Teori kritik sastra objektif merupakan teori yang harus dilihat sebagai objek yang mandiri dan menonjolkan karya sastra sebagai struktur verbal yang otonom dan koherensi intern. Kritik sastra yang memandang karya sastra sebagai dunia otonom, sebuah dunia yang dapat melepaskan diri dari siapa pengarangnya, dan lingkungan budayanya.
Senada dengan
hal itu menurut Semi (1989: 13) menyatakan “suatu kritik sastra yang
menggunakan pendekatan atau pandangan bahwa suatu karra sastra adalah karya
mandiri”. Tanpa memndang karya sasta dari segi pengarang atau dunia dan
sekitarnya. Teori ini dilihat berdasrkan objek yang berdiri sendiri, yang
memiliki dunia tersendiri. Oleh karena itu, kritik ini dilakukan atas suatu
karya sastra dengan kajian unsur intrinsik semata.
Novel yang mengulas
tentang cinta memang begitu banyak, bahkan cinta memang tak pernah bosan
diperbincangkan. Dalam novel Ayat-ayat Cinta karya Hhabiburrahman El Shirazy,
makna cinta bukan sekedar dimainkan lewat rasa antar keterpautan hati seorang
lelaki dan wanita. Akan tetapi ada sesuatu yang lebih didalamnnya yaitu
mengenali cinta lewat gambaran Dia yang menciptakan cinta. Novel ini pertama
kali diterbitkan oleh salah satu media ternama di Indonesia yaitu Republika
yang bekerja sama dengan Rumah Karya dan Wirauasaha Mahasiswa yang dikenal
dengan pesantren Basmallah serta komunitas yang aktif membangun karya
kepenulisannya adalah Forum Lingkar Pena (FLP) pada tahun 2004 hingga mencapai
cetakan XXXI tahun 2008. Tidak disangkal memang novel ini banyak digandrungi
oleh pembaca dan menjadi novel yang fenomenal karena bahasa yang dipakai
penulis begitu romantis dan menyentuh hati.
Novel Ayat-ayat
Cinta ditandai dengan satu tema yaitu Cinta. Cinta yang membuat hati terpukau
karena cinta yang sesungguhnya itu memahami dan mengimani Kekasih Hakiki Illahi Rabbi yang telah mencipta cinta.
Ulasan-ulasan gaya bahasa cukup memikat pembaca dengan bahasa yang tidak
vulgar, santun, romantis dan mencerahkan. Seperti dalam kutipan dibawah ini:
“belum sempat Aisha menuntaskan
puisi romantis. Penyair Perancis itu, aku menutup mulutnya dengan ciuman penuh
cinta. Kamipun kembali beribadah bersama, membaca basmallah, memadu cinta dengan penuh gairah, sehangat gairah para
penghuni surga tatkala bercinta dengan bidadarinya. Keringat kami menyatu dan
merembes dalam sprei hijau yang halus, wangi dan indah. Inilah Mahabbah, inilah rahmah, tasbih mengiring desah, hamdallah merona wajah. Inilah
setitik karunia Allah yang diperkenanan untuk dinikmati orang-orang yang
brcinta sebagai ayat, sebagai tanda, bahwa kelak di surga ada kenikmatan yang
luar biasa agungnya. Disediakan bagi meraka yang menjaga kebersihan cinta dan
kesucian jiwa (El Shirzy, 2008: 297-298)”.
Tokoh utama
dalam novel ini adalah ssosok pemuda bernama Fahri Abdullah yang memiliki
karakter yang kuat, disiplin, romantis, senang membuat kejutan, cerdas, hafal
30 juzz Al-Quran, mengerti hukum-hukum Islam, toleransi tinggi, dan karakter
Fahri benar-benar memberi pemahaman bahwa orang yang memiliki dan mencintai
Al-Quran dalam hatinnya tentu paham memperlakukan orang disekitarnya baik iu
saudara muslim atau non muslim. Muslim yang sesunggunya adalah mereka yang
paham dengan habluminallah, habluminanash, dan hablumu’alam. Yang memegang teguh Al-Qur’an, menjadikan dirinya
seperti A-Qur’an yang berjalan. Tokoh-tokoh lainnya seperti Aisha, Maria,
Nurul, Alicia, Madame Nahed, Tuan Boutros, dan masih banyak lagi.
Ciri dominan
dari novel ini adalah memperkenalkan arti cinta yang hakiki. Kekuatannya ada
pada kekutan karakter tokoh Fahri, gaya bahasa, latar, dan konfliknya. Latarnya
berada di Mesir, yang banyak disebutkan adalah Helwan Hedayek (tempat
berkupulnya Fahri dengan teman-temannya), mahatth Metro, Kota Subhra, Nasr
City, Kafetaria National Library, Wisma Nusantara, Alexandria, dan lain
sebagainya yang menyajikan banyak pengetahuan tentang Mesir.
