatif
pembelajaran
Alternatif
pembelajaran adalah tindakan atau keputusan yang terkait dengan praktik
pembelajaran secara arif sehingga upaya pengembangan potensi peserta didik
sebagai muara dari seluruh kegiatan pembelajaran dapat menjadi terarah
(Aunurrahman, 2009:1).
Metode adalah prosedur atau tatacara yang sistematis
yang dilakukan seorang peneliti dalam upaya mencapai tujuan seperti memecahkan
masalah atau menguak kebenaran atas fenomena tertentu (Siswantoro, 2005:55).
Dalam penelitian ini, digunakan metode kualitatif
deskriptif, metode kepustakaan, dan pendekatan moral.
a. Metode
Kualitatif Deskriptif
Metode
ini memberikan perhatian terhadap data ilmiah, data dalam hubunganya dengan
konteks keberadaanya. Cara-cara inilah yang mendorong metode kualitatif
dianggap sebagai multimetode sebab penelitian pada giliranya melibatkan
sejumlah besar gejala sosial yang relevan (Ratna, 2009:47).
b. Metode
Kepustakaan
Metode
kepustakaan adalah dalam riset lapangan, penelusuran pustaka terutama
dimaksudkan sebagai langkah awal untuk menyiapkan kerangka penelitian (research design) dan proposal guna
memperoleh informasi penelitian sejenis, memperdalam kajian teoritis atau
mempertajam metodologi. Sedangkan dalam riset pustaka, penelusuran pustaka lebih
daripada sekedar melayani fungsi-fungsi yang disebutkan diatas. Riset pustaka
sekaligus memanfaatkan sumber perpustakaan untuk memperoleh data penelitianya.
Tegasnya riset pustaka membatasi kegiatanya hanya pada bahan-bahan koleksi
perpustakaan saja tanpa memerlukan riset lapangan (Zed, 2008:1-2).
c. Pendekatan
moral
Pendekatan
moral adalah pendekatan yang bertolak dari asumsi dasar bahwa salah satu tujuan kehadiran
sastra ditengah-tengah masyarakat pembaca adalah berupaya meningkatkan harkat
dan martabat manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berfikir, dan
berketuhanan. Memang karya sastra tidak salah, gagasan, tema, dan pesan-pesan
tertentu. Dengan pendekatan moral ini, peneliti hendak melihat sejauh mana
sebuah karya sastra memliki moral. Moral dalam pengertian filsafat merupakan
suatu konsep yang telah dirumuskan oleh masyarakat bagi menentukan kebaikan dan
keburukan yang telah diberikan kedudukan istimewa dalam kegiatan atau kehidupan
sebuah masyarakat (Semi, 1993:71).
d. Langkah
kerja penelitian
Dalam
melakukan penelitian dilakukan beberapa tahap sebagai berikut :
1. Menentukan
pokok permasalahan yang akan diteliti
2. Menghimpun
data penelitian
3. Mengklasifikasi
data penelitian
4. Menganalisis
data penelitian
5. Menafsirkan
hasil analisis data
6. Mengaplikasikan
nilai moral dalam pembelajaran sastra di SMA model atau metode pembelajaran
sastra
e. Data
penelitian
Data
penelitian dengan menggunakan novel Chrysan
karya Hapie Joseph Aloysia dengan 202 halaman yang diterbitkan oleh Shira
Media.
f. Variabel
penelitian
Variabel Penelitian adalah objek penelitian atau suatu
hal yang menjadi titik perhatian dalam suatu penelitian (Arikunto, 2006 :119)
Dalam penelitian terdapat dua variabel, yaitu :
1. Nilai Moral dalam Novel Chrysan karya Hapie Joseph Aloysia.
2. Pembelajaran Nilai Moral dalam Novel Chrysan karya Hapie Joseph Aloysia.
1. Pengertian
Novel dan Unsur Pembangun
Menurut
Suharianto (1982:40) novel merupakan karya sastra yang ruang lingkupnya dapat
mengungkapkan seluruh episode perjalanan hidup para tokoh dalam cerita, bahkan
dapat menyinggung masalah-masalah yang kaitanya kurang baik. Ruang lingkup penceritaan
dalam karya sastra umumnya adalah kehidupan manusia dengan segala aspeknya.
Tentunya tidak semua aspek kehidupan dapat terjangkau oleh pengamatan seorang
pengarang itulah sebabnya dalam menampilkan kehidupan manusia melalui
tokoh-tokoh ceritanya senantiasa dibatasi oleh hal-hal tersebut.
