BAB
I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang Masalah
Karya sastra merupakan sebuah dunia rekaan yang
berdasarkan atas realitas dalam kehidupan manusia dan melalui
perlakuan kebiasaan sebagai cerminan tingkah lakunya. Seperti yang
diungkapkan oleh Suharianto, (1982: 14), bahwa karya sastra adalah
pengungkapan kehidupan yang dipadukan dengan imajinasi dan kreasi
seorang pengarang serta cerita dukungan pengalaman dan pengetahuannya
atas kehidupan tersebut. Melalui sarana cerita tersebut pembaca
secara tidak langsung dapat belajar, merasakan dan menghayati
berbagai permasalahan kehidupan yang sengaja ditawarkan pengarang.
Pengarang menghayati berbagai permasalahan tersebut dengan penuh
kesungguhan yang kemudian diungkapkan kembali melalui sarana fiksi
sesuai dengan pandangannya.
Karya sastra memiliki berbagai macam bentuk, salah
satunya yang berupa novel. Pada prosesnya, suatu novel menyimpan
konflik dengan serangkaian peristiwa dan permasalahan yang lebih
kompleks. Walaupun terkadang di dalam ceritanya dibubuhi dengan
khayalan dan bersifat rekaan, sesuatu yang tidak ada juga tidak
terjadi sungguh-sungguh, sehingga tidak perlu dicari kebenarannya di
dalam kehidupan nyata. Seperti pendapat Sudjiman (1992: 53), yang
menyatakan bahwa dalam karya sastra khususnya novel, merupakan prosa
rekaan yang menyuguhkan tokoh dalam
menampilkan serangkaian peristiwa serta latar
belakang secara tersusun. Hal ini dikarenakan apa yang diceritakan
dalam novel, biasanya menyangkut proses perjalanan manusia sebagai
makhluk individu sekaligus makhluk sosial yang memiliki kejiwaan yang
berbeda antara satu dengan yang lain.
Di dalam novel yang mengandung proses kehidupan
manusia, novel Misteri Mayat yang
Berpindah hadir sebagai objek
penelitian yang mengarahkan pada nilai gerak progresi dan regresi,
sehingga hal yang dapat diteliti adalah melalui tema, tokoh,
penokohan dan latar. Jika dilihat melalui tema, yang mengutamakan
unsur keteguhan hati tokoh utama, jelas jika pada tema tersebut
mengandung unsur nilai gerak progresi yang merupakan unsur maju ke
arah yang lebih baik. Sedangkan jika ditindaklanjuti masalah tokoh
dan penokohan, maka yang menjadi dasar nilai gerak progresi adalah
dari kehidupan sang tokoh utama dan pada tokoh-tokoh pembantu lebih
banyak menggunakan nilai gerak progresi. Sedangkan dipandang dari
unsur latar, maka banyak tempat yang mengarahkan pada cakupan nilai
gerak progresi dan regresi pada novel tersebut.
Dalam kriteria kepaduan tersebut unsur novel
tersebut, sering terkait dengan proses kejiwaan masing-masing tokoh.
Fenomena-fenomena kejiwaan yang dimiliki oleh tiap individu itulah
yang dapat diaplikasikan ke dalam bentuk sebuah karya sastra. Sebagai
karya yang dihasilkan untuk pembaca atau masyarakat, karya sastra
membutuhkan pemahaman untuk mengetahui ekspresi dari sudut pikiran
subjek. Seperti teori (Sumardjo, 1991: 3-4) yang menyatakan bahwa
karya sastra adalah karangan khas yang memiliki dunia tersendiri.
Proses kepribadian dalam karya sastra mempunyai pengaruh yang besar
terhadap kejiwaan melalui penceritaan tokoh-tokohnya, yang dapat
berpengaruh terhadap perilaku pembaca. Dalam karya sastra, banyak
ditemui perilaku yang mengacu pada gerak maju maupun mundur dari para
tokoh, atau yang sering disebut dengan gerak progresi dan regresi,
yang mampu memberikan kesan yang berbeda pada tiap tokohnya.
Pengungkapan penceritaan dari tiap tokoh, mampu menciptakan efek
imajinasi bagi pembaca, yang mampu diaplikasikan dalam realitas
kehidupan nyata.
Kepribadian individu
dalam mencapai gerak progresi atau gerak regresi pada tingkatan
kehidupan, merupakan hasil batin yang mengenai dan dikenai oleh daya
dari luar individu. Seperti yang diungkapkan oleh Carl Gustav Jung,
seorang pencipta teori tentang kepribadian psikologi yang berasal
dari keluarga cendekiawan di Kerewil (Kanton Thurgau), Swiss, yang
mengungkapkan bahwa kepribadian adalah seluruh pemikiran, perasaan
dan perilaku nyata baik yang disadari maupun yang tidak disadari.
Sebagai penulis, Jung sangat produktif. Banyak teori yang
diungkapkan, yang terdiri atas tiga bagian yaitu rangka struktur,
dinamika serta perkembangan kepribadian. Sedangkan bila dikaitkan
pada novel, maka hubungan kepribadian tersebut acap kali muncul
sebagai fungsi pokok dalam kehidupan sang tokoh. Walaupun, banyak
dampak yang akan terjadi antara penuangan cerita pengarang dengan
efek yang didapat pada pembaca, yang pasti ide-ide itu memiliki
tujuan yang jelas. Dalam hal kepribadian psikologi, banyak dilihat
dari adanya gerak progresi dan regresi pada masing-masing tokohnya.
Oleh karena itu, proses gerak kejiwaan pada tiap tokohnya, dapat
tercermin dalam karya sastra.
Di dalam dunia Indonesia, dikenal banyak pengarang
yang telah menghasilkan karya sastra dengan penyentuhan proses
kehidupan yang mencakup kejiwaan para tokohnya. Diantaranya S. Mara
Gandhi, salah seorang sastrawan Indonesia yang karya-karyanya banyak
dimuat di dalam berbagai novel, diataranya adalah Misteri Pembunuhan
di Kakek Bodo (1987), Misteri Rahasia Seorang Suami (1989), Misteri
Mega-Mega di Langit (1991), Misteri Empat Wajah Anastasia (1992),
Misteri Dian Yang Padam (1993), Misteri Kematian Cassanova (1998),
Misteri Kunci Tak Bertuan (1999), Antara Dua Cinta (2003), Cina
Seorang Playboy (2004), dan Misteri Mayat Yang Berpindah (2005).
Dalam penelitian ini, mengambil judul novel “Misteri
Mayat Yang Berpindah”
Novel Misteri Mayat
yang Berpindah, karangan S. Mara Gd,
merealisasikan tindakan tokohnya seperti dalam kehidupan nyata. Dalam
novel tersebut, bila dihubungkan dengan penokohan, pengarang
memberikan proses kejiwaan yang bermacam-macam di dalamnya. Psikologi
kepribadian yang terdapat di dalam novel Misteri
Mayat yang Berpindah karya S. Mara Gd,
terkait dengan para tokohnya memiliki dampak psikologis yang beragam.
Sebagai contoh, ketabahan dan kekuatan yang dimiliki pada tokoh
utama, yang pada akhirnya dia dapat melewati segala rintangan
kehidupan, bahkan dapat memilih keputusan yang lebih baik di antara
konflik batin yang dirasakan, sehingga terkait dengan nilai progresi
dalam dirinya. Selain itu juga, tokoh yang dimainkan oleh pemeran
pembantu tokoh utama, yang pada dasarnya memiliki proses regresi yang
terlihat pada kepribadian para tokoh yang kembali pada perkembangan
fase awal, yaitu fase perkembangan yang telah dilewati dan
ditinggalkannya, setelah mengalami proses kejiwaan yang menekannya.
Bila dikaitkan dengan pembelajaran sastra di
sekolah, maka novel tersebut sebagai salah satu karya sastra yang
merupakan bahan pembelajaran di SMA, karena novel mengemukakan suatu
permasalahan kehidupan secara bebas. Salah satu kelebihan novel
sebagai bahan pengajaran sastra adalah cukup mudahnya karya tersebut
dinikmati siswa sesuai dengan tingkat kemampuannya masing–masing
secara perorangan dan tujuan yang dicapai dalam pengajaran novel
adalah meliputi peningkatan kemampuan membaca baik secara ekstensif
maupun intensif (Rahmanto,1988:66). Jika pengajaran sastra dilakukan
dengan cara yang tepat, maka pangajaran sastra dapat juga memberikan
sumbangan yang besar untuk memecahkan masalah-masalah nyata yang
cukup sulit dipecahkan di dalam dunia pendidikan terutama pengajaran
di SMA.
Karya sastra novel tersebut mengkaji tentang
realitas kehidupan manusia yang mengandung nilai-nilai di dalamnya.
Jika dikaitkan dengan gerak progresi dan gerak regresi, maka di
dalam novel tersebut merupakan suatu bentuk psikologi yang masuk pada
unsur ekstrinsik. Sehingga psikologi tersebut dapat diajarkan di SMA
melalui pembelajaran novel kelas XI Semester 1, dengan Kompetensi
Dasar yaitu menganalisis unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik novel
Indonesia/terjemahan. Sehingga melalui pembelajaran gerak progresi
dan regresi dalam novel Misteri Mayat
yang Berpindah karya S. Mara Gd ini
diharapkan siswa mendapatkan pengalaman yang bernilai positif,
menambah wawasan, mengetahui hal-hal yang patut untuk dijadikan
sebagai pembelajaran bagi kehidupan siswa.
Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian
ini bentuk sastra novel, dikaji dan diarahkan pada Nilai Gerak
Progresi dan Regresi Jung dalam novel Misteri
Mayat yang Berpindah karya S. Mara Gd
dan Alternatif Pembelajarannya di SMA kelas XI semester 1.
- Rumusan Masalah
Permasalahan dalam skripsi ini adalah:
- Bagaimanakah nilai gerak progresi dan regresi Jung dalam novel Misteri Mayat yang Berpindah karya S. Mara Gd?
- Bagaimanakah alternatif pembelajaran nilai gerak progresi dan regresi Jung dalam novel Misteri Mayat yang Berpindah karya S. Mara Gd di SMA?
- Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini
adalah:
- Mendeskripsikan nilai gerak progresi dan regresi Jung dalam novel Misteri Mayat yang Berpindah karya S. Mara Gd.
- Mendeskripsikan alternatif pembelajaran nilai gerak progresi dan regresi Jung dalam novel Misteri Mayat yang Berpindah karya S. Mara Gd di SMA.
- Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat memberikan manfaat, yang
berupa manfaat teoritis dan manfaat praktis.
- Manfaat Teoritis
- Dapat meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan ketrampilan dalam mengapresiasikan karya sastra, khususnya nilai gerak progresi dan regresi Jung dalam novel Misteri Mayat yang Berpindah karya S. Mara Gd, ditinjau dari teori Carl Gustav Jung.
- Penelitian ini diharapkan dapat memperkuat teori Carl Gustav Jung dalam bentuk phyche atau kepribadian yang berkenaan dengan masalah gerak progresi yang ada di dalam diri seseorang.
- Dapat meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan ketrampilan dalam pengajaran karya sastra, khususnya nilai gerak progresi dan regresi Jung dalam novel Misteri Mayat yang Berpindah karya S. Mara Gd, di SMA.
- Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian bermanfaat sebagai
penumbuh kesadaran pembaca untuk mampu mengendalikan nilai gerak
progresi dan regresi secara individual agar mampu mengantisipasi
segala bentuk perubahan hidup secara sadar, seperti yang tercermin di
dalam novel Misteri Mayat yang
Berpindah, karya S. Mara Gd.
- Penegasan Istilah
Penegasan istilah diperlukan untuk menghindari
kesalahpahaman dan kemungkinan salah penafsiran. Istilah-istilah
tersebut adalah sebagai berikut:
- Novel
Novel selain karya fiksi, juga mengungkapkan aspek
kemanusiaan yang lebih mendalam dan disajikan dengan halus. Menurut
Suhariyanto (1982: 26), mengungkapkan bahwa novel merupakan karya
sastra yang berbentuk prosa dengan mengungkapkan suatu cerita serta
memuat unsur-unsur nilai yang otentik pada masing-masing tokoh.
- Nilai
Menurut Fudyartanta
(2005: 92-93), nilai merupakan intensitas. Jika menempatkan nilai
tinggi pada ide atau perasaan tertentu, hal ini berarti bahwa ide
atau perasaan itu dianggap penting. Sebaliknya, jika sesuatu tidak
begitu bernilai, energi yang dipakai untuk mencapainya juga akan
sedikit. Nilai mutlak suatu ide atau perasaan tidak dapat ditentukan,
kecuali nilai relatifnya. Cara yang sederhana untuk menentukan
nilai-nilai relatif energi psikis adalah dengan mengamati kegiatan
seseorang dalam periode waktu tertentu dan dengan cara menanyakan
sesorang apakah menyukai suatu hal melebihi hal lainnya. Urutan
pilihan atau preferensi dapat untuk menentukan urutan nilai energi
psikisnya. Nilai-nilai terikat kepada pengalaman, dan nilai-nilai
yang merupakan bagian struktur self,
dalam beberapa hal adalah nilai-nilai yang dialami langsung oleh
organisme dan dalam beberapa hal adalah nilai-nilai yang
diintroyeksikan atau diambil dari orang lain, tetapi dialaminya
secara langsung.
- Gerak
Menurut Sumadi Suryabrata (1982: 174-175), Gerak
itu mempunyai arah. Tiap gerak atau kerja itu pasti mempergunakan
energi. Pribadi merupakan pandangan sebagai sistem energi. Energi
yang menyebabkan kerja psikologis disebut dengan energi psikis.
Sistem gerak pada manusia dapat berpindah dari satu daerah ke daerah
lain, sehingga terdapat komunikasi yang maksimal antara berbagai
komponen kepribadian. Jika terdapat tingkah laku individu dalam taraf
yang seperti ini, maka penyesuaiannya terhadap juga baik, tetapi
jika hal sebaliknya terjadi, maka kemungkinan proses interaksi
terhadap diri sendiri maupun lingkungan tidak akan terjaga dengan
baik.
- Progresi
Gerak energi dalam kepribadian itu mempunyai arah,
maka gerakannya dapat dibedakan menjadi 2, yaitu arah gerak progresi
dan regresi. Pada arah gerak progresi, menurut Yusuf
dan Nurihsan (2008: 87), merupakan gerak ke
kesadaran dan berbentuk proses penyesuaian yang terus menerus
terhadap tuntutan kehidupan sadar. Kondisi energi tersebut
didistribusikan secara seimbang ke dalam seluruh kepribadian. Apabila
gerak progresi dalam kesadaran bertambah, maka energi dalam
ketidaksadaran akan berkurang. Oleh karena itu, agar terjadi proses
kepribadian yang seimbang harus ada unsur kesadaran secara menyeluruh
dalam masing-masing individu pribadi manusia.
- Regresi
Menurut Yusuf dan
Nurihsan (2008: 87), gerak regresi
disebabkan oleh kegagalan penyesuaian secara sadar dan terbangunnya
ketidaksadaran melalui kompleks. Hal ini mengakibatkan individu
kembali pada fase perkembangan yang telah dilewatinya atau menderita
neurosis. Ketidaksadaran pribadi terdiri dari pengalaman yang
disadari tetapi kemudian ditekan, dilupakan dan diabaikan serta
pengalaman yang terlalu lemah untuk menciptakan kesan sadar pada
pribadi seseorang. Ketidaksadaran pribadi berisi hal yang teramati,
terpikirkan, dan terasakan di bawah ambang kesadaran. Tetapi jika,
proses penyesuaian diri tidak dapat dikembalikan secara baik,
ketidaksadaran tersebut akan muncul sebagai gerak regresi.
- Metode Penelitian
Selain memerlukan seperangkat teori untuk
menganalisis objek penelitian, suatu penelitian selalu memerlukan
metode unutk memudahkan kerja penelitian. Metode diperlukan untuk
metode unutk memudahkan kerja penelitian. Metode diperlukan agar
dapat mengupas objek yang diteliti, begitu juga yang berbentuk karya
sastra. Metode adalah cara yang teratur dalam berpikir secara
sistematis untuk mencapai tujuan objek penelitian. Untuk menganalisis
nilai gerak progresi dan regresi dalam novel Misteri
Mayat yang Berpindah, penelitian ini
menggunakan metode kualitatif deskriptif, yaitu mendeskripsikan objek
penelitian, melalui kajian analisis kepustakaan dengan pendekatan
psikologi, serta penggunaan sumber data.
- Metode Kualitatif Deskriptif
Penggunaan metode kualitatif deskriptif, karena
yang diteliti adalah karya sastra yang berupa novel yang bersifat
imajinatif. Data yang diambil bukan berbentuk angka-angka, akan
tetapi kata-kata yang berbentuk pencatatan. Data yang digunakan
adalah data-data yang bersifat deskrit. Data deskrit adalah data-data
yang mendeskripsikan status dan peran tokoh perempuan dalam keluarga,
masyarakat dan lingkungan pekerjaan. Dalam jenis data ini, terkandung
rincian data yang lebih detail (Sugihastuti-Suharto, 2005: 22).
Sedangkan menurut Kutha Ratna (2009: 53),
metode deskriptif merupakan sebuah metode yang dilakukan dengan cara
mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analisis.
Dengan cara menguraikan dan memberikan pemahaman dan penjelasan
terhadap fakta-fakta yang muncul dari sebuah penelitian.
- Kajian Analisis Kepustakaan
Menurut Ambarini dan Nazla (2010: 7), metode
analisis merupakan suatu cara dalam bentuk sistem analisis dengan
objek karya sastra berupa penelitian yang berisi konsep untuk
menuntun tindakan konvensional ilmiah serta relevan, sesuai
kesepakatan yang ada, keilmuan dan sesuai dengan jaman. Unsur
pembangun dalam tindakan ilmiah merupakan sebuah perangkat yang
penting sebagai unsur pembangun dalam diri, diantaranya pandangan
hidup, pembentukan diri oleh lingkungan, fenomena pengalaman, serta
ragam perilaku.
Menurut Ambarini dan Nazla (2010: 11), kajian
pustaka merupakan sebuah konsep dasar tindak penelitian yang telah
disebutkan sebagai catatan ilmiah yang berkaitan dengan penelitian.
Secara umum tindak penelitian ini akan melibatkan objek, metode,
pendekatan, teori, fenomena sebagai bagian hipotesis. Kajian pustaka
ini dilakukan untuk mengetahui karya-karya perlu diadakan penelitian
kembali, baik dengan orang-orang yang terkenal dalam suatu bidang
pengetahuan, subjek penelitianya diambil dari beberapa referensi
sebagai acuan. Adapun acuan yang digunakan yaitu buku-buku yang
membicarakan masalah sastra, ilmu sastra, dan buku-buku dari disiplin
ilmu lainya yang mendukung masalah yang sedang diteliti.
- Pendekatan Psikologis
Pendekatan merupakan rancangan atau kebijakan
dalam memulai atau melaksanakan suatu pekerjaan/kegiatan, yang
memberi arah dan corak kepada metode di dasarkan pada asumsi yang
berkaitan (sebagai pedoman).
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah pendekatan psikologis. Karya sastra sebagai dunia pengalaman
yang merupakan tiruan kesemestaan. Pendekatan psikologis bertumpu
pada karya sastra dengan menganalisis seperangkat asumsi tentang
kualitas tingkah laku manusia dalam interaksinya dengan Tuhan, diri
sendiri maupun lingkungannya.
- Variabel Penelitian
Menurut Siswantoro (2005:62), mengatakan bahwa
variabel merupakan pusat kajian yang memfokus pada perumusan judul
agar lebih spesifik. Dengan adanya variabel, masalah akan menjadi
jelas dan dapat dianalisis menggunakan konsep teori tertentu.
Sehingga, di dalam penelitian ini terdapat dua variabel yang akan
diteliti, yaitu:
- Nilai gerak progresi dan regresi Jung dalam novel Misteri Mayat yang Berpindah karya S. Mara Gd.
- Alternatif Pembelajaran dalam nilai gerak progresi dan regresi Jung di SMA.
- Sumber Data
Sumber data diperoleh berdasar atas data
kualitatif yang diperoleh melalui data dalam bentuk bahan tertulis.
Data dari buku-buku yang membicarakan masalah sastra, ilmu sastra,
psikologi dan buku-buku dari disiplin ilmu lainnya yang mendukung
masalah yang sedang diteliti, terutama yang berkaitan dengan nilai
gerak progresi dan regresi di dalam teori Carl Gustav Jung yang
mengacu pada psikologi kepribadian.
- Langkah-langkah Penelitian
- Pengumpulan data
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah
melalui tahapan-tahapan sebagai berikut :
- Membaca novel Misteri Mayat yang Berpindah karya S. Mara Gd
secara cermat untuk memahami isinya.
- Mencatat tokoh dan penokohan yang muncul dalam novel Misteri Mayat yang Berpindah karya S. Mara Gd
- Mencatat Nilai Gerak Progresi dan Regresi Jung dalam novel Misteri Mayat yang Berpindah karya S. Mara Gd.
- Menarik simpulan dan hasil analisis dalam novel Misteri Mayat yang Berpindah karya S. Mara Gd.
- Analisis data
Data terdapat dalam poin yang dianalisis dan
diklasifikasikan berdasarkan pembagian nilai-nilai gerak progresi dan
regresi dalam novel sehingga dapat menunjukan suatu telaah kritik
sastra.
- Pemaparan hasil analisis data
Data yang telah dianalisis tersebut kemudian
dipaparkan. Hasil analisis dijadikan sebagai dasar pengambilan
simpulan.
- Sistematika Penulisan
Sistematika skripsi yang
berjudul fanatisme novel Misteri
Mayat yang Berpindah karya S. Mara Gd
dan pembelajarannya di
SMA adalah sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan. Pada bab ini diuraikan latar
belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
penegasan istilah, dan metode penelitian, sumber data, dan
sistematika penulisan skripsi.
Bab II Landasan Teori. Pada bab ini diuraikan
pengertian novel, unsur-unsur novel, pengertian nilai, pengertian
gerak progresi dan gerak regresi, Pengertian Psikologi Kepribadian
C.G Jung, Nilai Gerak Progresi, Regresi Jung dalam Karya Sastra serta
pembelajaran sastra di SMA.
Bab III Analisis nilai gerak progresi dan regresi
dalam novel Misteri Mayat yang Berpindah karya S. Mara Gd dan
Alternatif Pembelajarannya di SMA.
Bab IV Penutup, yang berisi simpulan dan saran.
BAB II
LANDASAN
TEORI
- Pengertian Novel
Karya sastra yang sering disebut novel merupakan
karya fiksi yang mempunyai unsur pembangun pada peristiwanya. Menurut
“The American College Dictionary”
(melalui Tarigan, Henry Guntur, 2000:
164), bahwa novel adalah suatu cerita prosa yang fiktif, dalam
panjang tertentu, yang melukiskan para tokoh, gerak, serta adegan
kehidupan nyata yang representatif dalam suatu alur atau suatu
keadaan yang agak kacau atau kusut. Sedangkan di dalam buku Ibrahim,
Syukur (1987: 182), mengatakan bahwa novel pada dasarnya merupakan
sebuah cerita atau laporan mengenai kejadian atau suatu pengalaman.
Sehingga, di dalam novel dapat dikemukakan sesuatu secara bebas,
menyajikan sesuatu secara riil, detil, dan lebih banyak melibatkan
berbagai permasalahan yang lebih kompleks.
- Unsur-unsur Novel
Novel mempunyai unsur-unsur pembangun. Dalam
sebuah novel, unsur-unsur pembangunnya saling terkait dan hadir
bersama-sama dalam membentuk sebuah cerita. Sedangkan unsur dibagi
menjadi 2 macam, meliputi unsur intinsik dan ekstrinsik.
- Unsur Dalam (Intrinsik)
Unsur dalam merupakan unsur yang membentuk karya
satra tersebut, seperti penokohan, tema, alur, pusat pengisahan,
latar dan juga bahasa. Sedangkan menurut pendapat dari Harjito (2006:
2), faktor intrinsik adalah faktor yang membangun cerita rekaan dari
dalam, dari dirinya sendiri. Unsur tersebut menyebabkan karya sastra
hadir sebagai karya sastra, unsur yang secara faktual akan dijumpai
jika pembaca membaca karya sastra. Dan unsur intrinsik sebuah novel
merupakan suatu bentuk unsur yang secara langsung turut serta dalam
membangun novel.
- Unsur Luar (Ekstrinsik)
Unsur ekstrinsik merupakan segala unsur yang
berada di luar suatu novel yang ikut mempengaruhi kehadiran karya
sastra tersebut, yang meliputi faktor ekonomi, faktor kebudayaan,
faktor sosial, faktor kepribadian, faktor politik dan faktor tata
nilai yang dianut oleh masyarakat. Menurut Harjito (2006: 1),
menyatakan bahwa unsur ekstrinsik adalah unsur luar yang turut
mempengaruhi kehadiran dalam cerita rekaan. Tetapi secara langsung,
unsur tersebut tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem
organisme karya sastra.
Namun, di dalam penelitian ini tidak semua unsur
yang akan dibahas. Penelitian ini akan mengkaji tentang unsur
ekstrinsik yang ada pada masing-masing berlakuan tokohnya. Hal ini
dikarenakan unsur tersebut berkaitan langsung dengan analisis nilai
gerak progresi dan regresi dalam novel Misteri
Mayat yang Berpindah karya S. Mara Gd.
Untuk menguraikan gerak progresi dan regresi dalam
novel tidak semua unsur digunakan, adapun unsur yang digunakan yaitu
tokoh dan penokohan, latar.
- Tokoh dan Penokohan
- Tokoh
Menurut Harjito (2007: 4), tokoh ialah pelaku
rekaan yang mengalami peristiwa atau berkelakuan dipelbagai
peristiwa. Sedangkan menurut Sudjiman (melalui Harjito, 2007: 5),
tokoh utama adalah tokoh yang memegang peran pimpinan dalam sebuah
cerita. Protagonis merupakan tokoh yang baik dan biasanya menarik
simpati pembaca, antagonis merupakan penentang utama atau tokoh
lawan.
Menurut Grimes (melalui Harjito, 2007: 5), tokoh
bawahan adalah tokoh yang kurang begitu penting kedudukannya dalam
cerita, tapi kehadirannya diperlukan untuk menunjang dan mendukung
tokoh utama.
Untuk menentukan tokoh utama ada empat cara (Saad
melalui Harjito, 2007: 5), yaitu; (1). Tokoh yang paling banyak
berhubungan dengan tokoh lain, (2). Tokoh yang paling banyak
memerlukan waktu penceritaan, (3). Tokoh utama juga dapat dilihat
dari judul cerita.
- Penokohan
Menurut Harjito (2007: 6) penokohan adalah cara
pengarang dalam menampilkan seorang tokoh. Penokohan dalam sebuah
cerita dibagi menjadi dua yaitu penokohan anatik dan dramatik.
Analitik
yaitu pengarang menampilkan watak dan perangai
secara langsung. Dramatik yaitu pengarang menawarkan kepada pembaca
untuk menyimpulkan sendiri bagaimana sifat sang tokoh, karena
pengarang menyebutkan secara tersirat mengenai perangai sang tokoh.
Menurut Luxemburg (melalui Harjito, 2007: 6-7),
untuk mencirikan tokoh dapat diketahui melalui; (1). Pengulangan,
dapat berbentuk tingkah, perkataan maupun hobi, (2). Akumulasi,
menggabungkan data-data tentang tokoh yang tercecer, (3). Kemiripan
dan pertentangan, baik dengan dirinya sendiri maupun dengan orang
lain.
Menurut Prihatmi (melalui Harjito, 2007: 7),
perwatakan/karakter/penokohan dapat dilihat dari; (1). Cakapan, (2).
Pikiran tokoh, (3). Stream of
consciousness, (4). Lukisan perasaan
tokoh, (5). Perbuatan Tokoh, (6). Sikap tokoh, (7). Pandangan tokoh
satu kepada tokoh lain, (8). Lukisan fisik, lukisan latar.