Konflik puncak
berada saat Fahri ditangkap oleh polisi karena tuduhan Noura bahwa Fahri
mempekosa Noura. Disaat yang sama Aisha tengah mengandung sepulang dari
Alexandria. Disinilah ujian terberat Fahri yng dikenal sebagai mahasiswa
terbaik Al-Azhar, dan murid kesayangan dari Syaikh Utsman dituduh dengan
perbuatan keji yaitu memperkosa hingga akhirnya dikeluarkan dari Al-Azhar
karena didesak keamanan Negara yang berpengaruh. Hari-hari yang paling menderit
ketika fahri berada di penjara bawah tanah. Fahri mendapat siksaan yang sangat
kejam dari polisi Mesir, Fahri pun harus meryakan Idul Fitri dipenjara. Saksi kunci adalah Maria sedanggkan ia masih
koma. Konflik cinta bermula dari Nurul yang ternyata mencintai Fahri, tapi
akhirnya Nurul ikhlas menerima dan akhirnya menikah dengan mas Walid. Akan
tetapi, Noura begitu mencintai Fahri sedang fahri telah menikah dengan gadis
Turki (Aisha), kekecawaan Noura begitu dalam karena belum ada seorang pun yang
mengasihinya. Kebenaran akan selalu menang, setelah maria terbangun dari koma
akhirnya dia memberikan kesaksian di pengadilan, dan akhirnya mengaku berterus
terang bahwa Fahri tidak meperkosanya melainkan Bahadur. Ending novel ini cukup
drmatis dengan meninggalnya Maria dipelukan kekasih hakiki. Maria telah
mendapatkan cinta Illahi dan menjadi bidadari di surga menanti kedatangan
Fahri, pangeran cintanya di bumi.
Alur yang dipakai
dalam novel ini adalah alur maju-mundur (campuran). Seperti kutipan saat fahri
mengenang masa kecilnya berikut ini:
“ada
pesan masuk lagi. Tidk kulihat. Aku harus istirahat. Tiba-tiba mataku
berkaca-kaca, aku belum pernah memberikan kado pada ibuku sendiri di Indonesia.
Sebelum kenal Cairo aku adalah anak desa yang tidak kenal yang namanya kado. Di
desa hadiah adalah membagi rizki pada tetangga agar semua mencicipi anugerah
Gusti Allah. Jika ad yang panen mangga ya semua dikasih biar ikut
merasakan.....(El Shirazy, 2008: 114-117)
Amanat yang
terkandung dalam novel ini cukup mendalam yaitu cinta itu fatamorgana didunia
harus ditembus dengan kesabaran dan keikhlasan. Cinta pada bunga pasti akan
layu akhirnya, cinta pada manusia kematian pula yang akan ditemuinya, cinta
pada harta itu hanya titipan Tuhan Yang
Maha Esa, cinta tak mengenal tanda, cinta tak mengenal kata justru cinta yang
mengenalkan arti ketulusan. Cinta terindah adalah cinta kepada-Nya. Dialah
Tuhan yang meniupkan nikmat cinta kepada setiap manusia sehingga manusia damai
bersama cinta. Sungguh, ketika kita mengenal cinta kerana dasar cinta hamba
kepada-Nya dengan menegakkan dia di atas segalanya. Justru mahabbah, warahmah,
mawadah dan sakinah yang akan didapatkan hingga sebelum seorang pria halal
menyentuh kulit wanita (dengan ikatan suci disebut dengan pernikahan) maka
kulit wanita itu adalah neraka baginya (Al Hadist).
Dalam
keterjalinan unsur-unsur struktural novel Ayat-ayat cinta memiliki keterjalinan
yang erat membangun keseluruhan cerita. Keterjalinan tersebut meliputi;
keterjalinan unsur tema dengan unsur tokoh dan penokohan, alur, amanat dan
latar. Keterjalinan unsur tokoh dengan sudut pandang dan alur. Keterjalinan
unsur sudut pandang dengan unsur tokoh dan penokohan. Keterjalinan unsur bahasa
dengan tema, tokoh dan penokohan, serta latar. Keterjalinan unsur latar dengan
tema, tokoh dan penohan, serta bahasa. Dan keterjalinan unsur amanat dengan
tema, tokoh dan penokohan. Latar novel ayat-ayat cinta memiliki pengaruh dalam
perkembangan pikologi tokoh.
Namun ada
sedikit kekurangan yang menjadi kekuatan dalam novel ini yaitu menjadikan sosok
Fahri yang begitu sempurna dengan prinsipnya yang kuat, sebab jika ditinjau lagi
sekarang jarang sekali ditemui manusia yang sedemikian kuatnya memegang teguh
prinsip agama. Akan tetapi, keseluruhannya memang diakui begitu mengesankan,
dapat membawa pembaca masuk didalamnya dan mengarungi samudera cerita yang
penuh makna. Novel ini termasuk novel serius yang asik dibaca. Dari novel ini
pembaca bisa banyak belajar tentang Islam, pendidikan multikultural, bahasa
yang ada didalamnya yang beraneka ragam, bermasyarakat, dan pembelajaran nilai-nilai lain yang tumpah
ruah didalam novel ini.
donwload file di atas disini
donwload file di atas disini
No comments:
Post a Comment