Novel
adalah hasil karya kreatif, yakni yang menyajikan bukan kenyataan yang ada
dalam dunia ini, tetapi perlambangan dari kenyataan itu (Hoed Benny, 1992:6).
Unsur-unsur
pembangun sebuah novel yang kemudian secara bersama membentuk sebuah totalita
itu, disamping unsur formal bahasa, masih banyak lagi macamnya. Namun, secara
garis besar berbagai macam unsur tersebut secara tradisional dapat dikelompokan
menjadi dua bagian, walau pembagian ini tidak benar-benar pilah. Pembagian
unsur yang dimaksud adalah unsur intrinsik dan ekstrinsik. Kedua unsur inilah
yang sering banyak disebut para kritikus dalam rangka mengkaji atau
membicarakan novel atau karya sastra pada umumnya (Nurgiyantoro, 2007 : 23).
Unsur
intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri.
Unsur-unsur inilah yang membangun karya sastra hadir sebagai karya sastra,
unsur-unsur secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra.
Unsur-unsur sebuah novel adalah unsur-unsur yang (secara langsung) turut serta
membangun cerita. Kepaduan antar berbagai unsur intrinsik inilah yang membuat
sebuah novel berwujud atau sebaliknya, jika dilihat dari sudut kita membaca,
unsur-unsur (cerita) inilah yang akan dijumpai jika kita membaca sebuah novel.
Unsur yang dimaksud untuk menyebut sebagian saja. Misalnya, peristiwa, cerita,
plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang, penceritaan, bahasa atau gaya
bahasa, dan lain-lain (Nurgiyantoro, 2007:23).
Dipihak
lain, unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada diluar karya sastra itu
(Nurgiyantoro, 2005:23). Tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan
atau sistem organisme karya sastra. Atau, secara lebih khusus dapat dikatakan
sebagai unsur-unsur yang mempengaruhi bangun cerita sebuah karya sastra, namun
sendiri tidak ikut menjadi bagian didalamnya. Walau demikian, unsur ekstrinsik
cukup berpengaruh terhadap totalitas bahan cerita yang dihasilkan. Oleh karena
itu, unsur ekstrinsik sebuah novel haruslah tetap dipandang sebagai sesuatu
yang penting.
Dalam
penelitian ini hanya akan diuraikan unsur dalam (intrinsik) khususnya tema,
tokoh, penokohan, dan alur serta latar (setting).
a. Tema
Tema
merupakan gagasan, ide, atau pikiran utama di dalam karya sastra, baik yang
terungkap maupun tidak (Menurut Harjito melalui Sudjiman, 2007:2).
Tema
sering disebut juga dasar cerita, yakni pokok permasalahan yang mendominasi
suatu karya sastra (Suharianto, 1982:28).
b. Tokoh
Menurut
Nurgiyantoro (2007:165) tokoh adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu
karya naratif yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan
kecenderungan tertentu, seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang
dilakukan dalam tindakan.
Berdasarkan
fungsinya atau penting tidaknya kehadiran tokoh dalam cerita, dibedakan :
1. Tokoh
sentral / utama, meliputi protagonis dan antagonis
Tokoh
utama merupakan tokoh yang memegang peran pimpinan dalam sebuah cerita (Harjito
melalui Sudjiman, 2007:5). Protagonis merupakan tokoh yang baik dan biasanya
menarik simpati pembaca. Sedangkan Antagonis merupakan penentang tokoh utama/
tokoh lawan.
2. Tokoh
bawahan, mencakup tokoh andalan dan tokoh tambahan.
Tokoh
bawahan adalah tokoh yang kurang begitu penting kedudukanya dalam cerita, tapi
kehadiranya diperlukan untuk menunjang dan mendukung tokoh utama.
Tokoh
andalan adalah tokoh yang dekat dengan tokoh utama, sedangkan tokoh tambahan
adalah tokoh yang tidak memegang peranan sama sekali di dalam sebuah cerita
(Harjito melalui Sudjiman, 2007:5).
c. Penokohan
Cara
menampilkan tokoh biasanya disebut penokohan. Penokohan secara umum ada dua
cara, yaitu analitik dan dramatik. Disebut analitik kalau pengarang menyebut
watak dan perangai sang tokoh secara langsung. Disebut secara dramatik manakala
pembaca harus menyimpulkan sendiri bagaimana sifat sang tokoh.