Menurut Oemarjati (melalui Harjito, 2007: 7),
stream of consciousness
mencakup monolog dan soliloqui. Monolog adalah cakapan batin yang
menjelaskan kejadian-kejadian yang sudah terjadi dan yang sedang
terjadi. Soliloqui merupakan cakapan batin yang menjelaskan hal-hal
yang akan terjadi. Berkait dengan alur, jika cerita beralur gerak
balik atau sorot balik secara otomatis sang tokoh bermonolog. Jika
tokoh ber-foreshadowing,
sang tokoh melakukan soliloqui.
- Latar
Menurut Harjito (2007: 10), latar merupakan segala
sesuatu yang berfungsi sebagai petunjuk, keterangan, acuan yang
berkait dengan waktu, ruang, suasana terjadinya sebuah peristiwa.
Latar terbagi menjadi latar sosial dan latar material. Latar sosial
merupakan sebuah gambaran keadaan masyarakat, adat istiadat, cara
hidup, termasuk bahasa. Sedangkan latar material merupakan wujud
suatu tempat secara fisik, misalnya bangunan atau nama daerah.
Menurut Keraf (2007: 148), latar merupakan sebuah
tempat tertentu yang digunakan sebagai tempat tokoh melakukan
tidak-tanduk dalam sebuah cerita. Latar dapat digambarkan secara
hidup-hidup dan terperinci, dapat pula digambarkan secara sketsa,
sesuai fungsi dan perannya pada tindak-tanduk yang berlangsung. Latar
dapat berfungsi sebagai unsur yang penting dalam kaitannya dengan
tindak-tanduk yang terjadi, atau hanya berperan sebagai unsur
tambahan saja. Pada bagian tertentu mungkin peranan latar menjadi
kurang penting bila dibandingkan dengan latar pada bagian yang lain.
Demikian latar juga dapat menjadi unsur penting ketika dapat
membentuk suasana pada suatu kurun waktu tertentu.
Menurut Hudson (melalui Harjito, 2007: 10), latar
dibedakan menjadi latar sosial dan latar material. Ditambahkan oleh
Sudjiman (dalam Harjito, 2007: 10-11), latar dibedakan ke dalam tiga
unsur pokok, yaitu latar sosial, latar tempat dan latar waktu. Tiga
unsur pokok latar adalah sebagai berikut:
- Latar Tempat
Latar tempat disebut juga sebagai latar material,
merupakan wujud suatu tempat secara fisik, yang menyaran pada lukisan
terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.
Unsur-unsur tempat yang dipergunakan dapat berupa tempat-tempat
dengan nama tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas,
misalnya bangunan atau nama daerah. Unsur latar merupakan bagian
keseluruhan karya yang dapat jadi dominan dan koherensif.
- Latar Waktu
Perlu dibedakan antara waktu cerita dan waktu
penceritaan. Waktu cerita berhubungannya dengan latar, kapan
terjadinya suatu peristiwa dalam cerita. Waktu penceritaan berkaitan
dengan waktu/ halaman yang dibutuhkan pengarang dalam menceritakan
sesuatu. Pengetahuan dan persepsi terhadap waktu sejarah itu kemudian
dipergunakan untuk mencoba masuk ke dalam suasana cerita.
- Latar Sosial
Latar sosial ialah mencakup penggambaran keadaan
masyarakat, kelompok-kelompok sosial dan sikapnya, adat istiadat,
cara hidup, termasuk bahasa.
Dari ketiga latar tersebut, dalam penelitian ini
yang akan dicari dan diperlakukan untuk menentukan gerak progresi dan
regresi adalah latar waktu dan tempat.
- Pengertian Nilai
Definisi nilai sering dirumuskan dalam konsep yang
berbeda-beda. Seperti dinyatakan Kurt Baier (melalui Mulyana 2004:
8), seorang sosiolog menafsirkan nilai dari sudut pandangnya sendiri
tentang keinginan, kebutuhan, kesenangan seseorang sampai pada sanksi
dan tekanan dari masyarakat. Seorang psikolog menafsirkan nilai
sebagai suatu kecenderungan perilaku yang berawal dari gejala-gejala
psikologis, seperti hasrat, motif, sikap, kebutuhan dan keyakinan
yang dimiliki secara individual sampai pada wujud tingkah lakunya
yang unik. Nilai adalah keyakinan yang membuat seseorang bertindak
atas dasar pilihannya, definisi ini dikemukakan oleh Gordon Allport
(melalui Mulyana 2004: 8), sebagai seorang ahli psikologi
kepribadian. Bagi Allport, nilai terjadi pada wilayah psikologis yang
disebut keyakinan. Karena itu keputusan benar-salah, baik-buruk,
indah-tidak indah pada wilayah ini merupakan hasil dari serentetan
proses psikologis yang kemudian mengarahkan individu pada tindakan
dan perbuatan yang sesuai dengan nilai pilihannya. Jadi dapat
dikatakan bahwa nilai berkaitan dengan sikap. Sikap lebih spesifik
sedangkan nilai lebih luas dan bahkan dapat mencakup beragam sikap.
Sikap merupakan seperangkat respon sedangkan nilai dapat menunjukkan
suatu kompleks yang utuh dari seperangkat respon yang muncul.
- Pengertian Gerak Progresi dan Regresi
- Pengertian Gerak Progresi
Ketika manusia menjadi lebih efisien dalam
memuaskan kebutuhan dasar dan kebutuhan biologisnya, mereka mempunyai
energi lebih banyak untuk mengembangkan minat kultural. Kepribadian
bukanlah sistem yang tertutup sama sekali, pertambahan dan
pengurangan energi terhadapnya adalah mungkin dan ini akan mengganggu
keseimbangan. Walaupun keseimbangan kekuatan yang permanen dalam
kepribadian tidak pernah tercapai, tetapi hal ini merupakan keadaan
ideal yang selalu dituju oleh distribusi energi. Keadaan ideal yang
dituju ini adalah diri yaitu kondisi arah gerak energi yang
didistribusikan secara seimbang dalam seluruh kepribadian diri.
Menurut Suryabrata (1982: 174), bahwa gerak energi itu mempunyai
arah, dan arah geraknya dapat dibedakan antara arah gerak progresi
dan regresi. Gerak progresi adalah gerak ke kesadaran dan berbentuk
proses penyesuaian yang terus menerus terhadap tuntutan-tuntutan
kehidupan sadar dunia luar maupun kebutuhan-kebutuhan ketidaksadaran.
Biasanya gerak progresi disebut gerak maju. Dalam progresi normal,
kekuatan-kekuatan penghalang dipersatukan secara selaras dan
koordinatif oleh proses-proses kejiwaan. Menurut Fudyartanta (2005:
107), mengatakan bahwa jalan maju atau progresi, yakni ego secara
sadar dapat menyesuaikan diri secara memuaskan. Pada progresi
normal, daya-daya yang berlawanan dipersatukan dalam suatu arus
proses psikis yang terkoordinasi dan harmonis.
- Pengertian Gerak Regresi
Selain berpengaruh pada gerak regresi, kepribadian
juga mengarah pada gerak regresi atau gerak mundur, yang menurut
Suryabrata (1996: 174), bahwa gerak regresi terjadi apabila dengan
gagalnya penyesuaian secara sadar dan karenanya terbangunkan
ketidaksadaran-misalnya lewat kompleks-kompleks terdesak terjadilah
penumpukan energi yang berat sebelah dan berakibat bahwa isi-isi
ketidaksadaran menjadi terlalu penuh energi dan kekuatannya bertambah
besar. Hal ini dapat berakibat individu kembali kepada fase
perkembangan yang telah dilewatinya, atau menderita neurosis, atau
bila terjadi pembalikan total dimana ketidaksadaran masuk ke
kesadaran maka orang yang bersangkutan akan menderita psikosis.
Sedangkan menurut Fudyartanta (2005: 107), bahwa jika gerak maju
terganggu oleh situasi yang menghambat, maka libido tidak dapat
disalurkan dalam nilai-nilai yang berorientasi ekstravert atau
berorientasi kepada lingkungan. Akibatnya, libido mengadakan regresi
ke dalam ketidaksadaran dan menyalurkan dirinya ke dalam nilai-nilai
yang introvert. Artinya, nilai-nilai ego yang objektif
ditransformasikan ke dalam nilai-nilai subjektif. Jadilah regresi
sebagai antitesis dari progresi, mundur menjadi lawan dari maju.
- Pengertian Psikologi Kepribadian C. G. Jung
Carl Gustav Jung, seorang pencipta teori psikologi
kepribadian yang berasal dari keluarga cendekiawan, yang lahir pada
tanggal 26 Juli 1875 di Kesswyl, Lake Costance, Canton Thurgau,
Swiss. Dalam memandang manusia, Jung menggabungkan pandangan
teleologi dan kausalitas. Dia memandang bahwa tingkah laku manusia
itu ditentukan tidak hanya oleh Sejarah individu dan rasi
(kausalitas) tetapi juga oleh tujuan dan aspirasi individu
(teleologi). Menurut Jung, masa lampau individu sebagai aktualitas
maupun masa depan individu sebagai potensialitas sama-sama membimbing
tingkah laku individu (Yusuf dan Nurihsan, 2008: 72). Sedangkan
menurut Fudyartanta (2005: 61), bahwa dasar teori Jung adalah
kepribadian manusia dipandang sebagai prospektif, dalam arti bahwa
Jung melihat ke depan ke arah garis perkembangan sang pribadi di masa
depan dan retrospektif, dalam arti, ia mempertahankan masa lampau.
Dalam hal ini, Jung menyatakan bahwa: “Orang hidup dibimbing oleh
tujuan-tujuan maupun sebab-sebab.” Jung menganggap, bahwa ada
perkembangan yang konstan dan seringkali kreatif, pencapaian arah
kesempurnaan dan kepenuhan, serta kerinduan lahir kembali. Jadi
dasar-dasar kepribadian bersifat arkhaik, primitif, bawaan, tidak
sadar dan mungkin universal. Sebagai seorang ahli psikologi, Jung
sangat produktif. Banyak teori yang diungkapkan, yang pada intinya
terdiri dari tiga bagian, yaitu rangka struktur, dinamika serta
perkembangan kepibadian (physhe).
Dan yang berkaitan dengan analisis novel Misteri Mayat yang Berpindah
karya S. Mara Gd, adalah berdasar pada dinamika kepribadian. Karena
pembentukan dinamika kepribadian yang berkembang menjadi
prinsip-prinsip interaksi dan fungsi/tujuan penggunaan energi psikis.
Nilai psikis dapat dilihat dari ukuran banyaknya energi psikis yang
tertanam dalam salah satu unsur kepribadian dan suatu ide atau
perasaan itu dapat memainkan peran penting dalam mengarahkan tingkah
laku. Selain memiliki nilai, energi psikis juga memiliki tujuan dan
arah gerak yang dapat diraih melalui gerak progresi dan regresi.
- Nilai Gerak Progresi, Regresi Jung dalam Karya Sastra
Jika dilihat dari beberapa uraian tentang gerka
progresi dan regresi, kesannya bahwa progresi itu mempunyai nilai
positif dan regresi mempunyai nilai negatif. Namun demikian itu
seluruhnya tidak benar, karena menurut Jung baik regresi maupun
progresi dibutuhkan oleh individu. Selanjutnya Jung menjelaskan bahwa
progresi terjadi atas dasar keharusan individu menyesuaikan diri
terhadap dunia luar. Adapun regresi terjadi atas dasar keharusan
individu menyesuaikan diri ke dalam diri sendiri. Kedua gerak energi
progresi dan regresi adalah bentuk yang seharusnya ada pada kejadian
psikis yang wajar. Progresi dan regresi hanya alat atau fase dalam
bekerjanya energi. Regresi merupakan pertanda bahwa ada sesuatu yang
tidak sesuaidalam diri individu, tetapi dapat juga merupakan jalan
untuk dapat memperkaya jiwa dengan cara memanggil gambaran yang ada
dalam ketidaksadaran ke dalam kesadaran (Yusuf dan Nurihsan, 2008:
87). Sedangkan menurut Fudyartanta (2005: 107), bahwa Jung masih
yakin, perkembangan regresi tidak selamanya menghasilkan sesuatu yang
secara tetap buruk, atas penyesuaian diri. Bahwa regresi dapat juga
membantu ego menemukan jalan untuk mengatasi rintangan yang
dihadapinya dan bergerak maju. Hal ini dapat terjadi, karena
ketidaksadaran pribadi dan kolektif berisi pengetahuan dan
kebijaksanaan masa lampau individual dan ras, yang telah direpresikan
(diabaikan). Ego melakukan regresi dengan maksud untuk menemukan
pengetahuan yang berguna dalam ketidasadaran, yang selanjutnya
memungkinkan untuk mengatasi kegagalannya. Gerak progresi dan regresi
dalam karya sastra berhubungan dengan ilmu jiwa, yang dapat diartikan
sebagai penyelidikan jiwa pengarang sebagai tipe/individu, proses
penciptaan, tipe-tipe jiwa dan norma-norma dalam karya sastra serta
mempengaruhi sastra terhadap pandangan masyarakat. Tingkatan jiwa ini
hanya dapat dicapai oleh manusia berupa perasaan, akal. Bila terjelma
dalam karya sastra berupa renungan moral, batin, sikap dan
pertimbangan pikiran.
- Pembelajaran Sastra di SMA
Karya sastra novel merupakan salah satu materi
kajian mata pelajaran bahasa Indonesia di SMA yang di dalamnya
mengacu pada sistem pembelajaran. Pembelajaran adalah penguasaan atau
pemerolehan pengetahuan tentang suatu subjek atau sebuah ketrampilan
dengan belajar, pengalaman, atau instruksi (Brown, 2008: 8).
Sedangkan Rahmanto (1993: 15), berpendapat bahwa pembelajaran karya
sastra bertujuan untuk meningkatkan ketrampilan berbahasa,
meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan cipta dan rasa, serta
menunjang pembentukan watak. Sebagai salah satu karya sastra, novel
merupakan salah satu materi kajian mata pelajaran bahasa Indonesia di
SMA. Melalui Kompetensi Dasar menganalisis unsur-unsur intrinsik dan
ekstrinsik novel Indonesia (standard isi 2006, SMA kelas XI), materi
nilai gerak progresi dan regresi Jung dalam novel Misteri
Mayat yang Berpindah karya S. Mara Gd
dapat diajarkan pada siswa. Novel memungkinkan siswa dalam
membacanya, hanyut dalam keasyikan. Novel-novel seperti ini jelas
dapat dijadikan sarana pendukung untuk memperkaya bacaan para siswa
disamping itu juga dijadikan sebagai sarana pendukung bahan
pengajaran oleh para guru sastra. Dengan adanya novel akan dapat
membina minat membaca siswa secara pribadi dan lebih lanjut akan
dapat meningkatkan semangat mereka untuk menekuni bacaan secara lebih
mendalam. Namun tingkat kemampuan tiap-tiap individu tidaklah sama.
Ini dapat menimbulkan masalah di kelas. Di satu pihak, guru harus
berusaha meningkatkan kemampuan membaca para siswanya yang masih
rendah, di pihak lain guru tidak ingin kemampuan membaca siswanya
yang telah maju terhalang. Oleh karenanya, untuk menyajikan
pengajaran novel, guru dituntut luwes dan menggunakan strategi kerja
kelompok yang baik. Tujuan pokok yang perlu dicapai adalah meliputi
peningkatan kemampuan membaca baik secara ekstensif maupun intensif.
Untuk mencapai tujuan tersebut ada beberapa prinsip yang harus
diperhatikan, meski prinsip itu dalam situasi tertentu perlu
dimodifikasi palaksanaannya. Berikut ini terdapat beberapa teknik
pengajaran novel:
- Pemilihan edisi buku
Buku-buku yang dicetak dengan kertas yang baik dan
cetakan yang bermutu biasanya lebih enak untuk dibaca. Sehingga
pemilihan buku layaknya dapat diperhatikan.
- Mengawali pembicaraan dengan menyenangkan
Sebagai seorang guru yang tidak hanya mengajarkan
nili-nilai edukatif pada siswa, juga bersifat komunikatif, layaknya
seorang guru mampu menunjukkan atau membacakan bagian-bagian yang
menarik dari buku yang akan menjadi pokok bahasan sehingga pada
prinsipnya siswa tertarik untuk membacanya lebih lanjut.
- Memberikan penahapan belajar
Untuk menyajikan novel kadang memerlukan waktu
yang jauh lebih panjang. Oleh karena itu, dalam membuat persiapan
guru hendaknya menentukan penahapan penyajian sebaik-baiknya. Setelah
guru menunjukkan bagian-bagian yang menarik dari novel tersebut, guru
memberikan penahapan untuk dibaca oleh siswa menjadi beberapa bab,
sehingga dapat disajikan dengan lancar.
- Membuat cerita lebih hidup
Ada beberapa cara yang dapat diterapkan untuk
membuat cerita lebih hidup, diantaranya dengan memutar film setelah
siswa membaca buku aslinya. Selain itu dapat pula dengan memberi
kesempatan pada siswa untuk merekonstruksi adegan dari buku dengan
cara-cara tertentu sehingga inti adegan itu menjadi lebih jelas.
- Membuat catatan ringkas
Novel memang biasanya panjang dan kompleks,
sehingga diperlukan suatu catatan ringkas untuk membantu siswa dalam
mengingat kesan-kesan yang didapat dari membaca novel. Catatan itu
dapat berupa daftar nama tokoh yang penting serta memberikan komentar
di dalam novel tersebut.
- Pengkajian Ulang
Dengan mengkaji menggunakan metode diskusi setelah
membaca seluruh isi novel, diharapkan dapat memperjelas kesan siswa
tentang novel yang mereka pelajari dan bisa juga digunakan untuk
memperbaiki kesan-kesan yang keliru.
Selain tekhnik pengajaran novel,
di dalam karya sastra juga harus ada beberapa
perencanaan pengajaran yang pada dasarnya
dapat meningkatkan sistem pembelajaran untuk mencapai suatu tujuan,
diantaranya:
- Materi Ajar
- Pengertian materi ajar
Bahan merupakan inti atau pokok materi. Bahan adalah sesuatu yang
akan disajikan kepada anak. Bahan pelajaran hendaknya sebagai
gabungan dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap, bahan sebagai
dasar kegiatan belajar siswa (Ngatmini, 2010:121).
Secara garis besar dapat dikemukakan bahwa materi ajar (instructional
materials) adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus
dikuasai peserta didik dalam rangka memenuhi standar kompetensi yang
ditetapkan. Materi ajar menempati posisi yang sangat penting dari
keseluruhan kurikulum, yang harus dipersiapkan agar pelaksanaan
pembelajaran dapat mencapai sasaran. Sasaran tersebut harus sesuai
dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dicapai
oleh peserta didik. Artinya, materi yang ditentukan untuk kegiatan
pembelajaran hendaknya materi yang benar-benar menunjang tercapainya
standar kompetensi dan kompetensi dasar, serta tercapainya indikator
(Ngatmini, 2010:122).
- Jenis-jenis materi ajar
Jenis-jenis materi ajar (Ngatmini, 2010:122) dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
- Fakta yaitu segala hal yang berwujud kenyataan dan kebenaran, meliputi nama-nama objek, peristiwa, sejarah, lambang, nama tempat, nama orang, nama bagian atau komponen suatu benda, dan sebagainya.
- Konsep yaitu segala yang berwujud pengertian-pengertian baru yang bisa timbul sebagai hasil pemikiran, meliputi definisi, pengertian, ciri khusus, hakikat, inti atau isi dan sebagainya.
- Prinsip yaitu berupa hal-hal utama, pokok, dan memiliki posisi terpenting, meiputi dalil, rumus, adagium, postulat, paradigma, teorema, serta hubungan antarkonsep yang menggambarkan implikasi sebab akibat.
- Prosedur merupakan langkah-langkah sistematis atau berurutan dalam mengerjakan suatu aktivitas dan kronologi suatu sistem.
- Sikap atau nilai merupakan hasil belajar aspek sikap, misalnya nilai kejujuran, kasih sayang, tolong-menolong, semangat dan minat belajar dan bekerja.
- Prinsip-prinsip Pengembangan Materi
Prinsip-prinsip yang dijadikan dasar dalam menentukan materi ajar
(Ngatmini, 2010:123) adalah
- Relevansi artinya kesesuaian.
- Konsisten artinya keajegan.
- Adequacy artinya kecukupan.
- Pendekatan
- Pengertian pendekatan
Pendekatan adalah seperangkat asumsi tentang hakikat bahasa, hakikat
belajar bahasa dan hakikat mengajarkan bahasa. Pendekatan merupakan
cara pandang, filsafat atau segala sesuatu yang diyakini
kebenarannya, sehingga ingin diwujudkan (Ngatmini, 2010:73).
- Jenis-jenis pendekatan
Dalam pembelajaran, terdapat beberapa pendekatan (Ngatmini,
2010:74-80).
- Pendekatan Kooperatif (cooperative learning) merupakan model pembelajaran yang berpusat pada siswa mendasarkan diri pada perspektif filosofi John Dewey ( melaui Ngatmini, 2010:75). John Dewey dalam mendukung diusulkan oleh para psikolog perkembangan dan kognitif kontemporer. Cooperative learning mendorong interkasi antara siswa dan guru atau siswa dengan siswa, mendorong pengalian dan ekplorasi ide oleh siswa.
- Pendekatan Problem Based Learning merupakan kegiatan pembelajaran yang guru berperan meyodorkan berbagai masalah, memberi pertanyaan dan menfasilitasi infestigasi dan dialog.
- Pendekatan Classrom Discussion (Diskusi kelas) merupakan prosedur yang digunakan untuk mendorong pertukaran verbal diantara siswa-siswanya. Diskusi sebagai situasi yang guru dan siswa atau siswa dan siswa lainnya saling bercakap-cakap dan berbagi ide dan pendapat.
- Pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) sebuah sistem belajar yang didasarkan pada filosofi bahwa siswa yang mampu menyerap palajaran apabila mereka menangkap makna dalam materi akademis yang mereka terima dan mereka menangkap makna dalam tugas-tugas sekolah jika mereka bisa mengaitkan informasi baru dengan pengetahuan dan pengalaman yang sudah mereka miliki sebelumnya (Ngatmini, 2010:10).
- Strategi
- Pengertian strategi
Secara harafiah berarti tipu muslihat untuk mencapai suatu maksud.
Menurut Ely (melalui Ngatmini,2010:73) strategi pembeajaran adalah
cara yang dipilih untuk menyampaikan materi ajar dalam lingkungan
pembelajaran tertentu. Jadi strategi pembelajaran adalah kegiatan
pembelajaran yang dipilih guru yang memberi kemudahan siswa unutk
dapat mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien.
- Jenis-jenis strategi
Strategi pembelajaran aktif (Ngatmini, 2010:87-93) diantaranya
sebagai berikut:
- Strategi pembelajaran aktif dengan Jigsaw
Sebagai strategi yang menarik jika meteri yang akan dipelajari dapat
dibagi menjadi beberapa bagian dan meteri tersebut tidak mengharuskan
urutan penyampaian. Kelebihan strategi ini dapat melibatkan seluruh
siswa dalam belajar dan sekaligus mengajarkan kepada orang lain.
- Strategi berpasangan
Adalah strategi yang digunakan untuk mengulang materi yang telah
diberikan sebelumnya. Namun demikian, materi baru pun tetap adapat
diajarkan dengan strategi ini dengan catatan siswa diberi tugas
mempelajari topik yang diajarkan terlebih dahulu, sehingga masuk
kelas mereka sudah memiliki bekal pengetahuan.
- Strategi pembelajaran Sinergis
Adalah strategi yang mengabungkan dua cara belajar yang berbeda.
Strategi ini memberikan kesempatan kepada siswa utnuk saling berbagai
hasil belajar dari metari yang sama dengan cara yang berbeda dengan
membandingkan catatan.
- Strategi Teks Acak
Merupakan strategi pembelajaran dengan menghadirkan teks yang di acak
untuk memahami materi yang ada pada teks tersebut. Teks acak dapat
digunakan untuk pembalajaran bahasa, seperti membaca pemahaman atau
berbicara. Dalam hal ini lebih memungkinkan aktifitas siswa atau
mahasiswa.
- Student Team-Achievement Divisions (STAD)/Tim Siswa kelompok Prestasi (Slavin, 1995)
Langkah-langkah :
- Membentuk kelompok yang anggotanya = 4 orang atau lebih secara hiterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku dll).
- Guru menyajikan pelajaran
- Guru memberikan tugas kepada keompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok. Anggotanya tahu menjelaskan pada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti.
- Guru memberi kuis atau pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak boleh saling membantu.
- Memberi evaluasi.
- Kesimpulan.
- Media
- Media
Media berasal dari kata medium (bahasa latin) berarti perantara.
Media merupakan segala sesuatu yang membawa pesan atau informasi dari
suatu sumber untuk disampaikan kepada penerima (Ngatmini, 2010:104).
Media dalam arti luas adalah setiap orang, bahan, alat, peristiwa
yang dapat menciptakan kondisi yang memunginkan siswa untuk menerima
pengetahuan, keterampilan, sikap. Dengan kata lain media sebagai
perantara fisik untuk menyampaikan isi pembelajaran, seperti buku,
video, suara guru dll. Media atau alat adalah sesuatu yang digunakan
guru untuk mengkomunikasikan pesan kepada siswa.
- Jenis media
Jenis-jenis media pembelajaran (Ngatmini, 2010:105) dapat
dikelompokkan sebagai berikut :
- Media visual, media ini dapat dibedakan menjadi
- Media yang tidak diproyeksikan : buku teks, modul, foto, bagan.
- Media yang diproyeksikan : transparasi, slide, TV (alatnya seperti OHP)
- Media audio : kaset, rekorder dll
- Media audio visual : TV, VCD
- Media berbasis komputer : multimedia pembelajaran interaktif (CAI / Central Audio visual Interactive)
- Multimedia kit : media pembelajaran yang lengkap atau komplit/satu set media.
- Metode
- Pengertian metode
Metode berasala dari Greka, metha dan hodos. Metha artinya melalui
atau melewati, hodos berarti cara atau jalan. Metode diartikan
sebagai jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai tujuan
tertentu (Ngatmini, 2010: 94). Metode ini berfungsi sebagai salah
satu alat untuk menyajikan bahan pelajaran dalam rangka pencapaian
tujuan pengajaran. Jadi metode adalah prosedur pembelajaran atau
rencana yang menyeluruh untuk menyajikan bahan ajar secara teratur
atas dasar prinsip tertentu sesuai dengan pendekatan yang
melandasinya.
- Jenis-jenis metode
- Metode Ceramah (Lecture atau Lecturing)
Metode ceramah adalah sebuah bentuk interaksi melalui penerangan dan
penuturan secara lisan oleh seseorang terhadap sekelompok pendengar
(Ngatmini, 2010:95). Setiap guru yang mengajar pasti memiliki tujuan
yang akan dicapai, maka metode ceramah masih penting untuk dilakukan.
- Metode Demonstrasi
Metode demontrasi digunakan jika seorang pengajar memperlihatkan
sesuatu proses pada seluruh kelompok anak (Ngatmini, 2010:96).
- Metode Eksperimen
Metode eksperimen jika guru mencoba mengerjakan sesuatu serta
mengamati proses dan hasil percobaan. Dengan eksperimen anak dapat
aktif melakukan sendiri atau mengamati orang lain yang bereksperimen
(Ngatmini, 2010:97).
- Metode Pemberian Tugas
Pemberian tugas dilaksanakan dengan tujuan dan petunjuk yang jelas.
Tujuan pemberian tugas untuk memberi latihan, meningkatkan pemahaman,
dan rasa tanggung jawab untuk mandiri (Ngatmini, 2010:97).
- Metode Karya Wisata
Metode karya wisata digunakan dengan tujuan untuk memperluas
cakrawala, wawasan siswa tentang alam. Karya
wisata dipandu oleh seorang atau beberapa
orang guru untuk mengunjungi tempat tertentu dengan maksud belajar
(Ngatmini, 2010:97).
- Metode Kerja Kelompok
Metode ini dipilih untuk memupuk kegotong royongan antar siswa.
Setiap kelompok diberi tugas dan tanggung jawab tersendiri. Dengan
kelompok dapat dipergunakan untuk mencapai suatu tujuan, sehingga
dasar pengelompokkannya dapat beragam (Ngatmini, 2010:97)
- Metode Tanya Jawab
Kegiatan utama metode tanya jawab adalah bertanya dan menjawab
pertanyaan dari siswa atau dari guru (melalui
Darmawang,dkk, 2008 : 110).
