Novel
laskar pelangi merupakan sebuah novel yang diangkat dari kisah nyata
penulisnya. Bercerita tentang komunitas orang melayu yaitu tepatnya
di daerah belitong. Sebuah daerah terpencil yang disana terdapat
beberapa tokoh anak kecil yang ingin memperbaiki masa depan melalui
pendidikan. Sebuah harapan dan cita-cita untuk meraih mimpi
tertinggi.
SD
Muhamadiyah, sebuah bangunan sekolah dengan kondisi yang tak layak
untuk dijadikan tempat mengenyam pendidikan. Sekolah yang bangunannya
seakan-akan hampir rubuh dimakan usia. Namun hal itu tak mempengaruhi
keinginan dan harapan dari murid-murd yang ada disana untuk
memperoleh pengetahuan dari bangku pendidikan sekolah. Sebuah
keyakinan yang tumbuh dalam diri mereka bahwa keterbatasan fasilitas
tidak akan menyurutkan langkah mereka untuk mengejar cita-cita.
Sekolah
muhadiyah merupakan sekolah yang dirintis oleh dua sosok guru yang
begitu iklhlas mengabdikan dirinya untuk bangsa dan Negara dalam
merintis dunia pendidikan. Sesosok kepala sekolah yang sudah tua,
Bapak Harfan Efendy Noor dan ibu guru muda, Ibu Muslimah Hafsari.
Ditengah kemiskinan yang melanda mereka, mereka berusaha
mempertahankan semangat besar pendidikan dengan terseok-seok karena
sekolah tersebut hampir dibubarkan oleh pengawas sekolah Depdikbud
Sumsel karena tidak mencukupi ketentuan batas murid yang harus
dipenuhi sekolah. Berkat seorang anak idiot yang sepanjang hidupnya
bersekolah tak pernah mendapatkan rapor, akhirnya sekolah tersebut
bisa berdiri sebagai tempat belajar mengajar.
Berbeda
dengan sekolah Muhamadiyah yang harus bersusah payah mendapatkan
murid, disisi lain SD PN Timah yang merupakan sekolah yang didirikan
oleh sebuah perusahaan yang kaya raya mengeruk keuntungan ditengah
kemiskinan rakyat, tidak perlu susah payah mencari murid. Bangunan
yang megah, fasislitas yang memadai, gaji guru yang mencukupi,
berbalik seratus delapan puluh derajat dengan SD Muhamadiyah.
Demikian sebuah gambaran bagaimana tragisnya perbedaan yang tampak
yang dimunculkan dalam novel ini yang menggambarkan sisi lain tentang
kondisi pendidikan yang ada di Indonesia. Adanya
kesenjangan social yang sangat menonjol, dan tidak adanya peran dari
pemerintah untuk sekedar melindungi dan memperbaiki pendidikan
tersebut.
Ditengah
ketarbatasan yang membedakan adalah adanya jiwa yang benar-benar
ikhlas untuk mengabdi. Ibu Halimah dan Bapak Harfan dengan penuh
keilkhlasan disetiap waktu saling bahu membahu untuk menanamkan pada
jiwa anak didiknya untuk percaya diri, berani berkompetensi, dan
menempatkan pendidikan sebagai hal yang terpenting dalam hidup ini.
mereka mengajarkan kepada muridnya menjadi seorang yang tekun, tak
mudah menyerah, dan berani untuk menghadapi setiap tantangan dengan
penuh optimisme. Mereka juga mengajarkan rasa
cinta dan kasih sayang kepada sesama. Dari waktu kewaktu laskar
pelangi menjadi murid yang menonjol, mereka menjadi sesosok murid
yang penuh kemauan dan kepercayaan diri tinggi serta memiliki
pengetahuan luas.
Laskar
pelagi merupakan sebutan untuk sebelas
murid Muhamadiyah. Mereka dengan penuh semangat datang kekelas untuk
belajar. Kursi belajar yang seadanya, meja yang sudah tak layak, dan
bangunan yang kalau malam dijadikan tempat menaruh ternak tak pernah
menjadi batu penghalang mereka dalam menuntut ilmu pengetahuan.
Mereka saling bahu membahu untuk menciptakan pembelajaran yang
menyenangkan dan nyaman. Mereka belajar dari alam, dari sebuah
kondisi yang memprihatinkan, dari cinta kasih sayang, bahwa jika ada
kemauan pastilah ada jalan. Sehingga selalu tampak ada senyuman yang
tak pernah surut. Muhadiyah bagi mereka adalah tempat tinggal kedua
selain rumah.