Penokohan
dalam suatu fiksi biasanya dapat dipandang dari dua segi. Pertama, mengacu
kepada orang atau tokoh yang bermain dalam cerita, yang kedua adalah mengacu
kepada perbauran dari minat, keinginan, emosi, dan moral yang membentuk
individu yang bermain dalam suatu cerita (Raminah Baribin, 1983:54).
d. Latar
Latar
adalah segala petunjuk, keterangan, acuan yang terkait dengan waktu, ruang,
suasana terjadinya suatu peristiwa (Harjito, 2007:10).
Nurgiyantoro
(2007:223) membagi latar ke dalam tiga unsur pokok yaitu tempat, waktu, dan
sosial.
a. Latar
tempat
Latar
tempat mengarah pada lokasi terjadinya suatu peristiwa yang diceritakan dalam
sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang digunakan mungkin berupa tempat-tempat
dan nama-nama tertentu. Penggunaan latar tempat dengan nama-nama tertentu
haruslah mencerminkan atau paling tidak sejalan dengan sifat dan keadaan
geografis tempat yang bersangkutan. Keberhasilan latar tempat lebih ditentukan
oleh ketepatan deskripsi, fungsi, dan keerpaduan dengan unsur lataryang lain sehingga
semuanya bersifat saling mengisi.
b. Latar
waktu
Latar waktu berhubungan dengan masalah
“kapan” terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Dalam
hal ini pembaca berusaha memahami dan menikmai cerita berdasarkan acuan waktu
yang diketahuinya berasal dari luar cerita yang bersangkutan. Adanya persamaan
perkembangan dan kesejalanan waktu tersebut juga dimanfaatkan untuk mengesankan
pembaca seolah-olah cerita itu sungguh-sungguh ada.
c. Latar
sosial
Latar
sosial menyarankan pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku. Kehidupan
sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam suatu karya fiksi.
Tata cara kehidupan masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang
cukup kompleks, ini dapat berupa kebiasaan hidup, tradisi, keyakinan, pandangan
hidup,cara berpikir dan bersikap. Di samping itu, latar sosial jjuga
berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan.
Ketiga
unsur tersebut walau masing-masing menawarkan permasalahan yang berbeda tetapi
pada kenyataanya saling mempengaruhi satu sama lain. Karena ketiga unsur
tersebut dalam satu kepaduan jelas akan mengacu pada makna yang lebih khas dan
meyakinkan dari pada secara sendiri-sendiri.
2. Pendekatan
Moral dalam apresiasi sastra
Nilai
moral mengandung dua unsur kata, yaitu nilai dan moral. Moral adalah salah satu
bagian dari nilai, yaitu nilai moral. Nilai adalah sesuatu yang berharga,
berguna, indah, memperkaya batin, dan menyadarkan manusia akan harkat dan
martabatnya. Nilai bersumber pada budi yang berfungsi mendorong dan mengarahkan
sikap dan perilaku manusia. Nilai adalah kualitas dari suatu yang bermanfaat
bagi kehidupan manusia, baik lahir maupun batin. Dalam kehidupan manusia nilai
dijadikan landasan, alasan, atau motivasi dalam bersikap dan bertingkah laku
baik disadari ataupun tidak (Kaelan, 2004:92).
Moral
adalah suatu ajaran-ajaran ataupun wejangan-wejangan, patokan-patokan, kumpulan
peraturan baik lisan maupun tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan
bertindak agar menjadi manusia yang baik (Kaelan, 2004:92). Menurut Semi
(1993:72) moral adalah konsep yang telah dirumuskan oleh sebuah masyarakat
untuk menentukan kebaikan dan keburukan.
Suseno
(2005:19) mengatakan bahwa kata moral selalu mengacu pada baik buruknya manusia
sebagai manusia. Norma-norma moral adalah tolak ukur untuk menentukan betul
salahnya sikap dan tindakan manusia dilihat dari segi baik buruknya. Nilai
moral bertolak pada sikap, kelakuan yang dapat dilihat melalui perbuatan.
Perbuatan yang dapat terlihat terpuji dan baik secara lahiriah akan dinilai
memiliki moral yang baik. Selanjutnya Suseno (2005:57) mengatakan bahwa orang itu berbudi luhur
tidak hanya mengenai kelakuanya, melainkan orang yang melakukanya, mengenai
karakternya, mengenai sikap moralnya.
Berbicara
mengenai moral tidak lepas dari etika. Namun pandangan moral dan etika tentulah
berbeda secara etimologis. Kata “etika” berasal dari kata latin etic yang
berarti kebiasaan. Etika ialah suatu ilmu yang membicarakan masalah perbuatan
atau tingkah laku manusia, mana yang dapat dinilai baik dan mana yang jahat
(Salam, 2000:2).