- Metode Diskusi
Gilstrap dan Martin (melalui Darmawang,dkk,
2008 : 112) mengatakan bahwa Metode diskusi merupakan suatu kegiatan
dimana sejumlah orang membicarakan secara bersama-sama melalui tukar
pendapat tentang suatu topik atau masalah, atau untuk mencari jawaban
dari suatu masalah berdasarkan semua fakta yang memungkinkan.
- Metode Penemuan
Metode penemuan merupakan format interaksi belajar mengajar yang
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan informasi tanpa
bantuan atau bimbingan guru (Darmawang,dkk,
2008 : 122).
- Evaluasi
Untuk dapat menentukan tercapai tidaknya tujuan pendidikan dan
pengajaran perlu diadakan usaha atau tindakan penilaian atau
evaluasi. Penilaian atau evaluasi pada dasarnya adalah memberikan
pertimbangan atau harga atau nilai berdasarkan kriteria tertentu
(Sudjana, 2004:111).
Dalam pembelajaran perlu diadakannya penilaian baik untuk siswa dan
guru itu sendiri. Penilaian bagi siswa berfungsi untuk mengetahui
tercapai tidaknya tujuan pengajaran, dalam hal ini adalah tujuan
instruksional khusus. Dengan fungsi ini dapat diketahui tingkat
penguasaan bahan pelajaran yang seharusnya dikuasai oleh para siswa
(Sudjana, 2004:111). Dengan kata lain dapat mengetahui hasil belajar
yang dicapai para siswa. Penilaian bagi guru berfungsi untuk
mengetahui keefektifan proses belajar mengajar yang telah dilakukan
guru (Sudjana, 2004:111). Dengan fungsi ini guru dapat mengetahui
berhasil atau tidaknya ia mengajar. Rendahnya hasil belajar yang
dicapai siswa tidak semata-mata disebabkan kemampuan siswa
tetapi juga bisa disebabkan kurang berhasilnya guru mengajar
BAB
III
ANALISIS NILAI GERAK PROGRESI DAN REGRESI JUNG DALAM NOVEL MISTERI
MAYAT YANG BERPINDAH KARYA
S. MARA GD DAN ALTERNATIF PEMBELAJARANNYA DI SMA
- Analisis Gerak Progresi dan Regresi
- Unsur-unsur Intrinsik Novel
- Tokoh
- Tokoh Utama
Untuk menemukan tokoh utama dalam novel ini dapat ditentukan dengan
cara menentukan tokoh yang selalu berkaitan dengan tema, tokoh yang
selalu berkaitan dengan tokoh lain, dan tokoh yang dalam
penceritaannya memerlukan waktu paling banyak.
- Tokoh yang paling banyak berhubungan dengan tema
Berdasarkan kaitannya dengan tema novel, yaitu seorang perempuan yang
dihadapkan pada satu persatu kematian keluarganya dengan kematian
yang beragam. Berikut kutipannya:
41
Beribu bayangan muncul
lagi dalam benak Julia, menari-nari hilang dan pergi seperti slide
iklan di bioskop. Hari ini dia berdiri di sini untuk mengantarkan
kepergian adiknya ke alam baka. Adiknya merupakan orang kelima yang
terdekat dengannya sudah mendahuluinya.
Konyol! Satu demi satu orang-orang yang terdekat dengannya
meninggalkannya. Satu persatu keluarganya pindah ke alam baka.
Transmigrasi. (Gandhi, 2005: 11)
Dari kutipan diatas menjelaskan bahwa Julia Takra mengantar kepergian
salah satu keluarganya, setelah sebelumnya dia telah mengantarkan
orang-orang yang dicintainya pergi ke alam baka.
Julia mengambil napas dalam.
“Rengkuhlah dia ke dalam pelukanmu, Jul. Kau sendiri telah
kehilangan anakmu. Sekarang Melani kehilangan ibunya. Anggaplah dia
sebagai anakmu sendiri.”
“Akan kupikirkan,” kata Julia berdiri dari duduknya. (Gandhi,
2005: 32)
Dari kutipan diatas menjelaskan bahwa setelah kematian keluarganya
secara terus menerus, masih tersisa keluarganya yang lain yang pantas
untuk dikasihi, yaitu keponakannya, Melani. Dan Emil Musa, adik
iparnya berharap agar Julia mau untuk memberikan kasih sayang
sepenuhnya kepada Melani seperti anaknya sendiri sabagai pengganti
anaknya yang telah pergi meninggalkannya akibat kecelakaan.
“Jul, demi Melani. Pikirkan dulu. Aku tidak minta komitmen apa-apa
darimu, cuma bahwa kau bersedia memikirkannya. Kalau bukan demi aku,
ya demi Melani. Kau mencintainya. Aku tahu kau mencintainya. Tolong
pertimbangkanlah lagi demi Melani.”
“Oke, oke, aku pikirkan,” kata Julia menghela napas dalam.
“Pikirkanlah selama waktu yang kaubutuhkan. Aku akan sabar menunggu
sampai kau datang kepadaku dengan jawaban yang positif.” (Gandhi,
2005: 128)
Pada kutipan diatas terlihat bahwa Julia mulai memikirkan untuk
mempertimbangkan keputusan Emil Musa untuk menikahinya, demi masa
depan Melani.
Tetapi ternyata semua keputusan Emil tidak didukung oleh putrinya.
Bahkan Melani sudah tidak percaya dengan tantenya lagi, walaupun
Julia sudah mengatakan bahwa dia tidak akan menikah dengan Emil Musa
bila Melani menyetujuinya. Seperti terlihat pada kutipan berikut.
Beberapa kali Julia berusaha menjelaskan kedudukannya, tapi tak
pernah berhasil. Walaupun dia sudah mengatakan bahwa dia tak akan
menikah dengan Emil jika Melani tidak menghendakinya, dia tetap tak
berhasil menembus dinding pemisah yang dibangun gadis itu
terhadapnya. Melani seakan-akan sudah tidak percaya lagi kepada
kata-katanya. (Gandhi, 2005: 154)
Setelah terjadi pembunuhan yang diduga dilakukan oleh Melani terhadap
ayahnya, akhirnya Julia menyusun rencana untuk Melani agar Melani
terbebas dari jeratan hukum dengan berbohong kepada polisi. Seperti
yang terdapat di dalam kutipan berikut.
“Dia tidak pernah bertanya kepadamu bagaimana jenazah Emil bisa
pindah tempat?”
“Tidak. Kami tak pernah membicarakan peristiwa itu. Aku asumsikan
saja bahwa dia tahu aku sudah mengatur segalanya supaya dia tidak
dicurigai polisi. Aku Cuma mengatakan kepadanya apa yang kuceritakan
kepada polisi tentang peristiwa itu dan bahwa dia harus berkata dia
ada di rumah temannya saat itu.” (Gandhi, 2005: 411)
Walaupun Julia mengira bahwa yang membunuh adik iparnya adalah
keponakannya sendiri, tapi saat Melani masuk Rumah Sakit, Julia tetap
setia untuk menemaninya sampai Melani sadar. seperti terdapat di
dalam kutipan berikut:
“Jul, pulanglah. Sudah pukul delapan pagi,” kata Alan Rahadian
kepada Julia Takra yang masih duduk menunggu di depan kamar ICU. “Kau
sudah berjaga disini sepanjang hari mulai kemarin sampai sekarang.
Kau harus pulang dan tidur, nanti kau sakit. Di sini kau toh tidak
bisa berbuat apa-apa.”
“Dia belum siuman sampai sekarang,” kata Julia bingung. “Aku
sangat takut, Al.” (Gandhi, 2005: 419)
Setelah Melani sembuh dari sakitnya, semua kejahatan pembunuhan mulai
terkuak. Ternyata dugaan Julia salah, saat dia memindahkan jenazah
ayahnya dari kamar Melani ke kamar Emil sendiri, untuk melindungi
Melani, ternyata yang melakukan pembunuhan itu adalah sopirnya
sendiri, Hadi. Berikut kutipannya:
“Saya sudah menceritakan bahwa Yu Sul dan saya membersihkan
noda-noda darah di lorong antara kamar Melani dan kamar Emil setelah
kami memindah jenazah Emil, bukan? Pada waktu itu saya merasa aneh,
kok noda-noda itu sudah kering. Mestinya kalau masih baru menetes kan
basah. Rupanya noda-noda itu menetes bukan saat Yu Sul dan saya
memindahkan jenazah Emil dari kamar Melani ke kamar Emil, melainkan
saat si Hadi pertama kalinya memindahkan jenazah Emil dari kamarnya
ke kamar Melani.” (Gandhi, 2005: 482)
Kutipan di atas menjelaskan noda darah yang sudah kering saat Julia
dengan dibantu Yu Sulika memindahkan jenazah Emil, yang ternyata
sebelumnya jenazah itu pernah dipindahkan oleh sang pembunuh, Hadi
untuk menghilangkan jejak.
“Tapi kepergianmu ke Bandung ini merupakan keputusan yang tepat.
Ini memberimu kesempatan untuk mengenal kakek dan nenekmu secara
lebih dekat. Mereka sudah tua. Waktunya tak banyak lagi bagi mereka.
Jangan lupa itu. Dan kau juga memerlukan perubahan suasana, supaya
kau lebih cepat melupakan tragedi yang terjadi di sini dan kau bisa
berkonsentrasi pada studimu.” (Gandhi, 2005: 492-493)
Kutipan di atas menjelaskan saat semua peristiwa yang dihadapi
keluarga Julia Takra selesai, akhirnya Melani ikut bersama nenek dan
kakeknya tinggal di Bandung untuk melanjutkan sekolahnya dan juga
untuk melupakan peristiwa yang telah dialaminya.
- Tokoh yang paling banyak berhubungan dengan tokoh lain
Tokoh Julia Takra sebagai tokoh utama novel ini karena Julia Takra
selalu mengalami peristiwa yang terlibat dengan tokoh yang lain.
Peristiwa-peristiwa yang menyatakan Julia Takra berhubungan dengan
tokoh lain, dapat dilihat dari kutipan-kutipan berikut ini:
- Tokoh Julia Takra berhubungan dengan tokoh Ir. Emil Musa
Emil Musa merupakan adik ipar dari Julia Takra, yang menikah dengan
Febria.
Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.
Pertama Julia mengerutkan keningnya, lalu dia membuka mulutnya, dan
kemudian melotot. Dia tidak bisa mempercayai apa yang didengarnya.
Dengan nada yang begitu otoriter, dengan gaya yang begitu memerintah,
iparnya ini berani menyuruhya berhenti bekerja untuk mengurus
rumah tangganya! Kurang ajar! Memangnya dia menganggap aku ini apa?
Budaknya? Pegawainya? (Gandhi, 2005: 27)
Dari kutipan diatas terlihat bahwa Julia diperintah oleh Emil Musa
untuk tidak lagi bekerja, tetai mengurus rumah tangga iparnya itu,
setelah kematian Febria, adik kandungnya.
- Tokoh Julia Takra berhubungan dengan tokoh Melani
Melani adalah keponakan Julia Takra. Melani adalah seorang anak yatim
yang ditinggalkan oleh ibunya dan akhirnya hidup dengan Julia Takra.
Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut ini.
“Waduh, Tante. Bagusnya!” kata Melani. “Dipakai. Tante,
dipakai! Sini, aku pakaikan!”
Julia membiarkan Melani mengenakan kalung itu di lehernya.
“Lihat, Tante, bagus lho!” katanya. (Gandhi, 2005: 109)
Dari kutipan di atas terlihat bahwa Melani begitu menyayangi Julia
dan sangat bahagia saat Julia memakaikan kalung pemberiannya pada
hari ulang tahunnya.
- Tokoh Julia Takra berhubungan dengan tokoh Alan Rahadian
Alan Rahadian merupakan teman dekat Julia Takra, yang juga merupakan
teman dari Febria. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut ini.
“Janji setia?”
“Setia sampai mati.”
“Semua praktek percewekan berhenti?”
“Sudah lama berhenti total.”
Julia tersenyum lebar.
“Oke,” katanya.
“Oke? Oke? Astaga, oke?” Alan kegirangan. Dia tidak menduga Julia
akan berkata “Oke” segampang itu, dia mengira Julia masih akan
mengetengahkan berbagai alasan.
“Oke aku mau mencoba,” kata Julia.
Alan serta-merta memeluknya, sedemikian bergairah dan gembiranya
sampai Julia mengaduh. (Gandhi, 2005: 71-72)
Pada kutipan di atas terlihat bahwa Alan Rahadian berjanji akan setia
pada Julia dan Julia akan mencoba untuk menerima Alan sebagai
kekasihnya.
- Tokoh Julia Takra berhubungan dengan tokoh Hadi Santoso
Hadi Santoso adalah sopir pribadi Emil Musa, yang telah bekerja lama
kepada keluarga Emil Musa. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan
berikut.
“Hadi, mana Melani?” tanya Julia kepada sopie Emil yang sedang
melap mobil di halaman.
“Barusan lari keluar, Bu.”
“Ayo cepat susul dia!” kata Julia.
Sejenak si sopir berdiri kebingungan.
“Lho, nanti Pak Emil... ?”
“Sudah, susullah dia dulu! Sekarang!”
Tanpa membantah lagi Hadi pun segera melemparkan lapnya ke lantai
begitu saja dan berlari ke arah Melani tadi berlari. (Gandhi, 2005:
133)
Kutipan di atas menceritakan tentang Hadi yang diperintah oleh Julia
untuk mencari Melani yang lari dari rumah setelah bertengkar dengan
ayahnya.
- Tokoh Julia Takra berhubungan dengan tokoh Sulika
Sulika merupakan pembantu rumah tangga Emil Musa yang telah lama
bekerja untuk keluarga Emil. Tetapi sebelum bekerja untuk keluarga
Emil Musa, Sulika telah lebih dulu bekerja pada keluarga orang tua
Julia Takra sejak Julia Takra masih kecil. Hal tersebut dapat dilihat
pada kutipan berikut.
“Yu, aku tidak bisa mengizinkan Melani dipenjarakan!” kata Julia.
“Dan saya tidak akan mengizinkan Non yang dipenjarakan!”
kata Sulika. “Saya yang merawat Non sejak kecil. Saya tidak mau Non
yang saya sayang-sayang, masuk penjara untuk menolong orang lain,
orang yang tak patut ditolong sama sekali!”
“Aku tahu Yu sangat sayang padaku dan aku merasa sangat bersyukur.
Itulah sebabnya aku merasa lebih tenteram jika aku tahu Yu menungguku
selama aku dipenjarakan.”
“Non tidak akan dipenjarakan!” kata Sulika. “Saya tidak
akan mengizinkan itu! Saya akan lapor kepada polisi.” (Gandhi,
2005: 358-359)
Kutipan di atas menunjukkan bahwa Sulika sangat menyayangi Julia.
Julia tidak ingin kalau sampai Melani dipenjara, jadi dia ingin
melindungi Melani, sedangkan Sulika lebih tidak ingin kalau sampai
Julia masuk penjara hanya untuk menolong Melani.
- Tokoh Julia Takra berhubungan dengan tokoh Kosasih dan Gozali
Kosasih dan Gozali adalah Kapten Polisi yang menangani kasus
pembunuhan di dalam keluarga Julia Takra. Hal itu dapat dibuktikan
dari kutipan di bawah ini.
“Ya. Itu sesuatu yang sungguh di luar bayangan saya,” kata Julia.
“Untung Pak Kosasih dan Pak Gozali sudah memperkirakan hal itu akan
terjadi sebelumnya. Seandainya tidak, Melani akan menjadi korbannya
pula.”
“Setelah Pak Gozali mengeliminasi baik Anda maupun Nona Melani
sebagai pembunuh Pak Emil Musa dan Bu Sulika, yang tersisa hanya ada
satu alternatif, yaitu Saudara Hadi. Maka kami menjebaknya,” kata
Kosasih. (Gandhi, 2005: 486)
Dari kutipan di atas terlihat bahwa Kosasih menceritakan kepada
Julia, saat kedua polisi itu menjebak Hadi, yang merupakan pembunuh
dari Emil Musa dan pembantunya, Sulika.
- Tokoh Julia Takra berhubungan dengan tokoh Musa Darian dan Ny. Musa Darian
Musa Darian dan Ny. Musa Darian merupakan orang tua dari Emil Musa,
sekaligus nenek dan kakek dari Melani. Hal tersebut terlihat pada
kutipan di bawah ini.
Perempuan putih itu tampak tegar. Matanya memang sembap, tapi detik
ini dia sama sekali tidak menangis. Dia menatap Julia dengan
pandangan tidak senang.
Julia menjulurkan tangannya tanpa berkata apa-apa. Perempuan tua itu
menyambut tangannya juga tanpa berkata apa-apa. (Gandhi, 2005: 230)
Pada kutipan di atas menceritakan saat Musa Darian dan Ny. Musa
Darian datang ke Surabaya untuk datang ke acara pemakaman anaknya,
Emil Musa. Dan pada saat akan memasuki rumah Emil Musa dia bertemu
dengan Julia Takra. Mereka bersalaman tanpa mengeluarkan sepatah kata
pun.
- Tokoh yang paling banyak memerlukan waktu penceritaan
Tokoh Julia Takra sebagai tokoh utama novel ini merupakan tokoh yang
paling banyak membutuhkan waktu penceritaan, karena pada dasarnya
alur ceritanya mengarah pada peristiwa yang melekat pada diri Julia
Takra. Peristiwa-peristiwa yang menyatakan bahwa Julia Takra paling
banyak memerlukan waktu penceritaan, terdapat pada kutipan berikut
ini.
“Mengapa kau selalu harus bersikap memerintah begini, Mil?”
katanya meledak. “Memerintah! Mengancam! Memojokkan! Tidakkah kau
bisa bicara dengan lebih halus? Tidakkah kau mau mempertimbangkan
perasaan orang lain? Bilang ‘minta tolong’ atau bertanya ‘maukah
kau?’ begitu tidak bisa? Kenapa setiap kalimatmu selalu ada kata
‘harus-harus-harus’?”
Terperangah, Emil Musa memandang kakak iparnya. Belum pernah dia
melihat Julia bersikap segarang ini terhadapnya. Selama ini walaupun
dia pernah menyaksikan Julia dan Febria bertengkar, Julia selalu bisa
mengendalikan dirinya, tidak pernah bicara keras-keras, tidak pernah
sambil melotot seperti sekarang ini. (Gandhi, 2005: 30)
Kutipan di atas menunjukkan bahwa Julia sangat membenci sikap Emil
yang terlalu otoriter dan ingin selalu mengendalikan orang lain. Emil
merasa kaget dengan perubahan sikap Julia yang belum pernah
dilihatnya ini.
“Apa!” protes Alan begitu mendengar bahwa Julia sudah mengajukan
permohonan untuk berhenti bekerja hari itu. “Tapi mengapa?”
“Melani membutuhkan aku, Al. Dia baru tujuh belas, dia membutuhkan
perhatian seorang ibu,” jelas Julia.
“Suruh ayahnya mencarikan ibu baru untuknya! Kau bukan ibunya!”
kata Alan.
“Al, jangan begitu. Ibunya baru saja meninggal lima hari yang lalu.
Kok kau tega berkata begitu!” (Gandhi, 2005: 44)
Pada kutipan tersebut menunjukkan bahwa Alan Rahadian tidak setuju
dengan pendapat Julia untuk berhenti bekerja dan mengurus keluarga
Emil Musa.
“Kan aku sudah bilang, demi Melani! Dan jangan sangka aku kan
tinggal serumah dengannya untuk selamanya. Tapi aku juga tidak
akan segera angkat kaki sekarang begitu cepat setelah kematian Febi.
Melani masih terguncang dan dia membutuhkan seseorang.” (Gandhi,
2005: 46)
Kutipan tersebut memperlihatkan bahwa Julia Takra tidak berniat
meninggalkan Melani setelah kematian Febria, tetapi dia juga tidak
akan tinggal lama-lama di rumah Emil.
“Kenapa Melani, Mil?” tanyanya melihat gadis itu sudah tidak ada
di tempatnya lagi.
“Aku tidak menyangka jika dia akan bereaksi seperti itu. Dia lari,”
kata Emil menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Ke kamarnya?”
“Tidak, rasanya dia lari ke luar,”
“Ke luar? Astaga!” Julia segera menyusul ke pintu depan. Ternyata
pintu depan rumah memang terbuka lebar dan Melani tak tampak batang
hidungnya. (Gandhi, 2005: 133)
Pada kutipan di atas terlihat jelas bahwa Melani tidak setuju dengan
keinginan ayahnya yang akan menikahi Tantenya sehingga Julia terpaksa
mengejarnya saat Melani lari dari rumah.
“Tidak, pisau itu sudah ada di sana ketika saya menemukan Pak Emil.
Dia tentunya telah memakai pisau itu untuk menusuk dirinya,” kata
Julia.
“Itu yang aneh, Bu Julia,” kata Gozali menatap perempuan itu
dengan tajam. “Pisau itu bukan senjata yang dipakai menusuk
korban.”
“Bukan?” tanya Julia terkesiap.
Gozali menggelengkan kepalanya.
“Oh!” kata Julia menutup mulutnya. Sinar panik tersorot dari
pandangan matanya. (Gandhi, 2005: 213)
Pada kutipan di atas menjelaskan bahwa ternyata polisi sudah mulai
mengetahui bahwa pisau yang digunakan untuk membunuh Emil Musa
bukanlah pisau yang sebenarnya. Dan dari situ Julia mulai khawatir
kalau polisi mulai mencurigai apabila sebenarnya Emil Musa tidak mati
karena bunuh diri.
“Kalau mereka tidak percaya, piye, Non?” tanya Sulika.
“Maksudmu?”
“Kalau mereka bilang Tuan Emil dibunuh?”
Julia bungkam.
“Kalau sampai ada yang dituduh membunuh Tuan?”
Julia menghela napas panjang lagi.
“Kita pikirkan nanti saja kalau sudah sampai ke sana,” katanya.
(Gandhi, 2005: 411)
Kutipan di atas menggambarkan ketakutan Sulika apabila polisi akan
curiga tentang kematian Emil Musa yang tidak wajar.
“Lalu kau mau berbuat apa? Kau mau bilang kau yang membunuh
Sulika? Polisi tak akan percaya itu. Mereka melihat betapa hancurnya
perasaanmu tadi pagi. Kau tak punya alasan untuk membunuhnya. Dan
tambahan pula, aku tak akan mengizinkan kau berbohong lagi untuk
Melani! Sekarang ceritakan, bagaimana dia membunuh Emil.”
“Aku... aku tidak tahu. sewaktu aku pulang dari berbelanja, aku
mendengar mereka bertengkar di kamar Melani. Tiba-tiba pintu terbuka
dan Melani lari keluar. Aku memanggilnya, tapi dia tidak berhenti.
Dia membuka pintu dan lari keluar rumah. Aku takut dia minggat lagi
seperti tempo hari, jadi kukejar dia, tapi aku kehilangan jejaknya.
Ketika aku kembali, dia... Emil sudah meninggal.”
“Di mana?”
“Di kamar Melani.” (Gandhi, 2005: 411)
Kutipan tersebut menceritakan saat Julia Takra menceritakan kejadian
yang sesungguhnya pada Alan Rahadian, saat dia menemukan Emil Musa
sudah tidak bernyawa di kamar Melani. Dan untuk itu, Alan tidak
mengizinkan lagi Julia berbohong lagi untuk menyelamatkan Melani.
- Tokoh Bawahan
Tokoh tambahan adalah tokoh yang pemunculannya dalam cerita lebih
sedikit, tidak terlalu dipentingkan, dan kehadirannya hanya jika ada
keterkaitannya dengan tokoh utama. Adapun tokoh tambahan dalam novel
ini adalah Febria Musa, Melani, Ir. Emil Musa, Musa Darian, Ny. Musa
Darian, , Alan Rahardian, Hadi Santoso, Sulika, Kapten Polisi
Kosasih dan Gozali.
Febria adalah tokoh tambahan. Kehadiran dalam keseluruhan cerita
paling sedikit dibandingkan dengan tokoh-tokoh yang lain.
Kehadirannya hanya mucul sedikit di awal cerita, sebagai pembuka.
Febria merupakan adik kandung Julia Takra yang meninggalkan suami dan
anaknya pergi ke alam baka akibat terkena aliran listrik di kamar
mandi. Hal tersebut dapat dibuktikan pada kutipan berikut.
Pertengkaran mereka berlangsung lama dan pedas malam itu.
Pertengkaran itu di akhiri dengan Julia mengatakan lebih baik dia
angkat kaki dari rumah Febria saja, dan Febria menuduh Julia tidak
tahu berterima kasih, setelah didampingi tanpa reserve di masa
susahnya, sekarang justru berbalik mendatangkan malu kepada orang
yang membantunya. Itulah komunikasinya yang terakhir dengan Febria.
Berikutnya dia melihat Febria, adiknya sudah mati di kamar mandinya.
(Gandhi, 2005: 21)
Pada kutipan berikut terlihat jika sebelum Febria ditemukan meninggal
di kamar mandinya, Julia Takra sempat bertengkar hebat dengan Febria.
Pertengkaran itu dipicu karena keinginan Julia untuk bekerja kembali
untuk mengisi waktu. Tetapi Fabri menganggap bahwa apa yang dilakukan
oleh kakaknya akan mendatangkan malu bagi keluarganya.
Melani merupakan tokoh tambahan. Kehadirannya dalam keseluruhan
cerita lebih sedikit dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitan
dengan tokoh utama. Tokoh Melani muncul di bagian awal sampai akhir
cerita. Melani merupakan anak dari almarhum adik kandungnya, Febria,
sehingga kehadirannya sangat membantu tokoh utama. Hal tersebut dapat
dilihat pada kutipan berikut.
“Tante kan memang bekerja,” kata Melani.
“Ya. Tapai Tante bersedia berhenti bekerja untuk menemanimu jika
itu yang kau inginkan. Jika tidak, Tante akan bekerja seperti
biasa dan kita hanya bertemu sore hari.”
Di luar dugaan Melani melemparkan lengannya memeluk Julia.
“Aku ingin Tante di sini,” katanya. “Enggak enak selalu makan
sendirian.” (Gandhi, 2005: 43)
Dari kutipan di atas dapat ditunjukkan bahwa tokoh utama Julia Takra
sangat menyayangi keponakannya, paham terhadap kondisi Melani yang
selalu kesepian di rumah tanpa ada yang menemani.
Melani mempunyai keterkaitan terhadap tokoh utama, hingga pada
akhirnya mereka semakin saling mengerti setelah banyak
peristiwa-peristiwa yang mereka alami bersama yang menjadikan tekanan
batin terhadap keduanya. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan
berikut.
“Ya. Oom Alan kan punya rumah sendiri. Tapi jangan khawatir,
rumahmu ini akan aku rawat dan pelihara supaya selalu berada dalam
keadaan baik sampai nanti kuserahkan kembali ke tanganmu.”
“Aku pasti kembali, Tante,” kata Melani. (Gandhi, 2005: 495)
Dari kutipan di atas tokoh Julia Takra berjanji walaupun dia akan
menikah dengan Alan Rahadian, tetapi dia akan tetap merawat rumah
Melani sampai Melani pulang dari studinya di Bandung.
Ir. Emil Musa merupakan tokoh tambahan. Kehadiran dalam keseluruhan
cerita hanya terjadi pada awal cerita sampai pertengahan cerita. Emil
Musa adalah suami Febria dan ayah dari Melani, sehingga kehadirannya
sangat membantu tokoh utama. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan
berikut ini.
Dengan nada yang begitu otoriter, dengan gaya yang begitu
memerintah, iparnya ini berani menyuruhya berhenti bekerja
untuk mengurus rumah tangganya! Kurang ajar! Memangnya dia menganggap
aku ini apa? Budaknya? Pegawainya? (Gandhi, 2005: 27)
Pada kutipan berikut terlihat bahwa Emil ingin agar Julia berhenti
bekerja untuk mengatur rumah tangganya setelah ditinggalkan oleh
Febria.tetapi bagi Julia, apa yang dilakukan oleh Emil merupakan
suatu penghinaan, seperti menganggap Julia sebagai bawahannya yang
gampang untuk diperintah.