Sebuah
prestasi yang sangat membanggakan adalah ketika mereka menjuarai
karnaval tahunan serta menjuarai lomba cerdas cermat dengan
mengalahkan SD PN Timah yang selama berpuluh tahun mendominasi. Dalam
karnaval tersebut mereka dipimpin oleh salah satu anggota laskar
pelangi. Seorang anak kecil yang penuh ide-ide brilian dalam bidang
kesenian. Kepercayaan tersebut terbayar dengan menjuarai karnaval
yang selama ini selalu didominasi oleh SD PN Timah. Dan prestasi lain
adalah menjuarai lomba cerdas cermat. Dengan dipimpin oleh tiga anak
laskar pelangi (Ikal, Lintang, dan Mahar) mereka bisa sampai difinal
dengan mengalahkan SD yang didirikan oleh PN Timah dan SD negeri
lain yang ada dibelitong sampai akhirnya menjadi juara.. sebuah
keharuan dan kebanggaan karena perjuangan yang mereka lakukan bukan
hal yang mudah dan sederhana, butuh kerja keras dan kemauan yang
tinggi untuk menggapai apa yang mereka raih.
Dihidup
ini berbicara tentang kebahagiaan tiada terasa lengkap jika tidak
memiliki kisah sedih. Kisah sedih itu juga menimpa SD Muhamadiyah
karena harus kehilangan sosok murid paling jenius. Keadaan harus
memisahkan lintang seorang bocah kecil yang tanpa lelah mengayuh
sepeda 11 km untuk kesekolah, seorang yang paling inspratif dalam
mengambil setiap keputusan, seorang yang paling jenius diantara
anggota laskar pelangi, seorang calon doktor yang harus putus sekolah
ditengah jalan untuk mencari nafkah mencukupi kebutuhan keluarganya
karena ayahnya tak pernah kembali dari melaut. Sebuah himpitan
ekonomi memaksa lintang pasrah pada keadaan yang menderanya. Untuk
kesekian kali belitong harus kehilangan calon intelektual. Disisi
lain, PN Timah semakin kaya raya mengeruk keuntungan mengeksploitasi
tanah rakyat, seolah acuh tak mau peduli pada keadaan sekitar.
Novel
ini begitu inspiratif dan memiliki makna yang begitu tinggi. Melalui
novel ini kita diajarkan untuk menghargai setiap hal yang ada dalam
diri kita, mensyukuri setiap detik waktu yang kita miliki.
Keterbatasan sebuah hal tak akan pernah
menghalangi seseorang untuk mencapai puncak tertinggi dihidup ini
jika kita memiliki kepercayaan dan keyakinanan untuk mewujudkannya.
Selagi masih ada keyakinan dalam jiwa segala hal masih mungkin. Kita
akan diajarkan untuk mencintai sesama kita, bagaimana menjaga
persahabatan yang sejati. Novel ini begitu menyentuh jiwa, karena
disanalah digambarkan bagaimana potret gambaran bangsa ini. Seperti
halnya keadaan ekonomi yang sering menjadi batu penghalang seseorang
untuk menikmati pendidikan yang katanya diperuntukkan bagi anak
didik. Lintang seorang anak kecil yang harus terenggut masa
kanak-kanaknya, tak bisa bermain dan mencari pengetahuan seperti
teman-temannya karena himpitan ekonomi. Ibu Halimah dan pak Harfan
memberikan gambaran kepada kita bagaimana menjadi seorang pendidik
yang begitu ikhlas mengabdikan dirinya dalam dunia pendidikan.
Lihatlah bagaimana mereka harus mempertahankan hidupnya sendiri yang
miskin dan memperjuangkan anak didiknya yang menggantungkan
pendidikan pada mereka. Tak jarang dari kita yang masih acuh tak
acuh dan tak mau peduli, namun dalam novel ini sejatinya kita
diajarkan untuk membuka mata dan hati kita lebar-lebar untuk melihat
apa yang ada disekitar kita. Bisakah kita seperti mereka yang berjiwa
ikhlas dan peduli dan tak mau menyerah pada keadaan. Bisakah kita
mengalahkan diri kita sendiri bahwa suatu halangan adalah merupakan
jembatan kita untuk berani mengambil tindakan dan meraih puncak
tertinggi.
No comments:
Post a Comment