Menurut
Suseno (2005:16) etika tidak dapat menggantikan agama, namun ia juga tidak
bertentangan dengan agama, bahkan diperlukan olehnya. Bukan suatu hal yang
mengherankan jika kaum agama memerlukan etika. Etika adalah suatu usaha manusia
memakai akal budi dan daya fikirnya untuk memecahkan masalah bagaimana ia harus
hidup kalau ia ingin menjadi baik.
Menurut
Kenny (melalui Nurgiyantoro, 2007:320) moral diidentikan pengertianya dengan
tema walau sebenarnya tidak selalu menyaran pada maksud yang sama. Moral dan
tema dapat ditafsirkan, diambil dari cerita, dapat dipandang sebagai sesuatu
yang memiliki kemiripan. Akan tetapi, tema bersifat lebih kompleks dibanding
moral. Dengan demikian moral dipandang sebagai salah satu tema dalam bentuk
yang sederhana. Tetapi tidak semua tema merupakan moral.
Fiksi mengandung
penerapan moral dan dalam sikap dan tingkah laku para tokoh sesuai dengan
pandanganya tentang moral. Melalui cerita, sikap, dan tingkah laku tokoh-tokoh
itulah pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah dari pesan-pesan moral yang
disampikan. Moral dalam karya sastra juga dipandang sebagai amanat atau pesan.
Bahkan, unsur amanat sebenarnya gagasan yang mendasari penulisan suatu karya,
gagasan yang diciptakanya karya sastra sebagai pendukung pesan (Nurgiyantoro,
2007:321). Krya sastra fiksi menawarkan pesan moral yang berhubungan dengan
sifat-sifat luhur kemanusiaan, memperjuangkan hak dan martabat manusia.
Moral
dalam karya sastra menyarankan pengertian tentang ajaran baik buruk yang
diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, akhlak, budi pekerti,
susila. Bermoral berarti mempunyai pertimbangan baik buruk yang bersifat relatif
yang ditampilkan lewat tema dan tokoh-tokoh dalam cerita. Bersifat relatif
adalah sesuatu yang dipandang baik oleh orang yang satu atau bangsa pada
umumnya, belum tentu sama bagi orang atau bangsa lain. Pandangan seseorang
terhadap moral, nilai-nilai, dan kecenderungan-kecenderungan biasanya
dipengaruhi oleh pandangan hidup bangsa yang bersangkutan (Nurgiyantoro,
2007:320-321). Jadi, moral dalam karya sastra memberikan pesan kebenaran yang
umum dan dapat diakui oleh masyarakat pembaca sastra dimanapun mereka berada
tanpa terkecuali adat, tempat tinggal (daerah), suku, dan kebangsaan.
3. Nilai-nilai
moral
1. Pengertian
Nilai
moral adalah dua unsur kata, yaitu nilai dan moral. Nilai adalah kualitas dari
suatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, baik lahir maupun batin (Kaelan,
2004:92). Sedangkan moral adalah suatu ajaran-ajaran ataupun wejangan-wejangan,
patokan-patokan, kumpulan peraturan baik lisan maupun tertulis tentang
bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang baik
(Kaelan, 2004:92). Moral menyarankan pada pengertian (ajaran tentang) baik
buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya.
Pada sisi lain juga mengenai akhlak, budi pekerti dan susila. Jadi, nilai moral
adalah ajaran tentang baik buruk yang
merupakan pencerminan akhlak atau budi pekerti yang berguna bagi
kemasyarakatan.
2. Ruang
lingkup
Menurut
Suseno (2005: 142-150) sikap-sikap kepribadian moral yang kuat adalah :
a. Kejujuran
Kejujuran
berhubungan dengan ketulusan hati dan kelurusan hati. Suseno (2005 : 142-143)
mengatakan bahwa bersikap terhadap orang lain, tetapi tanpa kejujuran adalah
kemunafikan dan sering beracun. Bersikap jujur kepada orang lain berarti dua
sikap yaitu bersifat terbuka dan bersifat fair.