Emil mempuyai keterkaitan terhadap tokoh utama. Emil ingin
mempersunting Julia menjadi istrinya. Hal itu dapat dilihat pada
kutipan di bawah ini.
“Sudahkah kau membicarakan ini dengan Melani?”
“Dia pasti menyambutnya dengan gembira, Jul.”
“Begini saja,” kata Julia mengangkat pantantnya dari sofa. “Kau
bicara dulu dengan Melani. Aku mau tahu apa pendapatnya. Aku baru
akan memikirkannya jika dia menyatakan setuju.”
“Dia pasti setuju, Jul.” (Gandhi, 2005: 128)
Dari kutipan tersbut dapat dilihat bahwa Emil menyatakan ingin
menikahi Julia Takra. Tapi Julia Takra tidak setuju begitu saja. Dia
memberi syarat jika Melani mau menerimanya menjadi ibu pengganti
Febria, maka Julia Takra akan memikirkannya.
Alan Rahadian merupakan tokoh tambahan. Keterkaitannya dengan tokoh
utama sangat jelas terlihat. Tokoh ini mempunyai keterlibatan dari
cerita di awal hingga akhir. Alan Rahadian merupakan tokoh yang dekat
dengan tokoh utama dan juga menjadi pembantu di setiap
peristiwa-peristiwa yang terjadi pada tokoh utama. Semua itu jelas
terlihata pada kutipan di bawah ini.
Kunjungan Alan menjadi semakin sering ke rumah Febria. Julia pun
mulai terbiasa dengan kehadiran laki-laki ini. Jika tadinya dia
muncul setiap dua bulan sekali, sekarang bisa setiap bulan sekali,
yang terakhir menjadi setiap dua bulan sekali. Alan pun sudah
dianggap sebagai teman keluarga. (Gandhi, 2005: 15)
Pada kutipan di atas terlihata bahwa Alan Rahadian muncul di awal
cerita. Setelah mulai kenal dengan sosok tokoh utama, Alan mulai
sering bertandang ke rumah Febria, untuk menemui Julia Takra.
Alan mempunyai keterkaitan yang sangat erat dengan tokoh utama sampai
pada akhir cerita. Hal tersebut ditunjukkan pada kutipan berikut.
“Aku sama sekali belum menyinggung hal itu dengannya. Aku takut
membuatnya shock atau apa. Walaupun sudah sadar, sebagian
besar waktunya dia hanya berbaring dengan mata terpejam. Aku tak tahu
apakah di memang tidur atau hanya tak ingin memandangku.”
“Mungkin dia merasa masih lemah dan memerlukan istirahat,” kata
Alan. “ Begitu pula kau. Sekarang kau kuantarkan pulang dan kau
langsung pergi tidur.” (Gandhi, 2005: 470-471)
Pada kutipan di atas menunjukkan bahwa Julia sangat memikirkan
keadaan Melani yang masih terbaring di rumah sakit, tetapi Alan
Rahadian lebih mengkhawatirkan kesehatan Julia Takra yang klihatan
lelah setelah menunggu Melani seharian.
Sulika merupakan tokoh tambahan. Kehadiran pada cerita hanya terlihat
jika ada keterkaitan dengan tokoh utama. Tokoh Sulika terlihat pada
sebagian cerita, yaitu dari awal cerita hingga menuju ke pertengahan
cerita. Sulika merupakan pembantu rumah tangga. Keterkaitan tersebut
dapat dilihat pada kutipan berikut.
“Ah, Non Kecil biasa begitu, kok kayak Non Juli enggak tahu aja.
Setiap kali kalau dimarahi mamanya sedikit aja, dia ngmbek ngunci
pintu kamarnya. Anak zaman sekarang tidak tahu sopan santun.”
Sulika tak pernah mengubah kebiasaan lamanya membahasakan Julia
dengan sebutan Non Juli seperti ketika dia pertama kali datang
bekerja sebagai pembantu di rumah orangtua Juli dulu, walau pun
sekarang Julia sudah mendekati empat puluh tahun dan sudah jelas
bukan seorang nona lagi. (Gandhi, 2005: 76-77)
Pada kutipan tersebut menjelaskan ketika Sulika menceritakan tentang
kedekatan Sulika dengan tokoh utama, yang sudah terjalin mulai Julia
Takra kecil hingga berusia sekitar empat puluh tahun, tetapi Sulika
masih saja memanggil Julia dengan kata “Non”.
Sulika merupakan tokoh yang paling dekat dengan tokoh utama.
Keterkaitan hubungannya dengan tokoh utama sangat jelas terlihat pada
kutipan berikut ini.
“Non tidak akan dipenjarakan!” kata Sulika. “Saya tidak
mengizinkan itu! Saya akan lapor kepada polisi.”
“Sudahlah, Yu, hal ini tak perlu kita ributkan lagi. Sekarang
pekerjaan kita sudah selesai, yuk kita pergi tidur,” kata Julia.
Dia menepuk bahu Sulika lalu keluar dari dapur. “Ah, Non Kecil
biasa begitu, kok kayak Non Juli enggak tahu aja. Setiap kali kalau
dimarahi mamanya sedikit aja, dia ngmbek ngunci pintu kamarnya. Anak
zaman sekarang tidak tahu sopan santun.” (Gandhi, 2005: 359)
Kutipan tersebut terlihat bahwa Sulika sangat menyayangi Julia Takra.
Sampai pada akhir cerita sebelum ditemukan meninggal, dia tetap tidak
menginginkan Julia Takra sampai ditangkap oleh polisi.
Kosasih dan Gozali merupakan tokoh tambahan pada cerita tersebut.
Hubungan dengan tokoh utama mulai terlihat pada bagian pertengahan
sampai akhir cerita. Kehadirannya mulai terlihat ketika terjadi
pembunuhan di rumah Emil Musa. Hal tersebut dapat dilihat pada
kutipan di bawah ini.
Kosasih berpaling kepada Gozali dan tersenyum. Gozali mengangguk
kecil lalu katanya kepada Julia, “Kalau begitu izinkan saya yang
mengajukan pertanyaan. Kapan terakhir kalinya Anda bertemu dengan
korban?”
“Kemarin pagi, sebelum Pak Emil berangkat ke kantor,” kata Julia.
Ada sesuatu pada sikap Gozali yang membuatnya khawatir. Sesuau yang
terpancar dari tatapan matanya membuat Julia merinding.
(Gandhi, 2005: 203-204)
Pada kutipan tersebut jelas terlihat saat Julia Takra diinterogasi
oleh kedua polisi tersebut tentang keterkaitannya dengan pembunuhan
Emil Musa, yang terjadi di rumahnya. Saat ditanya oleh kedua polisi
terebut, Julia merasa sedikit takut apabila semua kebohongannya akan
terkuak.
Kedua tokoh Kapten polisi tersbut cukup memberikan suatu manfaat yang
besar pada kehidupan sang tokoh utama, karena semua keterkaitan
konflik yang dialami Julia Takra penyelesaiannya sangat bergantung
pada hasil analisis dari Kosasih dan Gozali. Hal tersebut terlihat
pada kutipan di bawah ini.
“Mengapa lalu saya dilepaskan?” tanya Julia.
“Karena tak ada noda darah di pakaian Anda,” kata Kosasih. “Pak
Gozali yang mengemukakan fakta ini. Seandainya Anda menusuk Pak Emil
lima kali, pasti pakaian Anda akan terkena darah. Kami mengecek dan
ternyata Anda memakai pakaian yang sama sore itu dengan pakaian yang
Anda kenakan sewaktu saya tiba.” (Gandhi, 2005: 478)
Jika dilihat pada kutipan berikut menjelaskan tentang proses hasil
analisis dari penyelidikan Kosasiah dan Gozali tentang tidak
ditemukannya noda darah pada baju yang dikenakan Julia saat peristiwa
pembunuhan yang menimpa Emil Musa itu terjadi, sehingga dengan adanya
bukti kuat itu akhirnya polisi melepasakn Julia dari jeratan hukum.
Hadi Santoso merupakan tokoh tambahan. Keterkaitannya dengan tokoh
utama terlihat dari awal menuju ke pertengahan akhir cerita. Hadi
Santoso adalah sopir yang bekerja di rumah Ir. Emil Musa, yang
keterlibatannya dengan tokoh utama cukup membantu. Hal itu dapat
dibuktikan pada kutipan berikut.
“Hadi, mana Melani?” tanya Julia kepada sopir Emil yang sedang
melap mobil di halaman.
“Barusan lari keluar, Bu.”
“Ayo, cepat susul dia!” kata Julia. (Gandhi, 2005: 133)
Pada kutipan tersebut menunjukkan bahwa tokoh utama sangat bergantung
pada Hadi Santoso, terutama saat Melani pergi dari rumah setelah
bertengkar dengan ayahnya.
Hadi Santoso merupakan tokoh yang menjadi pusat konflik dan
permasalahan yang terjadi pada hidup tokoh utama, karena Melani
ternyata merupakan kekasih Hadi. Julia Takra dan keluarga yang lain
tidak menyetujui hubungan mereka. Hal itu terlihat pada kutipan di
bawah ini.
“Di,” kata Julia kepadanya. “Terima kasih atas perhatianmu.
Tapi saya minta kau jangan menjenguknya lagi. Saya rasa lebih baik
baginya jika dia tidak melihatmu lagi.”
“Ya, Bu, saya mengerti,” kata Hadi mengangguk. “Saya juga mau
minta maaf atas kejadian ini. Kalau hari Sabtu itu, saya tidak
menyuruhnya pulang, kecelakaan ini tidak sampai terjadi.” (Gandhi,
2005: 426)
Kutipan di atas menjelaskan tentang adanya larangan Julia Takra
kepada Hadi untuk bertemu dengen Melani. Keputsan tersebut diambil,
setelah banyak perubahan pada sikap Melani yang labil. Hadi pun
merasa bersalah dan berusaha minta maaf pada Julia atas semua
peristiwa yang terjadi pada Melani, sampai menyebabkan Melani
dilarikan ke rumah sakit akibat kecelakaan.
Musa Darian dan Ny. Musa Darian merupakan tokoh tambahan. Pada cerita
tersebut, kedua pasangan suami istri tersebut cukup membantu tokoh
utama untuk ikut menyelesaikan masalah yang dialami tokoh utama. Hal
tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut.
“Wah, orang ini memang keterlaluan,” kata Musa Darian.
“Keterlaluan kejam hatinya. Membunuh orang yang sama sekali tidak
tahu apa-apa.”
“Tentu saja dia kejam,” kata Nyonya Musa Darian yang entah
mengapa sejak kecelakaan Melani telah berubah menjadi lebih lembut
dan sabar. “Dia tega mau membunuh Melani juga! Padahal dia mengaku
mencintainya!” (Gandhi, 2005: 486)
Pada kutipan tersebut terlihat bahwa saat semua kejahatan yang
dilakukan oleh Hadi Santoso terbukti, Musa Darian tidak menyangka
bahwa seorang sopir tega melakukan hal tersebut sedangkan Ny. Musa
Darian simpatik dengan apa yang terjadi pada cucunya.
- Penokohan
Penokohan atau perwatakan ialah pelukisan mengenai tokoh cerita; baik
keadaan lahirnya maupun batinnnya yang dapat berupa: pandangan hidup,
sikap, keyakinan, adat istiadat dan sebagainya. Penokohan dapat
disajikan secara langsung (analitik) maupun secara tidak langsung
(dramatik). Berikut ini adalah penggambaran masing-masing tokoh yang
diungkapkan oleh pengarang.
- Julia Takra
Penokohan Julia Takra diungkapkan pengarang secara analitik sebagai
tokoh yang mempunyai sikap yang tertutup. Hal tersebut terdapat pada
kutipan berikut ini.
Julia yang dua tahun lebih tua, orangnya lebih introver, kaem kalau
boleh dikatakan dingin. Dia sangat jarang mengutarakan perasaannya.
Semua disimpannya di dalam hati. Tapi dia keras kepala, sangat keras
kepala. Pada akhirnya dia selalu melaksanakan apa yang selalu
diputuskannya dan tak pernah ada orang yang bisa membelokkan
keinginannya sekali dia membuat keputusan. (Gandhi, 2005: 12)
Dari kutipan di atas dapat terlihat bahwa Julia Takra mempuyai jiwa
yang kokoh tetapi sangat tertutup. Dia tidak mau mengungkapkan pa
yang dirasakan kepada orang lain. Tetapi walaupun tertutup, apa yang
menjadi keinginannya, harus segera dikerjakan dan tidak ada yang
dapat mencegahnya.
Selain itu tokoh Julia Takra juga diperkuat secara analitik oleh
tokoh bawahan, yaitu Sulika. Hal tersebut terdapat pada kutipan
berikut.
“Ah, tidak! Non Juli itu anak yang paling baik, tidak pernah
ngambek-ngambek begitu. Kalau dikasih tahu juga nurut, tidak banyak
tingkah. Diam tidak banyak bicara yang macem-macem. Makanya Non yang
jadi kesayangan orang serumah.” (Gandhi, 2005: 77)
Penokohan Julia Takra diungkapkan pengarang secara dramatik sebagai
tokoh yang mempunyai rasa pengertian yang tinggi, penyayang terhadap
saudara dan juga cukup humoris. Semua itu dijelaskan pada kutipan
berikut.
“Kalau kau memang lebih suka ditemani, aku akan berhenti bekerja.
Asal saja jangan setelah satu bulan kau jadi bosan keseringan
melihatku.”
“Enggak.” Kata Melani mempererat pelukannya.
“Selama ini, sebetulnya rumah terasa begitu sepi setiap aku pulang
sekolah, karena Mama jarang ada.”
“Bagus,” kata Julia. “Kalau begitu aku akan mohon kepada bosku,
dan setelah itu kita bisa melakukan banyak hal bersama-sama. Kau suka
itu?”
Melani mengangguk. Kali ini suatu senyuman tulus merekah di bibirnya.
(Gandhi, 2005: 43)
Pada kutipan tersebut di atas menjelaskan Julia Takra mempunyai rasa
kasih sayang yang besar terhadap keponakannya, yang telah
ditinggalkan oleh ibunya. Ternyata rasa itu disambut baik oleh Melani
yang ternyata memang butuh teman untuk berbagi.
Jadi, dari kutipan-kutipan di atas dapat dilihat bahwa sang pengarang
menggambarkan sosok Julia Takra dengan karakter yang sangat kuat,
antara satu sifat dan sifat yang lainnya. Dapat disimpulkan bahwa
Julia Takra adalah seorang yang mempunyai perasaan lembut, penuh
kasih sayang terhadap siapapun dan mau berkorban untuk orang-orang
yang disayanginy. Sehingga tidak heran, pembantunya pun juga
mengatakan hal yang baik untuk perilaku Julia yang selama ini
dikenalnya.
- Melani
Penokohan Melani diungkapkan secara analitik, sebagai tokoh yang yang
memiliki postur yang cukup proporsional sebagai seorang perempuan.
Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut
Dia berperawakan tinggi seperti ibu dan bibinya. Pada usianya yang
tujuh belas tahun ini dia sudah lebih tinggi sedikit daripada Julia
yang punya ukuran tinggi 1,65 meter, dan Melani masih terus akan
tumbuh. Febria selalu khawatir jangan-jangan anak gadisnya ini
akhirnya akan tumbuh terlalu tinggi sehingga kelak akan susah mencari
pasangan yang serasi. (Gandhi, 2005: 34).
Dalam kutipan di atas secara analitik memperlihatkan keadaan fisik
Melani, yang tingginya sudah melebihi bibinya. Bahkan dari
keluarganya takut akan pertumbuhan Melani yang semakin tumbuh,
sehingga keluraga cukup khawatir jika nantinya akan susah mendapatkan
jodoh.
Sedangkan penokohan yang diungkapkan terhadap tokoh Melani melalui
segi dramatik adalah sebagai seorang yang berjiwa tegar tetapi ada
kalanya juga hatinya mudah rapu, seperti terlihat pada kutipan
berikut ini.
Melani mengangkat wajahnya. Ada air yang mengambang di pelupuk
matanya. Ini suatu kejutan bagi Julia. Gadis itu tidak mudah
menangis, tetapi sekarang setelah tahu bahwa Julia berpacaran dengan
Alan, dia menangis! (Gandhi, 2005: 74-75)
Pada kutipan tersebut terlihat jika jiwa Melani tetap seorang
perempuan yang mempunyai perasaan, walaupun dari luar dia terlihat
tegar, tetapi jauh di hatinya dapat juga merasakan sedih, terutama
ketika orang yang paling dekat dengannya dirasa akan menjauh dan
memilih orang lain.
Dapat disimpulkan pada penggambaran penokohan Melani, pengarang
mengungkapkan sebagai seorang yang keras seperti ayahnya, tetapi di
balik itu tersimpan kelembutan pada perasaannya.
- Emil Musa
Penokohan seorang Emil Musa digambarkan pengarang sebagai seorang
yang memiliki kekuasaan, sehingga menganggap orang lain lebih rendah
dan dapat diatur sesuka hatinya. Penggambaran tersebut diungkapkan
pengarang secara analitik seperti berikut ini.
“Kita harus bicara,” kata Emil memberikan isyarat dengan
kepalanya supaya Julia keluar mengikutinya. Tak ada ucapan “Selamat
pagi” atau apa. Dengan Emil Musa, tak pernah ada basa-basi.
Orangnya kaku. Omongnya tidak banyak, tapi kalau ngomong, selalu suka
memakai nada memerintah. (Gandhi, 2005: 25)
Pada kutipan tersebut jelas terlihat jika Emil Musa digambarkan
sebagai seorang yang otoriter dan tidak mengetahui cara untuk berlaku
lebih kepada orang lain, bahkan kepada kakak iparnya sendiri.
Semuanya dianggap sama olehnya.
Selain penggambaran secara analaitik, penulis mengungkapkan penokohan
Emil Musa secara dramatik, dengan sifat yang jauh ebih baik, setelah
ada orang yang bisa merubahnya secara tidak langsung. Hal tersebut
dapat dilihat pada kutipan berikut ini.
“Rengkuhlah dia ke dalam pelukanmu, Jul. Kau sendiri telah
kehilangan anakmu. Sekarang Melani kehilangan ibunya. Anggaplah dia
sebagai anakmu sendiri.”
“Akan kupikirkan,” kata Julia berdiri dari duduknya.
“Jul, aku sekarang memohonmu. Bicaraku tadi mungkin kasar dan aku
minta maaf. Sekarang aku memohonmu,” kata Emil berdiri dari
sofanya. (Gandhi, 2005: 32-33)
Kutipan tersebut cukup menggambarkan sosok Emil yang berubah setelah
adanya ketulusan pada diri Julia yang membuatnya mampu
mengesampingkan ego yang terdapat di dalam hatinya. Dari seseorang
yang memiliki jiwa yang keras dan terlalu kolot menjadi seseorang
yang mampu memohon dan mengcapkan kata “maaf”, yang mungkin tak
pernah terlintas sebelumnya.
Jadi, penggambaran yang diungkapkan pengarang secara analitik dan
dramatik, bahwa Emil Musa merupakan sosok yang mempunyai rasa
otoriter yang tinggi, suka memerintah, tidak mengerti perasaan orang
lain. Tapi di balik itu semua, hati Julia Takra secara tidak sengaja
dapat meluluhkan hatinya yang keras bagaikan batu menjadi lembut dan
mulai merubah semua sikap negatifnya.
- Alan Rahadian
Pada sosok Alan Rahadian digambarkan oleh pengarang sebagai seorang
yang berhati besar dan rela berkorban demi orang yang dicintainya,
yaitu Julia Takra. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan di bawah
ini.
“Oh, Al, pengorbananmu sungguh besar. Kau ikut menderita gara-gara
semua ini,” kata Julia.
“Selama aku tahu kau sehat dan aman, hatiku tenteram, jangan
mengkhawatirkan diriku. Aku laki-laki. Bersandarlah di bahuku,”
kata Alan. (Gandhi, 2005: 424)
Kutipan tersebut menjelaskan bagaimana rasa sayang yang diberikan
oleh Alan Rahadian kepada Julia Takra. WalaupunAlan harus menderita,
tetapi baginya melihat Julia baik-baik saja adalah hal yang paling
melegakan hatinya.
Penokohan terhadap Alan Rahadian, juga digambarkan oleh pengarang
secara dramatik. Pengarang menggambarkan tokoh Alan Rahadian selain
seorang yang penyayang juga pekerja keras dan teratur. Hal ini
terlihat pad kutipan di bawah.
Seperti kebiasaannya setiap hari, Alan Rahadian pasti mengecek
pekerjaan anak buahnya di pasar. Seperti kebiasaanya pula dia
meninggalkan kantornya di kawasan industrial estate Rungkut
sekitar pukul sepuluh. Hari ini sasarannya adalah daerah pertokoan di
Mayjen Soengkono. (Gandhi, 2005: 263)
Terlihat pada kutipan berikut, Alan mempunyai suatu kebiasaaan yang
sudah sering dilakukannya, yaitu pada saat bekerja dia selalu
mengecek pekerjaan anak buahnya ke pabrik-pabrik dan pada saat itu
dia mengecek di daerah kawasan industrial estate.
Jadi, secara analitik maupun dramatik, tokoh Alan digambarkan oleh
pengarang sebagai seseorang yang memiliki jiwa besar, penyayang,
pekerja keras dan hidupnya selalu terarah dan teratur.
- Hadi Santoso
Penokohan yang digambarkan pada sosok Hadi Santoso secara analitik
adalah sebagai seorang yang baik dan telaten, di mata majikannya. Hal
tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut.
“Barangkali Bu Juli mau memeriksa keadaan peralatan mobil dulu
sebelum saya pulang?” kata Hadi.”Supaya tahu kalau semuanya saya
tinggalkan lengkap dan dalam keadaan baik.”
“Sudah, saya percaya padamu,” kata Julia tersenyum sedikit,
merasa sayang sopir sebaik ini harus diganti.
“Baik, Bu. Nanti kunci pintu garasi saya letakkan di meja dapur,”
kata Hadi.
“Ya. Terima kasih atas bantuanmu, Di.” (Gandhi, 2005: 354)
Penggambaran yang terlihat pada kutipan di atas adalah Julia Takra
sangat percaya terhadap Hadi Santoso, yang memang pada dasarnya di
mata Julia Takra seorang Hadi Santoso dipandang baik, memiliki
integritas yang tinggi, dan jarang melakukan kesalahan.
Penggambaran secara dramatik juga diungkapkan pengarang. Penokohan
seorang Hadi Santoso digambarkan sebagai seorang yang rajin dan
pekerja keras dalam bekerja. Hal itu dapat dibuktikan pada kutipan di
bawah ini.
“Eh, Bu, kalau mobilnya hari ini sudah tidak dipakai, mau saya bawa
ke bengkel. Sudah waktunya unutk mengganti oli. Nanti dari bengkel
saja, baru saya ke kantor,” usul Hadi masih tetap sopan. (Gandhi,
2005: 330).
Terlihat pada kutipan di atas Hadi merupakan seseorang yang rajin dan
selalu teratur menjalankan semua pekerjaanya. Dia sadar bahwa sebagai
seorang sopir harus berperilaku sopan terhadap majikannya.
Jadi, pada keseluruhan penggambaran tokoh Hadi Santoso, merupakan
seseorang yang demi pekerjaan yang diembannya, dia akan melakukan
dengan sepenuh hati, ulet, sopan dan telaten.
- Sulika
Secara dramatik, pengarang juga menggambarkan penokohan pada sosok
Sulika, pembantu rumah tangga. Penokohan Sulika terlihat sebagai
seorang yang penyayang dan baik. Semua itu diungkapkan oleh Julia
Takra secara langsung, seperti pada kutipan berikut ini.
“Tidak! Itu tidak benar! Dan aku tidak akan mengizinkan dia yang
menanggung aib itu! Yu Sulika adalah orang yang baik, dia bukan
seorang pembunuh! Dia tidak membunuh Emil! Dia hanya menulis itu
karena dia sayang padaku. Dia seperti ibuku, kakakku. Akulah
satu-satunya orang yang dianggap keluarganya. Dia mau
menyelamatkanku, tapi aku tidak bisa membiarkan dia menyandang
predikat sebagai seorang pembunuh,” kata Julia menangis. (Gandhi,
2005: 377)
Pada kutipan tersebut, terlihat bahwa Julia sangat menyayangi Sulika
seperti Sulika menyayanginya. Julia telah menganggap Sulika sebagai
seorang ibu sekaligus kakak baginya. Ketika Sulika diduga bunuh diri
setelah dianggap sebagai pelaku pembunuhan majikannya sendiri, Julia
Takra tidak percaya. Dia merasa bahwa Sulika menyelamatkannya agar
Julia tidak ditangkap polisi.
Pada panggambaran secara dramatik, Sulika digambarkan pengarang
sebagai orang yang perhatian terhadap Julia Takra, orang yang paling
disayanginya. Hal itu dapat dilihat pada kutipan berikut.
Satu-satunya orang yang menyambut kedatangan Julia dengan gembira
adalah Sulika. Begitu tiba di dalam rumah, kedua perempuan itupun
berpelukan tanpa berbicara. Lalu Sulika memegang siku Julia dan
membimbingnya masuk ke dalam kamarnya.
“Non duduk di sini. Saya ambilkan makan dulu,” kata Sulika
setelah Julia duduk diatas tempat tidurnya. (Gandhi, 2005: 301)
Kutipan tersebut menjelaskan ketika Julia telah pulang setelah
diinterogasi oleh polisi seharian, hanya Sulika dengan rasa sayangnya
langsung perhatian mengajak Julia untuk beristirahat dan menyuruh
Julia untuk masuk ke kamarnya, sedangkan Sulika menggambil minum
untuknya, agar Julia tenang.
Dapat disimpulkan pada penokohan Sulika sebagai seorang yang baik dan
penyayang serta perhatian, terutama kepada Julia Takra.
- Kosasih dan Gozali
Penokohan pada kedua Kapten polisi itu diungkapkan pengarang secara
analitik dan dramatik. Secara analitik, pengarang menggambarkan sosok
mereka sebagai seorang yang mempunyai pendirian teguh, terutama
terlihat pada sikap Gozali. Seperti pada kutipan berikut.
“Kita dengarkan dulu apa kata si sopir Hadi ini,” kata Gozali.
Kosasih bangkit dari kursinya.
“Oke, oke. Kau kalau sudah punya kemauan, tidak bisa dicegah. Aku
tak bakalan bisa tidur malam ini kalau kita tidak bicara dengan si
Hadi itu sekarang,” gerutunya. (Gandhi, 2005: 292)
Pada kutipan berikut, terlihat pada Gozali tidak mudah percaya dengan
analisis yang sebelumnya telah dibuatnya. Dia ingin lebih
mengumpulkan fakta-fakta baru untuk menuntaskan kasus pembunuhan yang
sedang ditanganinya. Seperti halnya Gozali, Kosasih pun juga memiliki
sikap yang sama.
Secara dramatik, pengarang menggambarkan sosok Kosasih sebagai
seorang yang setia dan sayang terhadap keluarga dan tidak menuntut,
seperti terlihat pada kutipan berikut.
“Ya, lain kali, kalau Bambang dan Ari mau menghabiskan, ya biarkan
saja to, Bu. Mereka yang muda-muda yang masih membutuhkan gizi
tinggi. Biar aku disisain kaldunya saja, sudah cukup. Asal ada sambal
aku sudah bisa makan lahap.”
“Bapak yang kerja keras menghidupi keluarga kok malah disisain
hanya kaldunya itu gimana,” kata Dessy. (Gandhi, 2005: 288)
“Wah, kalau bapakmu ini tidak bakalan lari,” kata Kosasih menepuk
dadanya. “Biar ibumu langsing atau gemuk seperti Bu Irma, Bapak
tetap mencintainya, namanya sudah menjadi istrinya puluhan tahun.”
(Gandhi, 2005: 289)
Dilihat pada kutipan berikut, bahwa Kosasih sangat sayang terhadap
anak-anaknya. Walaupun Kosasih merupakan satu-satunya orang yang
bekerja mencari nafkah untuk keluarga, tapi dia tidak menuntut
macam-macam pada keluarganya, bahkan dalam soal masakan. Dia tidak
masalah kalau setiap pulang, dia hanya makan dengan kaldu, yang
penting baginya adalah anaknya sehat, serta digambarkan sebagai
seorang yang setia.
Jika diambil kesimpulan pada penggambaran penokohan Gozali dan
Kosasih, dapat dilihat bahwa masing-masing tokoh hampir mempunyai
perwatakan yang sama yaitu sangat berhati-hati, berpendirian teguh,
teliti, sayang dan penyayang.
- Musa Darian dan Ny. Musa Darian
Penokohan Musa Darian dan Ny. Musa Darian diungkapkan pengarang
secara analitik sebagai tokoh yang mempuyai simpati yang besar,
penyabar dan lembut. Hal itu terlihat pada kutipan di bawah.
“Wah, orang ini memang keterlaluan,” kata Musa Darian.
“Keterlaluan kejam hatinya. Membunuh orang yang sama sekali tidak
tahu apa-apa.”
“Tentu saja dia kejam,” kata Nyonya Musa Darian yang entah
mengapa sejak kecelakaan Melani telah berubah menjadi lebih lembut
dan sabar. (Gandhi, 2005: 486)
Kutipan berikut menjelaskan saat polisi mulai membongkar modus
pembunuhan yang dilakukan oleh Hadi. Walaupun Ny. Musa Darian merasa
kecewa dengan sikap Hadi, tetapi dia tetap terkesan lembut dan sabar
menghadapi kenyataan, bahwa yang membunuh anak kandungnya, adalah
sopirnya sendiri.
Penokohan Musa Darian dan Ny. Musa Darian diungkapkan pengarang
secara dramatik dilihat pada sikap tokoh tersebut yang sedikit saling
bertolak belakang. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut.
“Tapi aku tidak rela...” si nenek tidak mau mengalah.
“Kalau kau mau tinggal di sini untuk sementara juga boleh,”
potong Musa Darian lagi. “Mugkin memang lebih baik begitu. Melani
kan jarang bertemu kita. Tinggallah di sini supaya Melani bisa akrab
dengan neneknya. Biar aku yang kembali ke Bandung sendiri.”
(Gandhi, 2005: 240)
Dalam kutipan di atas menerangkan tentang adannya perbedaan pendapat
antara pasangan suami istri. Ny. Musa Darian tidak mau mengalah
apabila nantinya Melani harus tetap tinggal di Bandung, setelah
menjadi yatim piatu, tetapi Musa Darian kiranya lebih menyarankan
agar neneknya tinggal untuk sementara waktu di Surabaya agar cucunya
lebih mengenal neneknya lebih lama. Jadi, dapat disimpulkan bahwa
Musa Darian memiliki watak sabar dan simpati. Sedangkan istrinya
memiliki watak tidak mau mengalah, tapi terkadang tetap dapat sabar
dan lembut.
- Latar dan setting
Latar disebut juga setting, yaitu tempat atau waktu terjadinya
cerita. Latar atau setting disebut juga sebagai landas tumpu,
menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan
sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.
- Latar Tempat
Latar tempat merupakan lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan
dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin
berupa tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin inisial
tertentu tanpa nama jelas. Penggunaan latar tempat dengan nama-nama
tertentu haruslah mencerminkan atau paling tidak tak bertentangan
dengan sifat dan keadaan geografis tempat bersangkutan.
Rumah Emil Musa adalah tempat sentral yang sering diungkapkan di
dalam novel ini. Diantaranya terdapat pada kutipan berikut ini.
Julia sedang ngobrol dengan Sulika di dapur sambil menyediakan
sarapan pagi ketika Insinyur Emil Musa menongolkan kepalanya di sana.
(Gandhi, 2005: 25)
Pukul setengah delapan malam ketika Melani tidak mucul di meja makan,
Julia bangkit dari kursinya dan mengetuk pintu kamar gadis itu.
(Gandhi, 2005: 33)
Kamar ini kecil saja, hanya berukuran dua kali tiga meter persegi.
Sebuah tempat tidur menempel di dinding. Seprainya tampak sudah
kusut, bekas ditiduri. Di kolongnya berjajar rapi sepasang sandal
jepit. (Gandhi, 2005: 365)
Pada ketiga kutipan novel di atas masing-masing menceritakan tempat
yang saat itu digunakan. Kutipan pertama menjelaskan bahwa saat Emil
Musa melongokkan kepala untuk memanggil Julia, Julia dan sulika
sedang mengobrol bersama. Pada kutipan kedua menjelaskan saat Julia
memanggil Melani makan malam, setelah melihat gadis itu belum duduk
di kursi makannya. Pada kutipan ketiga, terlihat di kamar tidurnya.
Sehingga pada ketiga kutipan tersebut, menjelaskan bahwa semua
kejadian berada di dalam rumah.
Pinggir jalan di kota Surabaya, menujukkan latar terjadinya peristiwa
kejar-kejaran antara Melani dan sopir. Hal itu dibuktikan pada
penggalan kutipan di bawah ini.
Nasibnya ternyata mujur , karena tak lama setelah itu, tak jauh di
depannya dia melihat gadis itu berjalan dengan lunglai di pinggir
jalan. Hadi segera memerintahkan kakinya yang sudah capek itu untuk
memperpendek jarak antara tempatnya dengan si gadis di depan. Begitu
terkejar, dia segera memegang pangkal lengan gadis itu dari belakang.
(Gandhi, 2005: 137)
Pada kutipan tersebut menjelaskan saat Hadi mengejar Melani, setelah
dia kabur dari rumahnya karena bertengkar dengan Emil Musa. Dan saat
Hadi sudah menemukan gadis yag dikejarnya, akhirnya dia tidak
mengulur waktu lagi, dia lansung memegang lengan Melani agar tidak
lari lagi karena kakinya juga sudah capek, setelah cukup lama mencari
dan mengejarnya.
Hotel kelas empat merupakan tempat yang dituju oleh para pemuda
pemudi untuk saling bercinta, begitu juga Melani dan sopirnya. Semua
itu dapat secara tersirat terlihat pada kutipan berikut ini.
“Aku masih senang bersama Mas di sini,” kata si gadis malah
memegang lengan lelaki itu erat-erat. Dahinya masih berkeringat. AC
butut yang mengeluarkan dengung keras di kamar itu sama sekali tidak
mendinginkan ruangan, sebaliknya justru membuatnya semakin pengap
oleh bau keringat bermacam-macam manusia penyewa kamar itu yang
terperangkap di dalamnya. (Gandhi, 2005: 160)
Dari kutipan di atas dapat ditunjukkan latar tempat Melani dan
sopirnya berhubungan layaknya suami istri. Disitu diceritakan di
tempat yang sempit, dengan AC yang sudah mulai usang, Melani yang
masih ingin berlama-lama berada di kamar hotel itu dengan Hadi,
setelah melakukan persetubuhan bersama.
Tunjungan Plaza, merupakan mall tempat Julia Taka membeli barang
kebutuhan sehari-hari. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan
berikut ini.
Julia tidak sadar berapa lama dia sudah berjalan keluar-masuk toko di
Tunjungan Plaza. Dia ingin membelikan sesuatu untuk Melani, untuk
menyenangkan hati gadis itu. Sehelai baju baru barangkali bisa
mencairkan hati gadis itu, pikirnya. (Gandhi, 2005: 176)
Pada kutipan tersebut terlihat bahwa Julia Takra berada di sana untuk
membelikan Melani baju, agar kemarahan Melani terhadapnya sedikit
mereda, sampai lupa waktu.
Surabaya adalah kota titik sentral dari seluruh cerita. Dan latar itu
secara langsung dipaparkan pada kutipan di bawah ini.
Sejenak lamanya Hadi tidak bersuara. Mereka sudah keluar dari arus
lalu lintas yang padat dan sekarang mobil sedang meluncur di daerah
pemukiman elite di kota satelit Surabaya. Pukul setengah sepuluh
begini daerah ini sudah sepi karena para pemukim yang ke kantor atau
ke sekolah sudah berangkat, sehingga lalu lintas di daerah ini
lengang. (Gandhi, 2005: 315)
Pada kutipan tersebut, secara tersirat menggambarkan letak dari
seluruh cerita tersebut dilakukan. Di kota elite yang pada jam
setengah sepuluh pagi, biasanya orang-orang telah sibuk dengan urusan
mereka masing-masing dan Hadi membawa Melani berjalan-jalan ke sana.
Saat itu Melani tidak berangkat sekolah pasca kematian ayahnya.
Jalan Pasar Kembang merupakan jalan yang ada di salah satu kota
Surabaya sekaligus tempat Moris Harjanto lewat saat itu. Hal tersebut
dapat diperjelas pada kutipan berikut.
“Siang itu saya datang dari Jalan Diponegoro masuk ke Jalan Pasar
Kembang. Jalanan macet karena ada pikep yang mogok di tengah jalan.
Saya duduk di dalam mobil sambil menengok ke kanan dan ke kiri,
menunggu lalu lintas bergerak kembali. Kebetulan posisi mobil saya
ada di sebelah kiri jalan, dan saya berhenti tepat di depan hotel
murah ini.” (Gandhi, 2005: 446).
Pada kutipan tersebut jelas bahwaMoris Harjanto melewati sedang
menjelaskan posisinya saat itu, saat dia melihat Melani dan sopirnya
keluar dari hotel murah yang ditempati mereka untuk bercinta.
Sekaligus latar ini menjelaskan letak keberadaan hotel tersebut.
Rumah Sakit merupakan tempat Melani dirawat pasca kecelakaan yang
terjadi padanya. Hal itu secara langsung diungkapkan pada kutipan
berikut ini.
Suasana di rumah sakit sudah sepi. Jam di dinding tengah menunjukkan
pukul setengah sepuluh malam. Kamar-kamar pasien sudah gelap. Hanya
di ujung lorong yang terang, tempat meja suster-suster yang berdinas
malam berjaga. Di sana pun sepi, hanya tampak seorang suster yang
duduk di meja sambil menulis. (Gandhi, 2005: 471)
Pada kutipan tersebut menggambarkan secara meluas keadaan rumah sakit
tempat Melani dirawat, dengan penjagaan yang cukup oleh suster-suster
jaga di rumah sakit tersebut pada malam hari.
Dari semua analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa latar tempat
dalam novel ini adalah sebagian besar berada di rumah Emil Musa,
hotel yang berada di Jalan Pasar Kembang, di pinggir jalan kota
Surabaya, Mall Tunjungan Plaza, Rumah Sakit.
- Latar Waktu
Latar Waktu, berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.
Masalah “kapan” tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu
faktual, waktu yang ada kaitannya dengan peristiwa sejarah. Masalah
waktu dalam karya naratif bermakna ganda, di satu pihak menyaran pada
waktu penceritaan, waktu penulisan cerita, dan di pihak lain menunjuk
pada waktu dan urutan waktu terjadinya dan dikisahkan dalam cerita.
- Waktu pagi hari
Terdapat dua kutipan yang manunjukkan waktu di pagi hari. Yang
pertama, ketika Emil Musa menunggu Melani di meja makan, tetapi Julia
sengaja tidak berada di ruang makan untuk memberikan kebebasan kepada
ayah dan anak itu berbicara empat mata. Kutipan yang kedua,
menjelaskan ketika Julia sangat senang menjadi orang pertama yang
bangun di pagi hari. Hal tersebut dapat dibuktikan pada kutipan di
bawah ini.
Rabu, 8 Juli
Pagi ini sengaja Julia tidak muncul di meja makan setelah Sulika
menyiapkan sarapan. Julia menyibukkan dirinya di dapur dan mengobrol
dengan pembantu setianya.
Emil Musa melirik arlojinya dengan tidak sabar. Karena sekolah libur,
Melani tidak bangun seperti biasanya. Apalagi semalam dia sudah tidur
lebih malam daripada biasanya juga. (Gandhi, 2005: 130)
Seperti biasanya Julia bangun pukul setengah enam. Dia selalu senang
menjadi orang pertama yang bangun di rumah itu. Enak rasanya menjadi
yang pertama mandi pagi-pagi. Segar dan nikmat. (Gandhi, 2005: 360)
Pada kedua kutipan tersebut menjelaskan tentang kejadian di waktu
pagi pada hari Rabu tanggal 8 Juli yang menunjukkan saat Julia dengan
sengaja berada menyibukkan diri di dapur bersama pembantunya agar
Emil dan Melani nantinya dapat berbicara dengan leluasa. Kutipan yang
lain menjelaskan tentang Julia yang saat itu paling pagi bangun dan
sangat senang bisa mandi pertama karena merasa sangat segar dan
nikmat.
- Waktu siang hari
Latar waktu di siang hari di dalam cerita tersebut terlihat pada saat
Julia menghadiri acara pemakaman Febria dan latar kedua menunjukkan
saat Kosasih dan Gozali datang ke rumah Julia Takra untuk
menginterogasi dan menyidik lebih lanjut yang berkaitan dengan dengan
kematian Emil Musa. Berikut kutipan yang menunjukkan latar waktu
tersebut.
Kamis, 7 Mei
Hari yang panas. Matahari bersinar terang benderang. Menyengat tanpa
ampun orang-orang yang tidak berteduh di bawah naungan pepohonan,
lindungan atap atau payung. Di bawah sepatunya, gumpalan-gumpalan
tanah yang tidak merata membuatnya susah untuk berdiri dengan kokoh.
Apalagi dirinya sedang memeluk Melani yang bersandar lemas padanya.
(Gandhi, 2005: 9)
Ketika Kosasih dan Gozali siang itu tiba di rumah keluarga Emil Musa
almarhum, mereka melihat orang-orang Labkrim sudah datang dan sedang
menyidik rumah itu. (Gandhi, 2005: 9)
Pada kedua kutipan di atas menunjukkan latar waktu siang hari. Pada
kutipan pertama menunjukkan pada hari kamis, tanggal 7 Mei, saat
Julia mengantarkan kepergian adiknya Febria yang telah dipanggil
Tuhan yang juga merupakan awal dari cerita tersebut, dan saat itu dia
juga sedang berusaha untuk menenangkan Melani yang jelas tampak
berduka. Sedangkan pada kutipan kedua menunjukkan bahwa Kapten
Kosasih dan Gozali bertemu dengan orang Labkrim yang sedang menyidik
kasus pembunuhan Emil Musa dan Sulika.
- Waktu sore hari
Latar waktu yang terlihat di waktu sore hari, terlihat saat Julia
lupa waktu saat memilih baju untuk Melani dan terlihat pada waktu
Kosasih dan Gozali pergi ke kamar Melani untuk menanyakan tentang
keadaan Melani. Hal tersebut jelas terlihat pada kutipan berikut ini.
Julia sedikit terkejut ketika dia melirik arlojinya dan menyadari
bahwa hari sudah pukul lima. Dan dia belum belanja di supermarket!
(Gandhi, 2005: 176)
“Selamat sore,” kata Kosasih menyapa semua.
Julia mengangguk, Alan tersenyum sedikit, dan Dirham menjawab
“Selamat sore, Pak.”
“Bagaiman kedaan Nona Melani hari ini?” tanya Kosasih.
“Masih belum sadar, Pak,” kata Dirham. (Gandhi, 2005: 427)
Pada kutipan waktu tersebut menjelaskan bahwa Julia sampai lupa waktu
karena asyik memilihkan baju untuk Melani dan ketika dia melihat
arlojinya, ternyata dia sadar bahwa dia belum berbelanja. Pada
kutipan yang lain menunjukkan waktu sore hari, Kosasih dan Gozali
berada di rumah sakit, untuk menjenguk Melani serta ingin bertanya
tentang kecelakaan yang menimpanya.
- Waktu malam hari
Latar malam hari pada kutipan cerita tersebut ditunjukkan pada waktu
tengah malam Julia mendapati Melani masih belum tidur, karena masih
terdengar suara televisi dari ruang tengah dan kutipan yang lain
tentang Sulika yang merasa cemas dengan keadaan Julia yang belum
pulang dari kantor polisi. Hal tersebut terlihat pada kutipan
berikut.
Dia membuka pintu kamar dan pergi ke ruang tengah dari mana terdengar
suara ramai televisi.
“Lani, ayo tidur,” kata Julia, “sudah pukul sebelas.”
“Sebentar, Tante, sebentar lagi filmnya habis.”
“Pukul berapa filmnya habis?” tanya Julia.
“Sekitar setengah dua belas.”
(Gandhi, 2005: 116)
“Tantemu kok belum pulang?” kata Sulika tanpa basa-basi. “Ini
sudah hampir pukul delapan malam”
“Tahu!” kata Melani acuh tak acuh.
“Tadi siang perginya bersama polisi-polisi itu?”
“Ya.”
“Diinterogasi barangkali.”(Gandhi, 2005: 293)
Kutipan di atas menunjukkan latar waktu di tengah malam saat Melani
sedang melihat televisi, sehingga Julia memperingatkan agar Melani
segera tidur, tetapi Melani menolak dengan alasan filmnya akan segera
selesai sebentar lagi dan yang kedua memperlihatkan tentang kecemasan
Sulika menunggu Julia belum pulang dari kantor polisi untuk
diinterogasi.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa dari analisis di atas terdapat latar
waktu yang diceritakan mulai tanggal 7 Mei, hari jumat dan juga latar
waktu dari pagi, siang, sore dan malam.
- Latar Sosial
Latar sosial berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat
di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Latar sosial juga
berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya
rendah, menengah atau atas. Latar sosial mencakup penggambaran
keadaan masyarakat, kelompok-kelompok sosial, adat istiadat, cara
hidup, bahasa dan berkaitan tempat serta waktu yang melatari
peristiwa.
Julia mempunyai beda pandangan cara hidup dengan Febria. Hal tersebut
dapat dilihat pada kutipan berikut ini.
Dia tak suka mendengarkan gosip mereka, tak suka mendengarkan
pertukaran informasi mereka mengenai kebiasaan buruk suami
masing-masing, dan lebih tak suka lagi melihat cara mereka saling
memamerkan kekayaan. (Gandhi, 2005: 17)
Perbedaan latar sosial yang terjadi antara
Julia Takra dan Febria sangat tercermin pada kutipan di atas. Julia
yang lebih senang menyediakan waktu sepenuhnya untuk keluarganya
ketimbang harus hidup berhura-nura menghabiskan uang dengan para
istri-istri pejabat.
Latar Sosial yang sangat bertentangan antara Sulika yang menganggap
bahwa perkawinan hanya sebatas undian, terlihat pada kutipan di bawah
ini.
“Tidak. Kalau memang ada yang hidupnya senang, itu saya anggap
dapat lotre. Kebetulan. Mungkin satu dalam seribu. Tapi tidak banyak
yang bisa begitu. Kebanyakan Cuma pura-pura bahagia, menutup-nutupi
kebobrokan suaminya saja supaya tidak malu ketahuan orang luar. Kalau
memang jujur, sebetulnya mereka juga punya sakit hati dan penyesalan
yang bertumpuk-tumpuk. Saya tahu.”
“Masa tho, Yu? Yang bahagia ya memang bahagia betul. Seperti
Mas Adam dan aku, kami bahagia betul. Begitu juga Bapak dan Ibu dulu.
Kan tetap rukun, sampai tua, sampai meninggalnya.” (Gandhi, 2005:
84)
Pada kutipan
tersebut, terlihat bahwa adanya perbedaan pandangan kelompok sosial,
yaitu Sulika tidak sependapat dengan Julia. Sulika menganggap bahwa
perkawinan dipandang hanya sebagai lotre. Jika mempunyai nasib baik,
berarti akan mendapat kebahagiaan. Anggapan Sulika
didasarkan pada kegagalannnya menjalin ikatan resmi dengan pria yang
salah di kampungnya.
Hidup sebagai seorang yang digaji oleh majikan adalah harus menuruti
apapun yang diperintahkan oleh tuannya. Latar sosial tersebut yang
membedakan antara kehidupan Julia dan Hadi, seperti terlihat pada
kutipan berikut.
“Ada Bu. Baiklah, saya cari lagi,” kata Hadi menahan
kejengkelannya. Namanya jadi orang gajian, ya apa pun perintah
atasanterpaksa harus dituruti. Memang sebagai sopir sebetulnya tidak
termasuk tugasnya mengejar anak majikan yang lari, tapi kalau dia
menolak, berarti dia tak akan bertahan lama di sana. (Gandhi, 2005:
136-137)
Pada kutipan di atas menjelaskan adanya perbedaan status sosial
antara Hadi dan Julia. bahwa Hadi cukup jengkel dengan Julia yang
tidak memberinya waktu untuk istirahat mencari Melani, karena Julia
takut Hadi akan kehilangan jejak Melani. Tapi Hadi juga sebenarnya
sudah lelah mecari Melani yang lari dari rumah. Walaupun itu bukan
tugas seorang sopir, tapi karena dia digaji majikannya maka hal itu
pun harus dilakukannya.
Perbedaan yang mencolok pada latar sosial juga terjadi pada tokoh
Melani dan Hadi. Hal tersebut dapat terlihat pada kutipan berikut.
“Lan, kau ini tidak sadar apa yang kau bicarakan! Seumur hidup kau
tidak pernah melarat. Tidak pernah merasakan lapar, tidak pernah
merasakan tidak punya apa-apa. Kau tinggal di rumah besar, nyaman,
sejuk, yang mewah. Kau punya pakaian bagus, uang untuk jajan lebih
dari cukup, ke mana-mana kau diantarkan mobil, pokoknya kau hidup
dalam sagala kenikmatan. Lha kalu tiba-tiba kau harus tidur di
balai-balai yang sempit, hanya beralaskan tikar, berteduh di rumah
rompok yang tidak ber-AC, yang mungkin bocor waktu hujan, yang
listriknya byar-pet, yang kalau mandi harus di kamar mandi umum, lalu
kalau makan juga Cuma dengan nasi yang keras dan lauknya sekadar
tahu-tempe atau ikan asin setiap harinya, apa ya bisa kau
menjalaninya?” (Gandhi, 2005: 168)
Kutipan tersebut jelas menggambarkan tentang perbedaan status sosial
antara kehidupan Melani dan Hadi. Hadi yang sedari kecil selalu
dilingkupi dengan kesusahan, mengingatkan Melani bahwa kehidupannya
serba kekurangan dan kehidupan itu berbanding terbalik dengan Melani
yang pada dasarnya dari kecil selalu bergelimangan harta. Jadi Hadi
merasa yakin bahwa Melani tidak akan sanggup hidup kekurangan
bersamanya.
Status sosial yang dihadapi Hadi tidak hanya ditunjukkan kepada
majikannya saja, tetapi juga pada Kosasih dan Gozali. Hal itu dapat
dilihat pada kutipan berikut.
Seorang laki-laki berusia sekitar akhir dua puluhan mendekat. Dia
masuk ke dalam rumah dengan sedikit membungkuk, tanda hormat kepada
orang-orang yang dianggapnya lebih tinggi derajatnya daripada dirinya
sendiri.
“Nama Anda?” tanya Kosasih.
“Hadi Santoso,” katanya sambil tersenyum sedikit. (Gandhi, 2005:
227)
Pada kutipan di atas menunjukkan adanya perbedaan status sosial
antara Hadi dan Kapten polisi, yaitu ditunjukkan dengan cara Hadi
juga berlaku sopan dan tunduk pada petugas kepolisian. Saat dia
dipanggil untuk diinterogasi oleh polisi, dia membungkuk hormat
sebagai tanda ucapan permisi kepada pihak kepolisian.
Penggambaran keadaan yang terlihat di bidang bisnis terlihat di
kantor Emil, seperti pada kutipan berikut.
“Musuh?” tanya Dirham dengan alis terangkat seakan-akan kata
tersebut tidak pernah disengarnya sama sekali.
“Katakanlah seorang saingan, seorang kompetitor yang ingin
menjatuhkannya atau punya dendam terhadapnya begitu,” kata Kosasih.
“Kompetitor tentu saja banyak. Mana ada bisnis yang tidak ada
kompetitornya? Itu kan monopoli namanya, iya enggak? Kompetitor itu
banyak, Pak.” (Gandhi, 2005: 242)
Kutipan tersebut jelas menjelaskan bahwa latar sosial keadaan
masyarakat di bidang bisnis, hal yang paling mendasari sebuah bisnis
tersebut lancar atau tidak beragantung pada persaingan. Dan di
perusahaan Emil Musa, kompetitor adalah hal yang biasa.
Cara hidup yang sederhana terlihat pada kehidupan keluarga Kosasih,
yang memandang semua hal harus disikapi dengan adil. Hal tersebut
dapat dilihat pada kutipan berikut.
“Ya, lain kali, kalau Bambang dan Ari mau menghabiskan, ya biarkan
saja to, Bu. Mereka yang muda-muda yang masih membutuhkan gizi
tinggi. Biar aku disisain kaldunya saja, sudah cukup. Asal ada sambal
aku sudah bisa makan lahap.”
“Bapak yang kerja keras menghidupi keluarga, kok malah disisain
hanya kaldunya itu gimana,” kata Dessy. “Ya harus bagi-bagi yang
adil, supaya semua merasakan. Lagi pula kalau si Ari diturutin,
jangankan rawon sepanci, dua panci juga masuk ke perutnya.”
(Gandhi, 2005: 288)
Dari kutipan tersebut menjelaskan bahwa kehidupan yang dijalani oleh
keluarga Kosasih merupakan keluarga yang rukun penyayang satu sama
lain. Apapun bentuknya harus dibagi dengan adil, tidak terkecuali
dengan hal masakan.
Pemuda pemudi zaman sekarang berbeda dengan yang dulu. Dulu hanya
dengan diberi bentuk pengertian saja, anak sudah menurut dan tahu
harus bagaimana, tetapi sekarang sungguh berbanding terbalik, seperti
terlihat pada kutipan berikut ini.
“Sudah dikerasi begitu masih seperti ini?” tanya Musa Darian
tidak percaya.
Anak zaman sekarang itu lain dengan anak zaman dulu, Pak. Tidak bisa
didikte begitu saja. Mereka harus diberi pengertian mengapa begini,
mengapa begitu. Mereka sudah tidak mau disuruh menurut buta begitu
saja.” (Gandhi, 2005: 311)
Pada kutipan tersebut menunjukkan bahwa Melani adalah jenis anak yang
hidup di masa sekarang. Semua hal yang diberikan padanya harus
mengandung dasar yang jelas, sehingga mereka mau untuk mulai
mempertimbangkan apa yang akan dilakukannya.
Sebagai seorang yang mempunyai jabatan tertinggi, tidak selayaknya
berlaku semena-mena terhadap jabatannya, sehingga memperlakukan orang
lain lebih rendah dibanding dirinya. Seperti itulah prinsip yang
diterapkan oleh Kosasih. Hal tersebut diperjelas pada kutipan di
bawah ini.
“Terima kasih, Anda bersedia meluangkan waktu untuk bertemu dengan
kami,” kata Kosasih. Biasanya polisi ya tak bakalan mengucapkan
terima kasih kepada orang yang mau dimintainya keterangan, tapi
Kosasih berpendapat sikap yang positif itu munculnya timbal balik.
Kalau dia berharap seorang seorang saksi akan bersikap positif
terhadapnya, lebih dulu dia sendiri harus menunjukkan sikap yang
positif juga kepada orang tersebut. Bukannya mentang-mentang polisi,
lalu memperlakukan semua orang seakan-akan mereka itu penjahat
semuanya. (Gandhi, 2005: 444)
Pada kutipan tersebut menjelaskan bahwa Kosasih sangat menghargai
siapapun, tidak terkecuali para saksi yang dianggap cukup memberikan
bantuan pada penyelidikannya. Hal ini cukup memberikan kesan positif
bahwa kalau ingin dihargai haruslah menghargai orang lain terlebih
dahulu.
Kehidupan orang dulu dan sekarang sangatlah berubah, orang dulu
terkesan kolot. Hal itu diungkapkan Julia pada Melani seperti berikut
ini.
“Kau yang pandai-pandai membawa diri di sana, oke?” kata Julia
memeluknya erat-erat. “Ingatlah selalu bahwa nenek dan kakekmu
sesungguhnya mencintaimu. Hanya saja mereka sudah tua dan berasal
dari zaman yang berbeda. Mereka punya cara berpikir yang lain, punya
kebiasaan yang lain. Seperti kayu yang sudah tua, mereka sukar
dibengkokkan.”
“Kau yang muda. Cara berpikirmu lebih maju, matamu lebih terbuka,
jadi kau yang harus pintar beradaptasi kepada cara-cara mereka, oke?”