Bersikap terbuka adalah kita selalu muncul sebagai diri kita sendiri (kita
berhak atas batin kita). Kedua bersikap wajar (fair) yaitu memperlakukan
menurut standar-standar yang dipergunakan orang lain terhadap dirinya. Bersikap
tidak pernah bertindak bertentangan dengan suara hati dan keyakinanya.
b. Kesediaan
untuk bertanggung jawab
Kesediaan
untuk bertanggung jawab adalah yang pertama kesediaan untuk melakukan apa yang
harus dilakukan dengan sebaik mungkin. Bertanggung jawab berarti suatu sikap
terhadap tugas yang membebani kita. Kedua bertanggung jawab mengatasi segala
etika peraturan (Suseno, 145-146).
c. Kemandirian
moral
Kemandirian
moral berarti kita tidak pernah ikut-ikutan dengan berbagai pandangan moral
dalam lingkungan kita, melainkan selalu membentuk penelitian dan pendirian sendiri
dalam bertindak sesuai denganya. Kemandirian adalah kekuatan batin untuk
memahami sikap moral sendiri dan bertindak sesuai denganya (Suseno, 2005:147).
d. Keberanian
moral
Keberanian
adalah kesetiaan terhadap suara hati yang menyatakan diri dalam kesediaan untuk
mengambil resiko konflik. Keberanian moral menunjukan diri dalam tekad untuk
tetap mempertahankan sikap yang telah diyakini sebagai kewajiban pula apabila
tidak disetujui atau secara aktif dilawan oleh lingkungan (Suseno, 2005:147).
e. Kerendahan
hati
Kerendahan
hati adalah kekuatan batin untuk melihat diri sendiri sesuai dengan
kenyataanya. Orang yang rendah hati tidak hanya melihat kelemahanya, melainkan
juga kekuatanya sehingga sadar akan keterbatasan kebaikan kita, termasuk
kemampuan untuk memberikan penilaian moral terbatas. Sehingga kita masih jauh
dari sempurna karena hati kita belum jernih (Suseno, 2005:148).
4. Alternatif
pembelajaran Nilai Moral
Pada
pembelajaran sastra melalui Nilai Moral dapat menggunakan beberapa metode.
Metode-metode tersebut yaitu :
a. Metode
tanya jawab
Metode
tanya jawab adalah suatu cara untuk menyampaikan materi pelajaran dalam bentuk
pertanyaan yang harus dijawab oleh siswa pada waktu itu juga (Suharyono,
1991:32).
Tujuan
menggunakan metode tanya jawab yaitu untuk mengetahui seberapa besar pemahaman
siswa terhadap mata pelajaran yang sudah diajarkan oleh guru. (Suharyono,
1991:32) dalam pembelajaran sastra melalui Nilai Moral ini siswa diberi
pertanyaan oleh guru agar dapat menggali pemahaman anak tentang Nilai Moral.
b. Metode
inquiry
Metode
inquiry adalah metode yang lebih menekankan pada siswa untuk menemukan apa yang
disampaikan guru, sehingga siswa dapat berpikir. Dengan metode inquiry siswa
dapat lebih menuangkan hasil temuanya dan dapat lebih kreatif serta memperoleh
pengalaman yang baru (Suharyono, 1991:59).
c. Metode
diskusi
Dalam
mengajar guru setelah menggunakan metode tanya jawab, metode inquiry guru
menggunakan metode diskusi agar siswa setelah diberi pertanyaan, menemukan dia
langsung dapat berdiskusi sehingga siswa dapat bertukar pikiran dngan temanya.
Metode
diskusi adalah salah satu metode yang digunakan dalam belajar mengajar yang
dilakukan oleh seorang guru di sekolah. Di dalam diskusi ini proses interaksi
antara dua atau lebih individu yang terlibat, saling tukar menukar pengalaman,
informasi, memecahkan masalah, dapat terjadi jjuga semuanya dapat aktif tidak
ada yang sebagai pendengar saja (Roestiyah, 2001:5).
Dalam
menggunakan metode-metode tersebut diharapkan siswa dapat dengan mudah
mempelajari mata pelajaran sastra melalui Nilai Moral sehingga pembelajaran di
sekolah tidak membosankan.
Dari uraian tersebut, maka sistematika penulisan
dalam penelitian ini adalah :
Bab I Pendahuluan. Bab ini menguraikan latar belakang
penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan
istilah, metode penelitian, pendekatan penelitian dan sistematika penulisan
penelitian.
Bab II Landasan Teori. Bab ini menguraikan pengertian novel,
unsur-unsur novel, nilai-nilai moral, dan pembelajaran sastra di SMA.
Bab III Analisis nilai moral dalam novel Chrysan karya Hapie Joseph Aloysia dan
Alternatif Pembelajaran di SMA.
Bab IV Penutup. Bab ini berisi simpulan dan saran.
No comments:
Post a Comment