(Gandhi, 2005: 491)
Pada kutipan tersebut menjelaskan bahwa Julia Takra sedang memberi
nasihat pada Melani, untuk pintar membawa diri pada kehidupan nenek
dan kakeknya. Perbedaan pandangan bisa saja terjadi, yang pasti
sebagai orang yang lebih muda mau mendengarkan dan mengerti orang
yang lebih tua, terutama jika mempunyai kebiasaan dan cara hidup yang
sudah tidak dapat dirubah lagi, seperti nenek dan kakeknya yang hidup
pada zaman yang berbeda.
Dapat disimpulkan dari analisis-analisis di atas bahwa latar sosial
yang terdapat pada cerita tersebut adalah perbedaan cara hidup antara
Julia Takra yang lebih mementingkan keluarga dengan adiknya, Febria
yang glamour, perbedaan status sosial antara Hadi dan Melani, antara
Hadi dan Julia, antara Hadi dan Kosasih, perbedaan pandangan kelompok
sosial antara zaman dulu dan sekarang, latar sosial keadaan
masyarakat di bidang bisnis, cara hidup sederhana di dalam keluarga
Kosasih.
- Gerak Progresi
Gerak Progresi adalah dinamika proses yang mengarahkan seseorang
untuk selalu bergerak menuju ke arah realisasi diri, sehingga pada
kehidupan sadarnya dia dapat bergerak maju ke arah yang lebih baik.
Dengan proses penyesuaian yang positif, akan mengarahkan diri pada
suatu keseimbangan untuk mengontrol diri pada cara berpikir dan
bertindak secara rasional, sehingga mampu mengambil keputusan,
mengarahkan dan mengembangkan diri serta menyesuaikan diri dengan
norma yang berlaku di lingkungannya.
Kehilangan seluruh anggota keluarga secara berturut-turut adalah hal
yang paling menyakitkan. Tekanan batin itulah yang dirasakan oleh
Julia Takra, seperti terlihat pada kutipan di bawah ini.
Beribu bayangan muncul lagi dalam benak Julia, menari-nari hilang dan
pergi seperti slide iklan di bioskop. Hari ini dia berdiri di
sini untuk mengantarkan kepergian adiknya ke alam baka. Adiknya
merupakan orang kelima yang terdekat dengannya sudah mendahuluinya.
Julia tidak tahu dari mana dia mendapat kekuatan dan ketabahan untuk
melewati tragedi yang sekaligus merenggut nyawa suami dan anak
saatu-satunya yang paling dicintainya itu. Tapi toh dia survive.
Hidupnya berlanjut terus dan dia madih sempat mengubur ayahnya tahun
yang lalu. Dan sekarang adiknya, Febria. Mati pada usia tiga puluh
tujuh tahun. Konyol! Satu demi satu orang-orang yang terdekat
dengannya meninggalkannya. Satu persatu keluarganya pindah ke alam
baka. Transmigrasi. (Gandhi, 2005: 11)
Kutipan di atas menjelaskan tentang perjuangan Julia Takra yang tetap
bertahan hidup sehingga sanggup melawan kesedihan dan kehilangan
akibat ditinggalkan oleh orang-orang yang disayanginya. Julia harus
menerima kenyataan, bahwa dia telah ditinggalkan oleh kedua
orangtuanya, suami, anak dan yang terakhir Febria, adik kandungnya.
Setelah Julia dapat mengatasi kesedihan dan kegalauan hatinya, dia
mulai mampu untuk memikirkan masa yang akan datang yang harus
dihadapinya. Hal itu terlihat pada kutipan berikut.
Bekerja apa saja tak jadi soal. Julia bukannya mengejar nafkah.
Tidak. Dia punya penghasilan yang lebih dari cukup. Dari perusahaan
ayahnya yang sekarang dikelola oleh Emil Musa, setiap tahun dia
menerima pembagian keuntungan yang lebih dari cukup untuk
kebutuhannya sendiri. Jadi Julia tidak butuh pemasukan yang lain
lagi. Dia butuh kesibukan. Dia butuh pegangan. Dia butuh sesuatu yang
bisa disebutnya sebagai tujuannya untuk bangun setiap pagi. Dia butuh
merasa dibutuhkan. Dia butuh merasa punya arti sebagai manusia. Dia
butuh melakukan sesuatu yang bermanfaat. Duduk bertopang dagu di
rumah adiknya atau pergi berhura-hura sepanjang hari tak lagi cukup
baginya. Dia ingin memiliki sesuatu dalam hidupnya yang disebutnya
sebagai miliknya sendiri. (Gandhi, 2005:17-18)
Dari kutipan berikut terlihat bahwa Julia berusaha untuk menata
kembali hidupnya agar dia tidak terus berlarut dalam kesendirian dan
dia memutuskan untuk bekerja. Yang ia butuhkan bukanlah uang, tapi
kesibukan yang bisa melepaskan dirinya dari lingkup kesedihan. Yang
seakan pekerjaan itu membutuhkan dirinya, memerlukannya untuk terus
bersamanya, tanpa meluangkan waktu untuknya dalam pikiran-pikiran
yang membawanya larut pada keputus asaan.
Suatu proses kesadaran yang mengarahkan Julia untuk bisa mengorbankan
dirinya demi orang yang masih membutuhkannya adalah suatu bentuk
aktualiasasi diri. Hal tersebut dapat dibuktikan pada kutipan
berikut.
“Melani bukannya membutuhkan perawatan fisik, tapi lebih bersifat
perhatian terhadap perkembangan mentalnya. Kehilangan seorang ibu
pada usia semuda dia, meninggalkan trauma tersendiri, Al. Apalagi
kematian Febi begitu mendadak. Dia membutuhkan seseorang untuk
mengisi tempat itu supaya tidak merasa tertinggal seorang diri”.
“Jadi kau yang berkorban?” kata Alan penasaran.
“Febi telah mengulurkan tangannya kepadaku ketika aku kehilangan
keluargaku, Al. Apa yang kulakukan untuknya hanyalah sedikit
balasanku untuknya.” (Gandhi, 2005: 45)
Pada kutipan berikut, jelas membuktikan bahwa Julia sangat menyayangi
Melani, yang sekiranya merupakan satu-satunya keluarganya yang masih
membutuhkannya. Dia menjelaskan kepada Alan Rahadian, bahwa dia
berniat untuk merawat Mealni dan membesarkannya, karena yakin Melani
sangat membutuhkan kasih sayang dan belaian seorang perempuan dewasa
semenjak diinggalkan oleh ibu kandungnya.
Hal tersebut diperkuat dengan penjelasan Julia seperti di bawah ini.
“Kan aku sudah bilang, demi Melani! Dan jangan sangka aku kan
tinggal serumah dengannya untuk selamanya. Tapi aku juga tidak
akan segera angkat kaki sekarang begitu cepat setelah kematian Febi.
Melani masih terguncang dan dia membutuhkan seseorang.” (Gandhi,
2005: 46)
Kutipan tersebut, memperjelas kutipan sebelumnya, yaitu Julia sangat
ingin merawat Melani seperti anak kandungnya sendiri. Sebagai seorang
perempuan, dia merasa jiwanya terpanggil untuk bisa memberikan kasih
sayang kepada orang yang lebih membutuhkan dan Melani lah yang untuk
saat ini, dirasa masih membutuhkannya. Walaupun dia harus
mengorbankan dirinya, menurutnya itu pantas dia lakukan.
Setelah menjelaskan semua alasannya kepada Alan, akhirnya Alan
mengerti dan memahami keinginan Julia. Kehidupan Julia sudah mulai
membaik. Dia sudah mulai bisa merasakan kembali kehidupan yang pernah
hilang. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.
Hampir sebulan telah lewat sejak Julia menjadi ibu rumah tangga Emil
Musa. Hari-harinya sekarang diisi oleh kesibukan seorang ibu rumah
tangga. Bukan karena Sulika tiba-tiba tidak sanggup lagi mengerjakan
tugas-tugasnya sendiri, tetapi Julia yang sudah lima tahun tidak
menjadi ibu rumah tangga, merasa bersemangat dan antusias melakukan
hal-hal yang sedari dulu suka dilakukannya. Baru sekarang dia sadar
betapa rindunya dia sudah pada kesibukan seorang ibu rumah tangga.
Dia senang belanja ke pasar senang untuk menentukan menu makanan
keluarga, senang membuatkan jajan untuk Melani, senang membersihkan
dan merawat seisi rumah. Setalah hampir sebulan sia merasa
barang-barang itu sudah seperti miliknya sendiri, dan di hatinya
timbul suatu kebanggaan melihat semuanya terawat baik. Julia menjadi
lebih hidup, lebih semarak, dan lebih cerah daripada sebelumnya.
(Gandhi, 2005: 65)
Dari kutipan tersebut menjelaskan betapa semangatnya Julia menjalani
hari-harinya di rumah keluarga Emil Musa. Dia merasa jiwa keibuannya
mulai terpanggil untuk bisa mengerjakan semuanya sendiri, dan
kebanggaan tersendiri bisa melakukannya. Dia seakan menganggap rumah
itu seperti miliknya sendiri. Proses kemajuan yang dia harapkan jelas
tergambar dari cara dia melakukan semuanya dengan lebih baik dari
sebelumnya.
Sebagai suatu puncak agar tidak kembali kepada kesalahan yang sama,
yaitu tidak mengulanginya lagi. Itulah proses progresi yang dapat
menggambarkan sosok kehidupan perkawinan Sulika, seperti yang
tergambar pada kutipan berikut ini.
“Tiga tahun kemudian dia kembali ke rumah orang tua Julia.
Perkawinannya sudah berakhir, suaminya lari dengan perempuan lain,
dan Sulika yang ditinggalkan sebagai janda tanpa anak ini ingin
bekerja kembali. Empat tahun dia ikut membesarkan kedua anak gadis
majikannya, Julai dan Febria, lalu untuk kedua kalinya Sulika
menikah. Kali ini dengan sopir tetangga sebelah rumah. Tapi
perkawinan inipun tidak bertahan lama. Dua tahun kemudian Sulika
kembali lagi ke rumah bekas majikannya. Uang simpanannya habis,
badannya babak belur. Ternyata suaminya itu bukan saja tukang judi,
tapi juga ringan tangan-kalau pulang kalah main, istrinya yang jadi
sasaran. Pengalaman ini mengakhiri keinginan Sulika untuk berumah
tangga sendiri. Dia membenci laki-laki dan
dia merasa bisa hidup lebih enak dan tenteram bersama majikannya.
(Gandhi, 2005: 77-78)
Kutipan tersebut menjelaskan bahwa Sulika sangat membenci laki-laki.
Karena selama berumah tangga hidupnya sangat tidak layak. Maka dia
memutuskan diri untuk tidak mau berumah tangga lagi dan lebih memilih
untuk kembali bekerja di rumah majikannya yang dulu dan hidup seorang
diri, daripada harus hidup susah dengan laki-laki yang hanya akan
mengajaknya sengsara.
Harapan untuk terus maju untuk mencapai proses pada gerak maju yang
dilakukan Sulika sangat kuat. Seperti yang tergambar pada kutipan
berikut ini.
“Ya saya bekerja selama masih bisa bekerja Non. Saya ikut Non
selama Non masih mau. Kalau sudah tidak kuat bekerja ya saya pulang
ke desa, masukin tabungan saya ke bank, tiap bulan hidup dari
bunganya. Setelah tidak punya suami begini, tabungan saya banyak
tidak dihabiskan laki-laki untuk main judi. Besok tua tidak usah
khawatir tidak punya uang.” (Gandhi, 2005: 82)
Pada kutipan tersebut jelas menggambarkan bahwa Sulika sudah berniat
bulat untuk tidak lahi hidup berumah tangga. Walaupun nantinya dia
sudah tidak kuat bekerja lagi, dia berniat untuk kembali ke desanya
dan akan hidup di sana dengan hasil jerih payahnya untuk menyambut
masa tua.
Proses Progresi ditunjukkan dengan kesetiaan Alan Rahadian untuk
menunggu Julia. Hal tersebut diperjelas dengan kutipan di bawah ini.
“Tapi aku tidak termasuk golongan laki-laki yang busuk itu, Jul.
Sudah hampir empat tahun ini aku tidak punya pacar. Aku tidak
berkencan dengan perempuan mana pun. Itu karena setelah aku
mengenalmu, aku mencintai dirimu. Aku menunggumu. Aku menuggu kau
pulih dari traumamu dan siap untuk menjalin
suatu hubungan baru. Aku sudah membuktikan bahwa aku bisa setia
kepadamu selama empat tahun ini tanpa ada komitmen apa pun diantara
kita......” (Gandhi, 2005: 99)
Pada kutipan tersebut menjelaskan bahwa Alan Rahdian, sudah bukan
lagi Alan yang dulu, yang selalu mau berkencan dengan banyak
perempuan. Dia berubah untuk mendapatkan hati Julia Takra. Dengan
kesabaran, dia menunggu Julia pulih dari rasa truma untuk membina
hubungan lagi. dia ingin agar Julia tahu bahwa dia serius untuk
membina hubungan dengan Julia. proses ingin bergerak maju, dan tidak
kembali ke kehidupan yang lama adalh jalan yang dipilih oleh Alan.
Tapi sepertinya harapan Alan sia-sia. Semua orang tidak menyetujui
hubungannya dengan Julia, salah satunya Melani. Sehingga Julia pun
akhirnya mengorbankan perasaannya untuk tidak lagi menerima Alan
masuk ke dalam kehidupannya. Dan sepertinya, setelah hal itu
dilakukan arah kehidupan di rumah keluarga Emil Musa mulai kembali
normal, seperti yang digambarkan pada kutipan berikut.
Kehidupan di rumah Insinyur Emil Musa pun kembali ke irama semula.
Lebih tenang kini setelah seluruh penghuni tahu biang keladi problem
mereka sudah tersingkir. Bahkan atmosfernya sudah begitu baik
sampai-sampai bisa disebut hangat. Tak ada lagi pertengkaran di meja
makan, tak ada lagi yang ngambek mengunci dirinya di kamar, semua
orang sopan, semua orang tersenyum, semua orang tampaknya puas dengan
keadaan. (Gandhi, 2005: 105-106)
Kutipan di atas menunjukkan secara dramatik penggambaran kehidupan
keluarga Emil Musa yang mulai ke arah yang lebih baik. Sejak Alan
sudah tidak lagi “mengganggu” kehidupan di rumah itu, seakan
pertengkaran yang sering terjadi menguap begitu saja, semua orang
sudah mulai berlanu seperti biasa, seperti halnya Melani, yang sudah
tidak lagi mengurung dirinya di dalam kamar karena tidak setuju
dengan hubungan yang dijalin Julia dengan Alan.
Proses progresi yang begitu besar ternyata terlihat jelas pada diri
Emil Musa. Seorang yang kehidupannya selalu dipenuhi dengan
keangkuhan dan otoritas, sekarang menjadi begitu perhatian, seperti
yang terlihat pada kutipan berikut.
“Wah, kau ini bagaimana! Masa lupa! Ini kan hari ulang tahun
tantemu!” kata Emil Musa.
“Oh ya?” kata Melani segera bangkit dari duduknya dan memberikan
suatu pelukan hangat kepada Julia. “Selamat ulang tahun, Tante,”
katanya. “Semoga panjang umur!”
“Terima kasih.” kata Julia betul-betul kaget. Dia tidak pernah
menduga Emil Musa bisa ingat ini hari ulang tahunnya. Dia bahkan
tidak menduga bakal ada manusia yang ingat.
“Dan ini dari kami, Melani dan aku,” kata Emil meletakkan sebuah
bungkusan kecil di atas meja. “Sekadar tanda mata betapa aku dan
Melani mensyukuri kehadiranmu disini.”
Julia menganga. Ini betul-betul suatu kejutan. Dulu hanya Febi yang
ingat ulang tahunnya. Pada tahun-tahunnya. Pada tahun-tahun yang
lalu, setiap ualng tahunnya Febi membelikan sesuatu untuknya. Emil
Musa dan Melani Cuma mengucapkan “Selamat Ulang Tahun” setelah
diingatkan oleh Febi. (Gandhi, 2005: 106-107)
Kutipan tersebut menggambarkan bahwa Emil Musa yang dmenurut Julia,
bukanlah orang yang dengan mudah mengingat hari penting orang lain,
sekarang secara mengejutkan dia memberikan kejutan pada Julia dengan
mengucapkan “Selamat Ulang Tahun”.
Perubahan sikap yang lebih baik yang ditunjukkan Emil bukan hanya
berhenti di situ, karena setelah kejutan pertama datang, Emil mulai
mengajak Julia dan Melani untuk makan di luar. Hal tersbut terlihat
pada kutipan berikut ini.
Makan malam ternyata berjalan mulus. Emil Musa membawa mereka ke
sebuah restoran seafood., tempat mereka bisa memilih sendiri
bahan mentah yang mereka inginkan. Sepanjamg malam Emil bersikap
gentleman dan penuh perhatian. Bagi orang-orang yang tidak
mengenal mereka, mereka sudah persis seperti sebuah keluarga,
suami-istri dan anak gadis mereka yang sudah remaja. (Gandhi, 2005:
112)
Hal tersebut menjelaskan betapa Emil Musa ingin menunjukkan pada
Julia, bahwa dia sudah berubah. Dia yang di mata Julia dulu selalu
ingin menang sendiri, tidak mau tahu tentang keadaan orang lain,
sekarang bahkan berlaku sangat gentleman dan perhatian kepada
Julia.
Ternyata apa yang diinginkan oleh Emil terlihat. Bahwa dia merubah
dirinya ke arah yang lebih baik adalah untuk mengambil hati Julia.
dia menjelaskan pada Julia, bahwa peristiwa pahit yang pernah terjadi
tidak meninggalkan rasa trauma. Hal tersebut terlihat pada kutipan
berikut ini.
“Kita tidak boleh berlarut-larut dalam kesedihan, Jul. Yang sudah
meninggal ya diikhlaskan kepergiannya, tapi hidup ini terus berlanjut
terus tanpa mereka. Yang penting kita mengingat mereka di dalam hati,
tanpa kita tidak perlu membuat diri sendiri merana karena kita toh
tidak bisa menghidupkan mereka kembali. Aku merasa yakin baik Mas
Adam maupun Febi tidak ingin kita merana setelah mereka tinggalkan.
Mereka pasti juga menginginkan kita hidup bahagia.” (Gandhi, 2005:
124-125)
Kutipan tersebut menjelaskan bahwa Emil Musa ingin agar Julia pun
sama dengan dirinya, yang tidak terlalu berlarut pada kesedihan
akibat ditinggal pasangan. Toh yang meninggal tidak dapat
hidup kembali, jadi seharusnya terus untuk melangkah ke depan adalah
jalan yang lebih baik.
Emil Musa memang telah berubah. Dia mulai berpikir secara rasional
menggunakan akal sehat, dan dia mengajak Julia untuk sepaham
dengannya. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.
“Kita harus rasional, Jul. Kalau kita bilang kepada diri sendiri,
kita bisa, ya bisa. Kau harus ingat, kita tidak menjadi semakin muda
setiap hari. Waktu kita hidup di dunia ini singkat saja, pukul rata
sekitar dua puluh lima ribu hari -itu sudah pernah kuhitung
sebelumnya- mungkin lebih sedikit dari itu.
Semakin banyak hari yang kita lewatkan dalam kemurungan dan kesepian,
semakin sedikit hari yang tersisa bagi kita untuk merasakan
kebahagiaan dan kegembiraan. Aku pribadi, aku ingin bisa merasakan
sebanyak mungkin hari-hari yang bahagia.” (Gandhi, 2005: 125)
Kutipan tersebut menggambarkan pandangan Emil tentang kehidupan ke
arah yang lebih baik. Emil menjelaskan kepada Julia, bahwa yang sudah
lama terlewat dianggap sebagai sebuah kenangan, yang dipikirkan
sekarang cara untuk menghadapi kehidupan esok, yang seharusnya
dipenuhi dengan keceriaan dan harapan yang baru.
Proses Progresi yang dilakukan oleh Emil, ternyata dirasakan juga
oleh Julia. Hal itu terlihat pada kutipan berikut ini.
“Yah, harus kuakui bahwa belakangan kau memang agak berubah.
Terutama minggu-minggu terakhir ini,” kata Julia. “Aku mendapati
kau sekarang lebih ramah, lebih sopan, lebih considerate
terhadap perasaan orang lain, kepentingan orang lain, lebih mau
berkompromi. Singkatnya, lebih manusiawi begitulah...”. (Gandhi,
2005: 126)
“Aku bahkan heran kau bisa minta maaf padaku tempo hari. Aku tak
pernah mendengar kau bilang ‘Maaf’ kepada Febi dalam setiap
pertengkaran kalian yang biasanya selalu diakhiri dengan kau masuk ke
kamar bacamu dan membanting pintu, sedangkan Febi masuk ke mobilnya
dan meninggalkan rumah.” (Gandhi, 2005: 127)
Kedua kutipan tersebut menjelaskan secara analitik bahwa Julia mulai
merasakan kehidupan Emil sudah jauh lebih baik. Emil yang sekarang
adalah Emil yang lebih mempunyai rasa kemanusiaan dan mau meminta
maaf terlebih dahulu, bukan seperti dulu yang bahkan lebih memilih
untuk pergi dari pada harus meminta maaf.
Kehidupan Alan setelah ditinggalkan oleh Julia cukup memberinya suatu
gambaran bahwa dia harus tetap melangkah ke depan, walau tanpa Julia.
hal itu terlihat pada kutipan berikut ini.
Dia memang mencintai perempuan itu, tapi usianya yang sudah tiga
puluh tujuh tahun membuatnya bisa berpikir secara rasional. Tak ada
gunanya mencintai perempuan yang sudah menolaknya dan memilih
laki-laki lain. Maka Alan pun melanjutkan hidupya sendiri. Memang dia
belum melupakan Julia sehingga dia belum berminat mengejar perempuan
lain, tapi dia sekali-kali tak ingin duduk merana di rumah,
memikirkan cintanya yang gagal. Jadi, akhir-akhir ini, Alan
menyibukkan dirinya dengan bekerja dan bermain tenis tiga kali
seminggu. (Gandhi, 2005: 184)
Kutipan tersebut menjelaskan bahwa usia yang semakin tua membuat
dirinya mampu berpikir secara rasional. Alan memang mencintai Julia,
tapi larut dalam kesedihan setelah ditingglkannya tidak membuar Alan
menjadi kehilangan semangat. Maka Alan pun berusaha melanjutkan
hidupnya dengan menyibukkan diri melakukan berbagai macam aktivitas.
Peristiwa demi peristiwa mulai dihadapi oleh keluarga Julia. demi
mengungkap kasus pembunuhan Emil Musa, akhirnya berbagai penyelidikan
dan interogasi mulai dilakukan oleh kepolisian. Hal tersebut terlihat
pada kutipan berikut.
“Melani baru berusia tujuh belas tahun. Saya tidak ingin dia
mengalami trauma akibat peristiwa ini. Saya sangat berterima kasih
jika dia bisa dibebaskan dari wawancara ini karena dia toh tidak tahu
apa-apa. Dia tidak di rumah kemarin sewaktu peristiwa ini terjadi,”
kata Julia. (Gandhi, 2005: 205)
Julia memandang Melani dan meremas jari-jari tangannya yang terletak
di atas pangkuannya seakan-akan mengatakan, “Jangan takut, semuanya
akan beres.” (Gandhi, 2005: 206)
Pada kutipan di atas menjelaskan bahwa Julia ingin melindungi Melani
dari proses interogasi yang dilakukan polisi. Dia tidak mau, bahwa
proses itu akan membawa beban pada kehidupan Melani. Julia sangat
ingin melindungi Melani, walaupun dia sendiri sebenarnya membutuhkan
bantuan menghadapi semua peritiwa yang baru terjadi.
Proses interogasi yang dilakukan oleh polisi tidak hanya ditujukan
untuk keluarga Emil Musa, tetapi juga kepada para karyawan tempat
Emil Musa bekerja. Hal tersebut diperjelas pada kutipan di bawah ini.
“Setelah kematian istrinya, apakah Pak Emil berubah?”
“Berubah bagaimana yang dimaksud? Menjadi linglung begitu? Tidak.
Pada awalnya mungkin ada stres, dia suka marah-marah, tapi setelah
begitu sudah normal kembali, malah rasanya akhir-akhir ini dia lebih
sabar. Kalau dulu ada karyawan yang bikin kesalahan sedikit saja dia
sudah marah-marah, akhir-akhir ini dia lebih kalem, lebih toleran,
lebih memberikan kesempatan kepada karyawannya untuk memberikan
penjelasan. Justru menurut saya dia sekarang lebih bijaksana.”
(Gandhi, 2005: 244-245)
Kutipan tersbut menjelaskan saat tim kepolisian menginterogasi Dirham
,karyawan Emil Musa. Seperti yang pernah dirasakan oleh Julia Takra,
diperjelas kembali oleh Dirham, bahwa Emil Musa sudah mulai berubah.
Di kantornya pun Emil sudah dapat menjadi atasan yang memilki rasa
toleran yang lebih tinggi dan kebijaksanaan. Ternyata proses progresi
yang dilakukan oleh Emil, ditunjukkannya juga kepada
karyawan-karyawannya.
Dalam kesadarannya, Julia tetap ingin melindungi Melani. Dalam
keadaan apapun yang terjadi padanya, baginya masa depan Melani adalah
yang paling berharga untuknya. Hal iu terlihat pada kutipan di bawah
ini.
“Mestinya sejak semula Non bilang apa yang tejadi sesungguhnya.”
“Aku enggak bisa, Yu. Kalau aku cerita yang sesungguhnya, aku harus
cerita tentang pertengkaran Melani dengan Emil, dan aku tak ingin
melibatkan Melani.” (Gandhi, 2005: 303)
“Jadi Non tetap mau melindungi Non Kecil?”
“Ya . masa depannya masih panjang, Yu. Aku tak mau itu ternoda.”
(Gandhi, 2005: 303-304)
“Aku toh tidak punya siapa-siapa di dunia ini, Yu. Kecuali Melani,
aku sebatang kara. Melani masih muda, dia punya masa depan yang
panjang. Jika seseorang harus masuk penjara karena kematian Emil,
lebih baik aku daripada Melani.” (Gandhi, 2005: 304)
Pada kutipan di atas jelas menggambarkan sikap Julia secara dramatik,
bahwa dia akan tetap melindungi Melani. Dia tidak akan menyangkut
pautkan Melani pada kasus pembunuhan Emil Musa, walaupun dia maupun
Sulika tahu, bahwa pembunuhan itu terjadi karena Melani. Tetapi demi
masa depan Melani dia rela berkorban dan berbohong pada polisi.
Proses progresi yang dilakukan Julia Takra ternyata juga dirasakan
oleh tim kepolisian yang mempunyai perkiraan bahwa bukan Julia yang
membunuh Emil Musa. Hal itu terlihat pada kutipan berikut ini.
“Tetapi mengapa dia melindungi si kemenakan? Bukankah yang terbunuh
itu calon suaminya?”
“Calon suaminya toh sudah meninggal, dia tak bisa menolongnya lagi.
Tapi dia masih bisa menolong kemenakannya. Perempuan itu pasti sangat
sayang kepada kemenakannya ini.”
“Astaga,” kata Kosasih mangusap-usap dagunya. “Kasihan dia.
Pasti selama ini perasaannya sangat galau. Di satu pihak, laki-laki
yang akan menjadi suaminya meninggal, di pihak lain yang membunuhnya
justru kemenakannya sendiri yang dicintainya dan yang harus
dilindunginya.
“Dia seorang perempuan yang sangat kuat pribadinya,” kata
Gozali, “ untuk bisa melewati pengalaman sepahit itu seorang diri
tanpa kehilangan akal warasnya.” (Gandhi, 2005: 346)
Pada kutipan tersebut menggambarkan bahwa pihak kepolisian sangat
simpati dengan apa yang dilakukan oleh Julia Takra. Demi
menyelamatkan kemenakannya, dengan kesadarannya dia rela mengorbankan
diri untuk menggantikan posisi Melani sebagai pembunuh Emil Musa.
Kesadaran Julia untuk terus menyelamatkan Melani dan memikirkan
kehidupan keponakannya sangat besar. Hal ini terlihat pada kutipan di
bawah ini.
“Jika aku ditahan – dan aku khawatir dalam beberapa hari ini
mereka akan kembali untuk menahanku-kau tidak punya siapa-siapa di
sini,” kata Julia Takra memegang bahu kemenakannya. “Itulah
sebabnya kau harus pergi ke Bandung. Siapa yang tahu berapa lama
mereka nanti menahanku.”
“Aku tidak takut tinggal di rumah ini sendiri.”
“Lani, kau belum cukup umur untuk hidup sendiri. Pergilah bersama
nenekmu di Bandung.” (Gandhi, 2005: 349)
Kutipan di atas jelas menggambarkan sikap Julia yang begitu
menyayangi Melani, sampai dia tetap memikirkan keadaan Melani untuk
ke depannya. Dia berharap agar Melani pergi ke Bandung ikut nenek dan
kakeknya, apabila nantinya Julia akan ditangkap polisi. Walaupun
Melani teta bersikeras untuk tetap tinggal di rumahnya.
Julia tidak hanya memikirkan nasib Melani saja jika dia nantinya akan
ditahan polisi, tapi nasib pembantunya yang setia juga dia pikirkan.
Hal ini terlihat pada kutipan berikut.
“Menunggu? Lho, Non mau kemana?”
“Jika aku ditahan polisi dan dipenjarakan, aku minta Yu Sul
menungguku di sana sampai aku bebas, jangan mengkhawatirkan soal
uangnya. Semua itu nanti akan kuatur dengan Pak Dirham. Setiap bulan
nanti Pak Dirham akan kuminta untuk menyerahkan.....” (Gandhi,
2005: 356)
Pada kutipan tersebut jelas menggambarkan bahwa Julia ingin agar
Sulika tetap menunggunya setelah dia bebas dari penjara nantinya. Dia
akan tetap memberikan tunjangan tiap bulan pada Sulika, untuk biaya
hidup pembantunya selama ditinggalkannya.
Perbedaan pendapat antara Julia dan Sulika mulai terjadi. Julia ingin
tetap berkorban demi Melani, tetapi Sulika tidak ingin kalau sampai
majikannya yang baik hati itu samapi dipenjara hanya untuk
menyelamatkan Melani. Hal itu terlihat pada kutipan berikut ini.
“Yu, aku tak pernah bisa berbuat apa pun untuk orang-orang yang
kucintai. Untuk Mas Adam, untuk Dodi, untuk orang tuaku, untuk Febi.
Mereka semua meninggal tanpa aku berbuat apa-apa untuk menyelamatkan
danmenolong mereka. Sekarang aku bisa menolong Melani. Aku ingin
melakukannya. Dialah satu-satunya darah dagingku sekarang, Yu, dan
aku punya kesempatan untuk menolongnya. Aku akan merasa jauh lebih
lega dan tenteram, walaupun aku harus duduk di balik jeruji besi,
daripada aku membiarkan dia yang dihukum, sementara aku tidak berbuat
apa-apa. Mohon Yu bisa mengerti ini. Dengan menolongnya aku berharap
bisa menebus ketidakberdayaanku terahadap orang-orang yang kucintai
dia masa yang lalu.” (Gandhi, 2005: 357)
Pada kutipan di atas menggambarkan bahwa Julia hanya memiliki Melani,
yang merupakan satu-satunya keluarganya. Selama hidupnya dia tidak
dapat dapat berbuat apa-apa untuk keluarganya yang telah meninggal,
tetapi dia bisa menyelamatkan Melani, dengan cara menggantikannya
masuk penjara. Dia berharap dengan begitu, dia bisa menebus
ketidakberdayaannya saat tidak dapat menolong orang-orang yang
disayanginya di masa lalu.
Tekanan batin yang dirasakan Julia Takra tidak berhenti di situ saja.
Dalam keadaan gelisah karena pintu kamar Sulika dikunci dari dalam,
dia tidak langsung menangis atau bingung, tapi dia berusaha dalam
kesadarannya untuk meminta bantuan pada tetangga sekitar. Seperti
tergambar pada kutipan berikut ini.
Dalam kebingungannya dia tidak tahu harus berbuat apa. Kedua orang
tua Emil sudah tua, sehingga dia tidak berani minta tolong untuk
mendobrakkan pintu ini. Julia melihat ke jam yang tergantung di
dinding. Hampir pukul tujuh. Ya Tuhan, siapa yang bisa dimintai
tolong? Biasanya kalau ada Hadi, dia pasti sudah datang. Tapi
penggantinya Pak Basuki ini belum tiba. Enatah kapan dia baru muncul,
padahal Sulika di dalam mungkin sedang pingsan dan segera membutuhkan
pertolongan.
Julia pun memutuskan untuk minta bantuan tetangga. Dia berlari ke
tetangganya, keluarga Simon. Dalam waktu kurang dari lima menit, Pak
Simon sudah berlarian bersamanya menuju ke pintu kamar Sulika.
(Gandhi, 2005: 361)
Kutipan tersebut menjelaskan saat Julia bingung karena Sulika tidak
menyahut saat dipanggil, dia merasa ada sesuatu yang terjadi pada
pembantunya itu. Dalam keadaan sadarnya, dia langsung mencari
pertolongan, tapi dia tahu bahwa orang tua Emil tak akan mampu
melakukannya, karena usia. Lalu dia berlalri ke depan meminta
pertolongan warga sekitar untuk mendobrak pintu itu.
Banyak peristiwa yang terjadi pada diri Julia. Beruntung dia
mempunyai Alan yang selalu ikhlas membantunya, seperti terlihat pada
kutipan berikut ini.
“Al. Kau masih tampak sangat lelah. Sempat tidur berapa jam tadi?”
tanya Julia di dalam mobilnya.
“Tidak sempat. Sesampainya di kantor, ternyata ada banyak pekerjaan
yang harus kutangani sebelum aku bisa cuti besok dan lusa. Aku bahkan
belum pulang, belum mandi, belum tukar pakaian. Ini langsung dari
kantor terus aku mampir di tempat penjual ayam goreng dan membelikan
untuk makan orang tua Emil nanti malam, lalu langsung ke rumahmu.”
“Oh, Al, pengorbananmu sungguh besar. Kau ikut menderita gara-gara
semua ini,” kata Julia. (Gandhi, 2005: 424)
Pada kutipan tersebut menggambarkan saat Alan menemani Julia di Rumah
Sakit. Pengorbanan Alan terlihat di sana, dia rela tidak tidur,
tetapi langsung bekerja kembali setelah semalaman menjaga Melani.
Dalam bentuk kesadarannya bahwa dia harus tetap berada di samping
Julia untuk menjaganya. Hal itulah yang semakin membuat Julia simpati
terhadapnya.
Sebagai bentuk pengorbanannya untuk Melani saat pembunuhan emil
terjadi, dengan sadar dia memindahkan mayat Emil yang berada di kamar
Melani dipindah ke kamar Emil sendiri. Hal itu diperjelas pada
kutipan berikut ini.
“Setelah saya bisa menguasai kejutan yang pertama, saya langsung
berpikir bahwa Melani telah menikam ayahnya. Emil sudah meninggal,
saya tidak bisa menolongnya lagi. Tapi, saya bisa menolong Melani.
Dia anak adik saya, dan dia masih darah daging saya juga. Jadi
saya... saya pikir kalau saya mengatakan Emil bunuh diri, Melani akan
selamat. Maka bersama Yu Sulika saya gotong jenazah Emil kembali ke
kamarnya....” (Gandhi, 2005: 434-435)
Kutipan di atas menggambarkan saat Julia mengetahui bahwa Emil mati
di kamar Melani, dia langsung mengira bahwa Melani yang telah
membunuh ayahnya. Dlam keadaan sadarnya akhirnya, dia dibantu Sulika
memindahkan mayat Emil Musa ke kamarnya sendiri, agar polisi tidak
curiga terhadap Melani. Dan polisi menganggap bahwa itu adalah kasus
bunuh diri.
Sebagai seorang polisi, bentuk proses progresi Kosasih sangat
terlihat pada kutipan berikut ini.
“Terima kasih, Anda bersedia meluangkan waktu untuk bertemu dengan
kami,” kata Kosasih. Biasanya polisi ya tak bakalan mengucapkan
terima kasih kepada orang yang mau dimintainya keterangan, tapi
Kosasih berpendapat sikap yang positif itu munculnya timbal balik.
Kalau dia berharap seorang seorang saksi akan bersikap positif
terhadapnya, lebih dulu dia sendiri harus menunjukkan sikap yang
positif juga kepada orang tersebut. Bukannya mentang-mentang polisi,
lalu memperlakukan semua orang seakan-akan mereka itu penjahat
semuanya. Dan ternyata teori Kosasih ini tidak salah, karena Moris
Harjanto langsung tersenyum lebar dan menyilakan tamu-tamunya duduk.
(Gandhi, 2005: 444)
Pada kutipan berikut ini, terlihat bahwa sikap Kosasih kepada para
saksi sangat berbeda dengan polisi pada umumnya. Dia menganggap bahwa
saksi bukanlah seorang penjahat, tapi mereka adalah sumber informasi.
Jadi bila ingin mendapatkan informasi yang akurat dan dihargai oleh
orang lain, maka kita juga harus menghargai mereka terlebih dahulu.
Dan ternyat, teori Kosasih berhasil. Buktinya, salah satunya Moris
Harjatno. Dia langsung menyambut baik dengan senyuman lebar kehadiran
para polisi itu.
- Gerak Regresi
Gerak regresi merupakan dinamika proses ketidaksadaran pada diri
seseorang karena gagalnya proses penyesuaian terhadap kehidupn sadar.
Jadi, dapat berakibat akan terjadi
perkembangan fase mundur atau dirinya akan membawa pikiran dan
perasaannya kembali ke belakang.
Proses gerak fase mundur terlihat pada sikap Emil, yang memang tidak
bisa menempatkan diri dengan sikap yang lebih baik. Seperti terlihat
pada kutipan berikut.
“Kau mau pulang sekarang, Lani?” tanya Julia.
Melani menggeleng dengan lemas.
“Bawa saja dia pulang sekarang,” kata Emil Musa mengerutkan
keningnya. Memerintah. “Toh tidak akan lama lagi selesai.”
“Jika Lani mau tinggal, biarkan saja,” kata Julia. Dia tidak
pernah suka kepada sikap Insinyur Musa yang sering kali terlalu
otoriter terhadap Melani, suatu kompensasi dari ketidakberhasilannya
mengatur istrinya. Jadi selalu anak dan pembantu rumah tangganyalah
yang menjadi sasaran tempatnya menunjukkan gigi. Tak heran kalau
secara naluriah Julia selalu memihak Melani.” (Gandhi, 2005: 10)
Dari kutipan tersebut terlihat bahwa Julia tidak menyukai sikap Emil
yang secara tidak langsung seakan bersikap memerintah anaknya. Hal
ini merupakan suatu bentuk rasa ketidak puasan Emil karena di masa
lalu dia tidak dapat “mengendalikan” istrinya. Jadi, dia
melampiaskannya kepada anak dan pembantunya.
Proses regresi juga terlihat pada sikap Julia, saat mengetahui
adiknya meninggal, seperti terlihat pada kutipan berikut ini.
“Kalau memang ada yang harus mati, mestinya aku. Aku tidak punya
siapa-siapa lagi yang membutuhkanku. Aku sebatang kara. Tak akan ada
yang merasa kehilangan kalau aku mati. Tapi Febi punya suami, punya
anak, mereka semua masih sangat membutuhkannya. Seharusnya dia punya
masa depan yang panjang. Mengapa dia yang harus mati?” (Gandhi,
2005: 22)
Pada kutipan di atas menjelaskan ketika Julia sangat menyesal dengan
kepergian Febria. Julia menganggap seharusnya dialah yang mati,
karena merasa bahwa tidak akan ada lagi yang dapat dilakukannya tanpa
keluarga. Sedangkan Febria masih mempunyai keluarga yang utuh. Sikap
Julia membuktikan bahwa Julia mengalami kemunduran dalam pikirannya,
karena terbebani dengan konflik batin yang dia rasakan setelah
ditinggalkan oleh orang-orang yang dia sayang.
Kemunduran sikap yang dialami Emil, karena tidak dapat mengarahkan
istrinya untuk berperilaku yang baik semasa hidupnya. Hal ini
terlihat pada kutipan berikut.
Memang dari dulu Emil bukan orang yang supel dalam pergaulan, tetapi
pada waktu Febria masih hidup, dia tidak sebawel ini, apalagi di
hadapan istrinya. Dia lebih banyak diam. Sekarang dia betul-betul
seperti nenek tua yang suka mengomel sepanjang hari. Mungkin dia
frustasi kehilangan istrinya. Mungkin dia merasa disusahkan oleh
Febria, yang meninggalkannya begitu saja bahkan tanpa pamit, dan
sekarang dia yang harus mengurusi anaknya. Tetapi apapun alasannya,
Julia tidak menyukai sikap Emil ini. (Gandhi, 2005: 34)
Pada kutipan di atas terlihat bahwa Emil Musa memiliki sifat sangat
tunduk kepada Febria, istrinya. Dia lebih banyak diam ketimbang harus
berdebat dengan istrinya. Dan setelah kematian Febria, semua yang
dulu terpendam di hati Emil atas sikap Febria, meluap dan
dilampiaskan oleh orang-orang terdekatnya.
Kesalahpahaman yang terjadi antara Melani dan Julia sangat menyiksa
batin Julia. karena Melani telah menjadi anak yang tidak dapat
diatur. Hal ini terlihat pada kutipan berikut.
Hubungan baik antara Julia dan Melani tak pernah pulih. Sejak insiden
di awal bulan Juli itu, Melani sama sekali menarik dirinya dari
Julia. Gadis itu membisu terus kalau di rumah. Setelah mengurung
dirinya di dalam kamar selama empat hari, Melani mulai pergi setiap
pagi. Jika ditanya dia bilang ke rumah teman. Pertanyaan yang lebih
mendetail tentang siapa temannya ini, tak pernah mendapatkan jawaban.
Pokoknya sekitar pukul sebelas anak ini akan meningglakan rumah dan
baru pulang dengan taksi selewat pukul dua. (Gandhi, 2005: 153)
Kutipan di atas menggambarkan sikap Mealni yang telah berubah sejak
dia bertengkar dengan Julia. Melani sudah tak lagi seceria dulu.
Waktunya dihabiskan untuk mengurung diri di dalam kamar. Setelah itu
keluar rumah tidak jelas tanpa Julia tahu kemana dia pergi. Semua
sikapnya merupakan bentuk regresi atas penolakannya terhadap
keputusan Emil dan Julia untuk menikah.
Gerak progresi yang dialami Ny. Musa Darian setelah kematian anaknya
terlihat saat dia histeris tidak percaya bahwa anaknya mati bunuh
diri, seperti yang terlihat pada kutipan berikut ini.
“Emil tak mungkin membunuh dirinya!” kata Nyonya Mua Darian
mengemukakan pendapatnya. Tak jelas kepada siapa ibu tua itu
berbicara. Duduk mengelilingi meja makan pagi ini adalah Melani,
kakek dan neneknya, sedangkan Julia baru datang dari dapur, di
tangannya membawa piring berisi beberapa potong roti panggang yang
akan diletakkannya di atas meja. (Gandhi, 2005: 237)
“Tidak! Aku tidak terima jika dikatakan anakku bunuh diri! Untuk
apa dia bunuh diri? Pekerjaannya lancar, dia tidak punya utang, tidak
punya penyakit, kok tak ada hujan tak ada angin tiba-tiba bunuh
diri!” lanjut Nyonya Musa Darian. Lalu berpaling kepada Julia yang
baaru duduk, dia berkata,”Kau pasti tahu sesuatu. Hanya saja
kau tidak mau buka mulut. Kau menyembunyikan sesuatu!” (Gandhi,
2005: 238)
Pada kutipan tersebut menjelaskan saat pikiran dan perasaan Ny. Mussa
Darian yang tidak percaya kematian anaknya karena bunuh diri. Dia
marah, tapi tidak tahu marah kepada siapa. Tekanan batin akibat
ditinggal anak semata wayangnya yang membuatnya mempunyai pikiran
buruk terhadap orang lain.
Saat Julia menghadapi konflik batin ketika dia melihat Melani masih
terbaring lemas di rumah sakit, membuatnya takut akan terjadi apa-apa
pada Melani. Hal ini terlihat pada kutipan berikut.
Dengan berat hati akhirnya Julia mengikuti Alan Rahadian pulang.
“Hatiku bingung,” kata Julia. “Sewaktu Melani masih kritis, aku
takut dia tak akan sembuh. Sekarang dia sudah melewati masa itu, aku
takut apa yang akan terjadi padanya berikutnya. Polisi pasti akan
datang kepadanya besok atau lusa.” (Gandhi, 2005: 470)
Konflik batin yang dirasakan Julia adalah ketakutan apabila Melani
tidak akan sembuh dan apabila nantinya sembuh, dia malah menghadapi
proses interogasi polisi yang bisa saja mengarahkan Melani sebagai
pembunuh Emil Musa. Ketakutan yang dialami Julia pada proses
kegagalannya untuk menumbuhkan kesadaran, membuatnya semakin tertekan
apabila hal yang ditakutkannya kelak akan terjadi.
Setelah diketahui bahwa bukan Julia ataupun Melani yang membunuh
Emil, polisi mengarahkan pandangannya kepada Hadi, sopir pribadi Emil
Musa. Ternyata diketahui memang Hadi lah yang telah membunuh Emil
serta Sulika. Dengan pengakuan yang cukup mencengangkan yang
dilontarkan kembali oleh polisi. Hal ini diperjelas pada kutipan
berikut.
“Disana sopirnya dimarahi habis-habisan dan dipecatnya. Lalu pada
puncak amarahnya, Pak Emil meninju si Hadi. Menurut Hadi kata-kata
Pak Emil sangat kasar dan menghina, lalu yang terakhir pukulannya
membuat dia sudah tak dapat lagi menahan dirinya. Dia menusukkan
obeng panjang yang dipegangnya ke perut Pak Emil. Dan sekali itu
terjadi, dia sadar dia harus menghabisi nyawa Pak Emil, kalau tidak,
pasti majikannya ini akan menyeretnya ke penjara. Maka ditambahkannya
empat tikaman lagi ke tubuh Pak Emil yang sudah jatuh tak berdaya.”
(Gandhi, 2005: 480)
Pada kutipan di atas terlihat bahwa ternyata Hadi membunuh Emil Musa
dengan cara menusukkan obeng ke beberapa bagian tubuhnya, setelah
Hadi tidak terima dikatakan kasar dan dihina oleh Emil. Proses
ketidaksadaran yang dilakukan oleh Hadi dikarenakan tuntutan emosi
dan tertekan dengan keadaan pada saat itu.
Hadi tidak hanya membunuh Emil Musa tetapi juga Sulika. Hal ini
dilakukannya karena merasa jiwanya terancam. Hal ini dipaparkan oleh
polisi sebagai berikut.
“Mungkin karena Nona Melani pernah cerita kepadanya bahwa Bu Sulika
akan lapor kepada polisi tentang apa yang diketahuinya soal
pembunuhan Pak Emil jika polisi menahan Bu Julia. Jadi untuk mencegah
itu, dia membunuh perempuan itu.”
“Tapi... tapi saya tidak pernah mengatakan bahwa Bik Sulika akan
melaporkan Mas Hadi!” kata Melani. Orang-orang berpaling kepadanya
dan untuk pertama kalinya mereka baru melihat bahwa gadis ini
diam-diam menangis. Air matanya mengalir dari ujung-ujung matanya dan
sudah membasahi pipi dan lehernya.
“Kami rasa Saudara Hadi sendiri yang telah salah mengartikan
kata-kata Anda, Nona Melani,” kata Kosasih. “Orang yang berdosa
selalu punya perasaan bersalah.”
Julia meletakkan lengannya di bahu Melani dan menepuk-nepuknya.
(Gandhi, 2005: 483-484)
Kutipan tersebut terlihat bahwa Hadi membunuh Sulika karena dia takut
Sulika mengetahui siapa pembunuh sebenarnya Emil Musa, setelah
diceitakan oleh Melani. Oleh karena itu, agar dirinya tidak ketahuan,
dia membunuh Sulika untuk menghilangkan saksi mata. Padahal dari
penuturan Melani, sebenarnya Sulika tidak tahu pembunuh yang
sebenarnya. Tapi karena perasaan bersalah telah membunuh Emil Musa,
dalam alam ketidaksadarannya dia dilingkupi rasa ketakutan.
- Alternatif Pembelajaran dinilai dari Gerak Progresi dan Regresi dalam Novel di SMA
Pembelajaran bahasa Indonesia di SMA meliputi pembelajaran bahasa
dan sastra. Ketrampilan yang dapat dikembangkan berupa menyimak,
berbicara, membaca, dan menulis. Melalui Kompetensi Dasar
menganalisis unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia
(standard isi 2006, SMA kelas XI) materi nilai gerak progresi dan
regresi Jung dalam novel Misteri Mayat yang Berpindah karya S.
Mara Gd dapat diajarkan pada siswa. Novel tersebut cukup memberikan
banyak pengalaman bernilai pendidikan yang positif. Dalam pengajaran,
khususnya novel banyak sekali kendala yang dihadapi guru untuk
membangkitkan semangat siswa dalam membaca. Oleh karena itu, sebagai
seorang guru, layaknya harus memiliki alternatif pembelajaran untuk
meningkatkan prestasi belajar siswa. Diantaranya:
- Teknik Pengajaran Novel
Pada dasarnya teknik pengajaran sastra yang berupa
novel adalah cara yang digunakan oleh seorang guru untuk
membelajarkan novel secara berurutan atau teratur, sehingga pada
konsep maupun realita kenyataannya hasil yang dicapai oleh siswa akan
mencapai batas maksimal sesuai yang diinginkan oleh seorang guru.
Hal-hal yang berkaitan dengan teknik pengajaran novel adalah sebagai
berikut:
a.
Pemilihan Edisi Buku
Siswa biasanya akan tertarik untuk membaca buku, bila dilihat dari
penampilan cover dan kertas cetakan pada buku. Pemilihan buku
berdasarkan penampilan halaman depan buku yang menarik dengan
disesuaikan dengan warna yang beragam maupun gambar yang sesuai
dengan umur siswa, akan memberikan awal yang baik untuk membuat siswa
tertarik. Jenis cetakan yang bermutu juga biasanya lebih enak untuk
dibaca, jadi siswa terkesan lebih nyaman membacanya. Dan yang
terpenting setelah itu adalah pemilihan isi yang terdapat di dalam
novel.isi novel yang baik, harus sesuai dengan perkembangan usia
pembacanya. Jika hal ini diterapkan pada siswa SMA, berarti pemilihan
buku yang digunakan pun harus sesuai. Misalnya, dengan memberikan
novel yang bercerita tentang kisah cinta yang sederhana, atau tentang
suatu cerita yang memberikan makna tentang kehidupan, seperti novel
Misteri Mayat yang Berpindah karya S. Mara Gd, merupakan
sebuah novel yang mengungkapkan kehidupan secara nyata dan memberikan
pelajaran bagi manusia tentang cara untuk membedakan perilaku yang
seharusnya ditiru dan yang harus dihindari.
- Mengawali pembicaraan dengan menyenangkan
Sebagai seorang guru, selain mengembangkan ranah kognitif siswa juga
dapat menjadi fasilitator dan motivator yang baik. jadi, agar siswa
dapat tertarik pada buku yang sedang menjadi pokok bahasan, guru
mampu menjembatani siswa dengan cara membacakan
secara sekilas bagian-bagian yang menarik dari novel tersebut,
sebagai contoh bila dikaitkan di dalam novel Misteri
Mayat yang Berpindah karya S. Mara Gd
adalah pada bagian saat Julia Takra berusaha untuk kembali ke fase
pengembangan dirinya saat banyak masalah menghadangnya. Bagian
yang dibaca dapat berupa hal-hal yang termasuk dramatis atau hal yang
lebih memiliki makna yang terkait dengan pembelajaran
tersebut akan mampu meningkatkan semangat membaca siswa
sehingga sangat berpengaruh dalam proses pembelajaran.
- Memberikan penahapan belajar
Dalam memberikan pelajaran tentang gerak progresi
dan regresi pada novel Misteri Mayat
yang Berpindah karya S. Mara Gd, guru
memerlukan waktu 2 kali pertemuan. Oleh karena
itu guru dapat membuat persiapan berupa
penahapan panyajian. Pertemuan 1, tahap penyajian
yang dilakukan oleh guru adalah menanyakan pada siswa yang dimaksud
dengan novel dan unsur intrinsik pada novel, lalu guru mulai
memasukkan unsur-unsur tersebut ke dalam pembelajaran novel, terutama
novel Misteri Mayat yang Berpindah
karya S. Mara Gd. Apabila dalam novel dibagi menjadi beberapa
bab maka akan lebih mudah jika siswa dihadapkan untuk dapat membaca
tiap subbab. Dengan adanya bagian-bagian
subbab akan memudahkan siswa untuk membaca dan memahami makna yang
terkandung di dalamnya. Apabila nantinya dalam membaca bagian
tersebut tidak sampai pada waktunya maka
guru dapat memberikan penugasan pada siswa untuk membaca bab
selanjutnya serta menganalisis unsur-unsur
intrinsik di dalam novel tersebut di rumah. Guru juga
mengatakan pada siswa bahwa bab itu akan dibahas pada pertemuan
berikutnya. Sehingga dengan cara seperti itu siswa dapat lebih
memahami makna dan isi yang terkandung di dalam setiap babnya.
Sedangkan pada pertemuan 2, guru menanyakan kembali sisa bab yang
telah dibaca oleh siswa di rumah serta melanjutkan dengan menanyakan
pada siswa kaitannya dengan gerak progresi dan regresi yang terdapat
di dalam novel Misteri Mayat yang
Berpindah karya S. Mara Gd tersebut.
Tugas yang diberikan guru untuk siswa adalah mencari hal-hal yang
berkaitan dengan nilai gerak progresi dan regresi di dalam novel
tersebut.
- Membuat cerita lebih hidup
Salah satu cara untuk meningkatkan minat baca siswa agar mereka dapat
asyik menikmati cerita tersebut adalah dengan menghidupkan cerita
novel. Dengan guru mengimprovisasi adegan yang
dalam kaitannya dengan nilai gerak progresi dan regresi siswa dapat
membayangkan proses kejadian yang sedang terjadi dalam novel
tersebut. Selain dengan improvisasi, ada
cara lain untuk menghidupkan cerita agar
terkesan lebih mendalam dan dapat lebih spesifik melibatkan minat
siswa. Drama misalnya, dapat menjadi cara
memberikan kesempatan kepada siswa untuk merekonstruksi
adegan yang terdapat dalam novel yang telah dibaca. Secara
harafiah siswa dapat diminta untuk membuat diagram, peta ataupun
laporan berdasarkan hal-hal yang terdapat di dalam novel tersebut.
Sebagai contoh, dalam membaca novel Misteri Mayat yang Berpindah
karya S. Mara Gd, para siswa dapat diminta untuk menggambar denah
tempat terjadinya peristiwa pembunuhan Emil Musa dan Sulika yang
terjadi di dalam rumahnya, serta dapat juga dilakukan dengan cara
merekonstruksi kembali pembunuhan yang dilakukan oleh Hadi dengan
cara melakukan drama sederhana yang
direkostruksi ulang oleh siswa. Di samping
itu siswa juga dapat diminta untuk
menjelaskan silsilah keluarga Julia Takra berikut, tokoh-tokoh yang
berperan dalam novel tersebut. Hal-hal yang disebutkan diatas tadi
merupakan langkah sebagai tahap latihan yang memberikan kesempatan
praktek kepada siswa dan sarana untuk merealisasikan apa yang
tertulis di dalam novel tersebut. Hal-hal itulah yang membantu siswa
untuk menemukan konsep atau pemikiran fundamental yang benar tentang
novel itu.
- Membuat catatan ringkas
Novel yang panjang dan kompleks merupakan hal yang dirasa membosankan
bagi siswa. Oleh karena itu, guru harus menganjurkan siswa untuk
membuat catatan ringkas yang dapat membantu mengingat kesan-kesan
yang telah didapatkannya dari membaca. Catatn ini dapat berwujud
daftar nama tokoh yang pentinga dalam novel tersebut dengan
memberikan sedikit komentar. Misalnya, jika yang dibaca adalah novel
Misteri Mayat yang Berpindah karya S. Mara GD. Maka catatan
ringkas yang dapat ditulis adalah :
- Julia Takra : Tokoh utama dalam novel tersebut yang mempunyai konflik batin yang kuat karena berbagai masalah yang dihadapinya.
- Melani Musa : Keponakan dari Julia Takra, yang sebenarnya memiliki hati yang baik tetapi karena kesalahpahaman antara dia dan Julia sikapnya menjadi berubah.
- Emil Musa : Ayah dari Melani yang mempunyai sikap otoriter, dan terbunuh karena sikapnya sendiri.
- Alan Rahadian : Pendamping Julia yang memiliki sifat penyayang dan ketulusan untuk membantu Julia dalam menghadapi berbagai masalah
Jika dirasa perlu maka ringkasan tersebut dapat dirinci sehingga
menjadi lebih jelas.
- Pengkajian ulang
Apabila seluruh novel sudah dibaca maka perlu diadakan pengkajian
ulang tentang pokok bahasan yang sebelumnya telah dibaca. Hal ini
digunakan untuk memperjelas kesan pada siswa tentang novel yang
mereka pelajari. Pengkajian ini dilakukan dengan cara diskusi.
Diskusi sebaiknya diawali dengan pertanyaan-pertanyaan yang perlu
dibahas bersama dan guru mengarahkan pertanyaan tersebut dari arah
faktual kemudian ke arah intepretatif lalu menuju ke arah spekulatif.
Diskusi yang bersifat sastra tidak hanya merupakan pembicaraan
masalah atau sekedar mengungkapkan pandangan tetapi lebih mengarah
kepada pendapat-pendapat yang beralasan kemudian disajikan pada
masyarakat umum. Hasil yang dituliskan dalm bentuk esai atau diskusi
tertulis dapat pula dibukukan. Hendakanya guru dapat mempengaruhi
siswanya untuk memandang penulisan esai sebagai langkah yang penting
dalam mengungkapkan pendapat secara tertulis.
Selain dengan teknik pengajaran sastra, diharapkan
guru juga mampu mengembangkan suatu alternatif pembelajaran yang lain
untuk mempermudah pembelajaran,
diantaranya:
- Materi Ajar
Dalam penelitian ini materi yang digunakan
sebagai alternatif pembelajaran adalah nilai
gerak progresi dan regresi Jung dalam novel
“Misteri Mayat yang Berpindah” karya S. Mara Gd, di SMA
kelas XI semester 1 dengan Kompetensi Dasar yaitu
menganalisis unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik novel
Indonesia/terjemahan. Materi yang dipilih
sebagai bahan ajar sastra terutama yang berbentuk novel tersebut
adalah pada pertemuan 1, terlebih dahulu ditunjukkan oleh siswa
adalah hal-hal yang menarik siswa untuk membaca cerita tersebut,
setelah itu siswa diminta untuk membaca sendiri per sub bab. Sehingga
dengan adanya pembacaan per bagian sub bab, siswa akan lebih memahami
bagian-bagian penting dari bab tersebut dan mulai memasukkan
unsur-unsur intrinsik di dalamnya. Pada pertemuan 2, siswa mulai
diajarkan tentang gerak progresi dan regresi dan diaplikasikan ke
dalam novel Misteri Mayat yang Berpindah
tersebut.
Jenis materi ajar yang digunakan dalam
pembelajaran ini adalah mengenai prosedur, artinya bahwa dalam
pembelajaran berupa novel terutama novel Misteri
Mayat yang Berpindah ini dapat dilihat
sistematikanya yaitu siswa diminta untuk membaca bagian-bagian yang
mengandung adegan tentang pembunuhan tersebut setelah itu siswa dapat
membuat sendiri kronologis kejadiannya dan dapat diaplikasikan dalam
suatu skenario untuk dapat ditampilkan. Selain dengan menggunakan
jenis materi berupa prosedur, jenis materi yang dapat dipakai adalah
tentang sikap atau nilai, karena yang diutamakan dalam hal ini adalah
hasil belajar yang berupa suatu perubahan pada sikap sesorang agar
mengetahui hal yang baik untuk dijadikan sebagai pengalaman hidup.
Prinsip-prinsip pengembangan materi yang dapat
digunakan dalam pembelajaran novel ini adalah adequacy yang berarti
kecukupan. Di dalam materi ajar yang akan disampaikan dapat memadai
sehingga siswa dapat menguasai kompetensi dasar yang diajarkan.
- Pendekatan
Dalam penelitian ini pendekatan yang digunakan sebagai alternatif
pembelajaran nilai gerak progresi dan regresi Jung dalam
novel Misteri Mayat yang Berpindah
karya S. Mara Gd, di SMA kelas XI semester 1 dengan Kompetensi
Dasar yaitu menganalisis unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik novel
Indonesia/terjemahan adalah menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif
(Cooperative Learning).
Model tersebut berpusat pada siswa yang mendasarkan pada perkembangan
siswa, sehingga mendorong siswa untuk berinteraksi dengan siswa yang
lain maupun guru dan dapat mengeksplorasi ide siswa. .
Eksplorasi ide yang dimaksudkan adalah penjajakan materi yang
nantinya akan dipelajari oleh siswa.
Penggalian dan eksplorasi ide dapat dilakukan dengan cara guru
memberikan pertanyaan rangsangan kepada
siswa tentang hal-hal yang menyangkut perilaku
yang positif dan negatif saat adanya hambatan berupa masalah-masalah
dalam kehidupan. Dengan berbagai jawaban siswa yang menyangkut
tentang perilaku-perilaku tersebut, siswa ditunjukkan dengan salah
satu perilaku yang berkaitan dengan proses kehidupan sadar dan
positif yang dilakukan oleh Julia Takra, tokoh utama dalam novel
Misteri Mayat yang Berpindah
tersebut. Yang dimaksudkan guru dalam hal ini adalah perilaku yang
berupa gerak maju dan gerak mundur yang terjadi pada setiap tokoh
dalam novel tersebut. Sebagai contoh, yang lebih banyak memiliki
gerak maju atau progresi dalah sang tokoh utama yang bernama Julia
Takra, karena pada dasarnya dia mampu untuk terus bertahan hidup dan
tidak rapuh saat berbagai masalah menimpanya. Sedangkan yang memiliki
gerak regresi, salah satunya Melani, keponakan Julia Takra, dapat
dilihat dari cara dia menyelesaikan masalah dengan mengakhiri hidup
dan kabur dari rumah. Guru merangsang siswa untuk memahami contoh
gerak-gerak tersebut, terutama pada tokoh utama yang menjadi tokoh
pusat untuk dijadikan sebagai pembelajaran kehidupan untuk siswa,
karena utama tersebut mengajarkan tentang suatu perilaku positif,
terutama dalam menghadapi suatu masalah tokoh utama tidak langsung
terpuruk dalam kesedihan tetapi tetap bangkit untuk melanjutkan
hidup, sehingga hal tersebut layaknya dapat diajdikan contoh teladan
oleh siswa.
Jika siswa sudah memahami konsep gerak progresi
dan gerak regresi dengan jelas, guru dapat melanjutkan
dengan memberikan tugas menganalisis setiap tokoh
yang mengandung gerak progresi dan gerak regresi dalam novel Misteri
Mayat yang Berpindah karya S. Mara Gd,
untuk mengetahui dan mengukur pemahaman siswa.
- Strategi
Strategi dalam alternatif pembelajaran nilai gerak progresi dan regresi Jung dalam novel Misteri Mayat yang Berpindah karya S. Mara Gd di SMA kelas XI semester 1 dengan Kompetensi Dasar yaitu menganalisis unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia/terjemahan ini adalah menggunakan strategi teks acak. Jika di dalam strategi tersebut dengan menghadirkan teks untuk diacak, tetapi dengan pemilihan novel Misteri Mayat yang Berpindah karya S. Mara Gd tersebut, siswa diminta untuk menyusun proses kejadian pembunuhan yang terjadi dengan menampilkan nilai gerak progresi dan regresi dari tiap tokohnya. Dalam strategi ini, lebih mementingkan aktivitas siswa. Langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh guru adalah sebagai berikut:
- Guru memilih bacaan dan proses kejadian yang akan disampaikan.
Pemilihan bacaan dan proses kejadian pada novel
Misteri Mayat yang Berpindah
karya S. Mara Gd, didasarkan pada hal-hal yang mengandung nilai gerak
progresi dan regresi dan pada unsur yang menyebabkan kematian pada
salah satu cerita tersebut, sehingga memiliki kronologis kejadian
terjadinya pembunuhan.
- Guru memotong bagian kronologi kejadian beserta kalimat yang menyatakan nilai gerak progresi dan nilai gerak regresi secara acak.
Terlebih dahulu guru melakukan apersepsi yang
berupa pengenalan gerak progresi dan regresi pada siswa dengan
kehidupan siswa sehari-hari. Guru merangsang pengetahuan siswa
tentang hal-hal yang dapat terjadi jika terjadi masalah. Jika
terdapat siswa yang kurang paham dengan pengajaran yang telah
disampaikan, maka guru meminta siswa untuk mendiskusikan
dengan teman kelompoknya. Teman yang sudah paham harus menjelaskan
kembali materi kepada temannya yang belum paham. Jika siswa sudah
paham, guru melanjutkan dengan memberikan tugas.
- Guru membagi siswa menjadi kelompok kecil
Untuk dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang
karakter dan kronologis kejadian, maka siswa diminta untuk membagi
kelompok menjadi beberapa bagian.
- Setiap kelompok diberi bacaan utuh yang telah dipotong kronologis kejadiannya oleh guru
Jika setiap siswa telah membagi kelompok menjadi
beberapa bagian, siswa diberikan suatu teks yang telah dipersiapkan
oleh guru sebelumnya. Cara yang dapat digunakan oleh guru adalah
dengan memotong tiap kronologis serta yang mengandung nilai gerak
progresi dan regresi pada kejadian yang berbeda-beda dan diberikan
kepada tiap kelompok.
- Guru meminta siswa untuk menyatukan kembali kronologis kejadian.
Setelah guru mempersiapkan potongan-potongan
berupa kalimat kepada siswa, guru meminta siswa untuk menyatukan
kembali kalimat-kalimat yang mengandung unsur kejadian sesuai dengan
isi buku yang terdapat pada novel Misteri
Mayat yang Berpindah karya S. Mara Gd
tersebut sehingga menjadi perpaduan bacaan yang utuh dengan menurut
pada unsur nilai gerak progresi dan regresi Jung.
- Guru meminta siswa untuk mempelajari teks yang telah diurutkan oleh masing-masing kelompok
Setelah semua kalimat yang mengandung hal-hal yang
ditentukan oleh guru dapat dilaksanakan oleh guru dapat dilaksanakan
dengan baik oleh siswa, sehingga secara garis besarnya siswa
mengetahui setiap kejadian yang telah diberikan dan gerak-gerak yang
ada dalam setiap tokohnya, siswa diminta oleh guru untuk mempelajari
teks bacaan tersebut. . Salah satu anggota kelompok
mempresentasikan hasil analisis secara lisa maupun
dalam bentuk berlakuan tokoh secara sederhana, kelompok lain
boleh bertanya dan menanggapi. Guru memastikan setiap kelompok dapat
presentasi satu-persatu dengan memberikan alokasi waktu yang sama.
- Media
Dalam penelitian ini media yang digunakan sebagai pembelajaran
gerak progresi dan regresi Jung dalam novel Misteri
Mayat yang Berpindah karya S. Mara Gd
tersebut, menggunakan
media yang tidak diproyeksikan,
berupa : potongan-potongan kertas yang
dibagikan pada masing-masing kelompok. Potongan
tersebut berisi tentang adegan-adegan serta hal-hal yang mengandung
gerak progresi dan regresi yang telah dilakukan oleh tiap tokoh dan
siswa diminta untuk menyusunnya kembali, setelah sebelumnya membaca
novel tersebut.
- Metode
Alternatif pembelajaran ini menggunakan
metode tanya jawab, ceramah, metode
pemberian tugas,
metode kerja kelompok, metode diskusi dan metode
demonstrasi. Agar partisipasi serta
aktivitas siswa tinggi sehingga pembelajaran
menjadi efektif.
Metode tanya jawab dapat dilakukan dengan cara
guru menampilkan perilaku salah satu tokoh dan menanyakan pada siswa
tentang perilaku tokoh tersebut. Apabila siswa menjawab bahwa tokoh
tersebut memiliki suatu perilaku yang positif atau negatif, guru
mulai mengajak siswa untuk masuk ke dalam materi yang akan
disampaikan, yaitu penggunaan nilai gerak progresi dan gerak regresi.
Metode ceramah disampaikan guru apabila pada
dasarnya siswa kurang mampu menangkap isi materi tentang novel, unsur
intrinsik serta nilai gerak progresi dan regresi yang telah
disampaikan sebelumnya oleh guru. Guru memberikan ceramah
dengan tujuan memperjelas dari jawaban-jawaban sebelumnya. Metode
ceramah ini diminimalisir karena siswa yang lebih berperan aktif
dalam pembelajaran novel tersebut.
Metode selanjutnya yang dapat dilakukan oleh guru
adalah metode pemberian tugas pada siswa, dengan memberikan petunjuk
yang jelas. Pemberian tugas
dilakukan dalam dua bentuk yaitu tugas kelompok dan tugas individu.
Tugas kelompok diselesaikan secara bersama-sama dalam setiap kelompok
yang diberikan berupa analisis setiap kronologis
kejadian yang terjadi pada tokoh-tokoh novel Misteri
Mayat yang Berpindah,
yang telah ditentukan oleh guru
sebelumnya. Setiap kelompok wajib mempresentasikan jawabannya,
yang berupa bentuk lisan oleh salah satu siswa dalam kelompok dan
berupa tahap pemeran tiap tokoh secara sederhana. Sedangkan tugas
individu dapat dinilai dari peran yang ditampilkan oleh tiap siswa.
Metode kerja kelompok digunakan dalam proses pengerjaan tugas. Dengan
metode kerja kelompok, diharapkan setiap
kelompok mampu menunjukkan kekompakan, keefektifan
waktu yang telah tersedia dalam menyelesaikan tugas dan hasil
yang dicapai juga merata antar anggota kelompok. Metode kerja
kelompok hanya digunakan saat siswa mengerjakan tugas kelompok,
terutama saat siswa diminta untuk menyusun atau merangkai
potongan-potongn kertas yang telah disiapkan oleh guru, terutama pada
kejadian yang telah terjadi di dalam novel Misteri
Mayat yang Berpindah karya S. Mara Gd
tersebut.
Metode diskusi digunakan saat dibagi menjadi dua
macam, yang pertama saat siswa mampu bertukar pikiran bersama dengan
anggota kelompoknya, agar yang dicapai memuaskan serta saat siswa
mempresentasikan hasil pekerjaan
masing-masing kelompok. Ketika ada kelompok yang presentasi, kelompok
yang lain diminta untuk menanggapi hasil analisis dari
kelompok tersebut. Melaui metode diskusi, diharapkan siswa dapat
menemukan jawaban dari permasalahan yang ada dalam
analisis nilai gerak progresi dan regresi Jung dalam novel Misteri
Mayat yang Berpindah karya S. Mara Gd
serta pada tiap kronologis kejadian yang terdapat pada novel
tersebut.
Metode yang terakhir yang dapat digunakan untuk
proses pembelajaran tersebut adalah metode demonstrasi. Artinya bahwa
dengan adanya proses hasil kerja secara kelompok yang telah dilakukan
oleh siswa, untuk dapat membuat cerita lebih hidup adalah dengan
mengaplikasikannya dalam bentuk peran yang sederhana. Sehingga siswa
diharapkan tidak hanya dapat mengolah kata dan mengetahui apa yang
dimaksud dengan nilai gerak progresi dan regresi, tetapi juga siswa
mampu memperoleh pengalaman praktik secara nyata dengan hal yang
berkaitan tentang kronologis kejadian yang terjadi pada proses
pembunuhan tersebut yang ada dalam novel Misteri
Mayat yang Berpindah tersebut.
- Evaluasi
Pada dasarnya, semua hal yang telah dilakukan oleh
siswa dalam proses pembelajaran sastra berupa novel tersebut,
haruslah terdapat suatu penilaian yang nantinya akan dijadikan
sebagai hasil pengukuran dengan menggunakan angka. Evaluasi pada
siswa dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu evaluasi atau penilaian
secara kelompok dan penilaian secara individu. Penilaian secara
kelompok, dapat didasarkan oleh hasil belajar siswa secara
bersama-sama dengan melihat kemampuan siswa kerjasama dalm tim untuk
menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru, yaitu bila dikaitkan
dengan novel tersebut adalah cara siswa untuk menyusun kembali
bagian-bagian kronologis kejadian yang terdapat dalam cerita novel
tersebut. Sedangkan hasil belajar siswa yang diukur dari tingkat
penilaian secara individu, didasarkan pada penilaian saat siswa
melakukan proses mendemonstrasikan atau berperan sebagai tokoh-tokoh
novel Misteri Mayat yang Berpindah karya
S. Mara Gd, yang telah dipersiapkan oleh guru sebelumnya.
Evaluasi tugas individu di ambil dari ketepatan jawaban yang ditulis
siswa pada buku tugas. Soal-soal tersebut meliputi: Sebutkan
hal-hal yang termasuk nilai gerak progresi dan
regresi Jung dalam novel Misteri Mayat
yang Berpindah karya S. Mara Gd
tersebut!
- Contoh Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
RENCANA
PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
TAHUN
PELAJARAN 2010/2011
Sekolah : SMA
Mata pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/semester : XI/1
Standar Kompetensi : Memahami berbagai hikayat, novel
Indonesia/novel terjemahan
Kompetensi Dasar : Menganalisis unsur-unsur intrinsik dan
ekstrinsik novel Indonesia/terjemahan
Indikator : 1. Menceritakan isi novel Indonesia
- Mendiskusikan nilai-nilai yang ada dalam novel
- Mengaitkan nilai-nilai tersebut dengan kehidupan sehari-hari
Alokasi Waktu : 4 x 45 menit (2 x pertemuan )
- Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari materi ini, siswa diharapkan dapat:
- Menceritakan isi novel Indonesia
- Mendiskusikan nilai-nilai yang ada dalam novel
- Mengaitkan nilai-nilai tersebut dengan kehidupan sehari-hari
- Materi Pembelajaran
Novel Indonesia
- Unsur intrinsik (tokoh, penokohan, latar)
- Unsur intrinsik (nilai gerak progresi dan regresi)
- Langkah-langkah kegiatan pembelajaran
Pertemuan pertama
NO
|
KEGIATAN BELAJAR
|
WAKTU
|
METODE
|
SUMBER
/ALAT
|
PENILAIAN
|
|
Guru
mengajukan pertanyaan mengenai jenis-jenis sastra kepada murid
|
5
mnt
10 mnt
|
Ceramah
Tanya jawab
|
Absensi
Buku paket
|
90% siswa dapat
menyebutkan jenis-jenis sastra
|
|
Sebagai
kegiatan eksplorasi guru melakukan kegiatan berikut:
Sebagai
kegiatan elaborasi guru melakukan hal-hal sebagai berikut:
Sebagai
kegiatan konfirmasi, guru melakukan hal-hal sebagai berikut:
|
5
mnt
10
mnt
10
mnt
20
mnt
10
mnt
10 mnt
|
Tanya
jawab
penugasan
penugasn
ceramah
|
Novel
Misteri Mayat yang Berpindah
karya S. Mara Gd
Novel “Misteri
Mayat yang Berpindah” karya S. Mara Gd
|
85%
siswa dapat mengetahui pengertian gerak progresi dan gerak regresi
90% siswa dapat
menganalisis unsur intrinsik dan ekstrinsik dalam novel
|
|
|
5
mnt
3
mnt
2 mnt
|
Ceramah
Ceramah
Ceramah
|
|
|
Pertemuan kedua
NO
|
KEGIATAN BELAJAR
|
WAKTU
|
METODE
|
SUMBER
/ALAT
|
PENILAIAN
|
|
Guru
mengajukan pertanyaan mengenai perilaku-perilaku positif dan
negatif yang ada di lingkungan sekitar
|
5
mnt
10 mnt
|
Ceramah
Tanya jawab
|
Absensi
Buku paket / modul
|
90% siswa dapat
mengingat materi novel yang sudah diajarkan sebelumnya
|
|
Sebagai
kegiatan eksplorasi guru melakukan kegiatan berikut:
Sebagai
kegiatan elaborasi guru melakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Guru membacakan satu bagian kutipan novel yang menyatakan nilai
gerak progresi dan regresi di dalam bagian awal
2.Siswa menentukan hal-hal yang termasuk nilai gerak progresi dan
regresi dan alasannya
Sebagai
kegiatan konfirmasi, guru melakukan hal-hal sebagai berikut:
|
5
mnt
10
mnt
10
mnt
20
mnt
10
m
10 mnt
|
Tanya
jawab
penugasan
penugasan
ceramah
|
Novel
Misteri Mayat yang Berpindah
karya S. Mara Gd
Novel
Misteri Mayat yang Berpindah
karya S. Mara Gd
Novel Misteri
Mayat yang Berpindah karya S. Mara Gd
|
85%
siswa dapat mengetahui nilai gerak maju dan mundur dalam novel
tersebut
90% siswa dapat
menganalisis nilai gerak progresi dan regresi
|
|
|
5
mnt
3
mnt
2 mnt
|
Ceramah
Ceramah
Ceramah
|
|
|
- Sumber belajar
- Bagan unsur intrinsik dan ekstrinsik dalam novel Indonesia
- Novel Misteri Mayat yang Berpindah karya S. Mara Gd
- Penilaian
- Teknik
- Tes Tertulis
- Penugasan
- Bentuk instrumen
- Tertulis
Bacalah tiap subbab novel Indonesia terutama novel Misteri
Mayat yang Berpindah karya S. Mara Gd, setelah membaca,
analisislah menurut unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik serta yang
mengandung nilai gerak progresi dan regresi, dan sebutkan alasannya,
dengan format berikut ini!
-
Unsur-unsur IntrinsikUnsur-unsur EkstrinsikAlasanTokohPenokohanLatarNilai Gerak ProgresiNilai Gerak Regresi
- Format penilaian :
Pedoman
penskoran
|
Skor
|
a. Siswa menyebutkan nilai
gerak progresi
b. siswa meyebutkan nilai gerak
regresi
c.
siswa tidak mengerjakan
|
10
10
0
20
20
0
20
20
0
|
Perhitungan nilai akhir dalam skala 0-100 adalah sebagai berikut:
Nilai
akhir (NA) = Jumlah perolehan skor X 100
Jumlah skor tertinggi
Mengetahui Semarang, Juli
2011
Kepala SMA N Semarang,
Guru Mata Pelajaran,
...................................
..................................
BAB
IV
PENUTUP
- Simpulan
Nilai Gerak Progresi dan Regresi Jung dalam novel Misteri Mayat
yang Berpindah karya S. Mara Gd didasari oleh masalah proses
kejiwaan para tokohnya. Masalah tersebut dalam masing-masing tokoh
digambarkan pengarang dalam bentuk jalinan kehidupan yang
berbeda-beda.
139
Dalam novel Misteri
Mayat yang Berpindah karya S. Mara Gd, gerak progresi digambarkan
pengarang banyak melalui penggambaran tokoh utama. Yaitu dengan
adanya konflik batin Julia Takra saat ditinggal mati oleh anggota
keluargaya satu persatu, gerak ke kesadaran Julia untuk terus maju ke
kehidupan yang akan datang secara sempurna sampai pada gerak maju ke
kehidupan sadar yang dilakukan Julia saat mengetahui pembunuhan yang
dilakukan oleh Melani, dengan cara memindahkan mayat Emil Musa ke
kamarnya sendiri, agar Melani tidak dituduh sebagai pembunuh dan
semua itu dianggap sebagai kasus bunuh diri. Sedangkan gerak regresi
dalam novel Misteri Mayat yang Berpindah karya S. Mara Gd,
dapat dilihat dari tekanan batin yang dirasakan oleh Melani saat
mengetahui bahwa ayah dan tantenya berniat akan menikah. Bentuk
kompensasi penolakannya adalah dengan cara merubah sikap dan
perilakunya menjadi perangai yang lebih buruk sampai pada proses
ketidaksadran Hadi pada saat tertekan dan merasa terhina dengan
perkataan yang diucapkan oleh Emil yang meyebabkan dia terpaksa
membunuh majikannya tersebut.
Nilai Gerak Progresi dan Regresi Jung dalam novel Misteri Mayat
yang Berpindah karya S. Mara Gd dapat dipilih sebagai media
pembelajaran sastra di SMA. Pembelajaran sastra novel, salah satunya
terdapat dalam Silabus Bahasa Indonesia kelas sebelas
semester satu. Berdasarkan Standar Kompetensi membahas cerita pendek
melalui kegiatan diskusi dan Kompetensi Dasar menganalisis
unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia/terjemahan,
pembelajaran nilai gerak progresi dan regresi Jung dalam novel
Misteri Mayat yang Berpindah karya S. Mara Gd dapat diajarkan
kepada siswa. Tujuan dari pembelajaran ini adalah siswa mampu
menganalisis gaya bahasa yang terdapat dalam teks lagu. Pada
pembelajaran sastra gaya bahasa dengan menggunakan langkah-langkah
untuk mempermudah proses pengajaran. Alternatif pembelajarannya di
SMA dapat dilakukan dengan melakukan pemilihan edisi buku, mengawali
pembicaraan dengan menyenangkan, memberikan penahapan belajar,
membuat cerita lebih hidup, metode bervariasi, membuat catatan
ringkas dan pengkajian ulang. Sistematikanya adalah, Materi Ajar :
prosedur dan sikap atau nilai. Pendekatan : Pendekatan Kooperatif
(Cooperative Learning) dan pendekatan Classrom Discussion
(diskusi kelas) pembelajaran kooperatif. Strategi : Teks Acak. Media
: media yang tidak diproyeksikan berupa
potongan-potongan kertas. Metode : ceramah, tanya jawab,
pemberian tugas, kerja kelompok dan metode demonstrasi. Evalusi
berupa tugas individu yang berupa pengapresiasian pemeran tokoh dan
tugas kelompok yang berupa analisis nilai gerak progresi dan regresi.
- Saran
Analisis terhadap nilai gerak progresi dan regresi Jung dalam novel
Misteri Mayat yang Berpindah karya S. Mara Gd, yang sudah
dibahas diharapkan dapat memberikan manfaat dan inspirasi bagi para
pembaca umumnya, mahasiswa khususnya jurusan Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia.
Disarankan bagi para guru bidang studi Bahasa dan Sastra Indonesia,
bisa lebih mengembangkan lagi terutama dalam hal kemampuan
mengapresiasikan karya sastra. Bagi pembaca agar agar dapat dijadikan
referensi dan bahan bacaan dalam mendalami dan memahami karya sastra
terutama nilai gerak progresi dan regresi Jung dalam novel Misteri
Mayat yang Berpindah karya S.
Mara Gd .
Bagi pembaca novel ini, ada baiknya memahami isi yang terkandung
dalam tiap perilaku tokoh-tokoh tersebut dapat dijadikan sebagai
sebuah pembelajaran dalam suatu kehidupan nyata. Sehingga, dengan
adanya energi-energi positif yang terkandung dari dalam diri akan
semakin meningkat.
SILABUS
Nama Sekolah : SMA
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas : XI
Semester : 1
Standar Kompetensi : Memahami berbagai
hikayat, novel Indonesia/novel terjemahan
Kompetensi Dasar : 7.1
Menemukan unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik hikayat
7.2 Menemukan
unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia/terjemahan
Kompetensi
Dasar
|
Materi
Pembelajaran
|
Kegiatan
Pembelajaran
|
Indikator
|
Penilaian
|
Alokasi
Waktu
|
Sumber/
Bahan/Alat
|
7.1 Menemukan unsur-unsur
intrinsik dan ekstrinsik hikayat
|
Teks hikayat
|
|
|
Jenis
Tagihan:
Bentuk
Instrumen:
|
4
|
|
|
|
|
|
|
|
|
7.2Menganalisis unsur-unsur
intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia/ terjemahan
|
Novel
Indonesia dan novel terjemahan
|
|
|
Jenis Tagihan:
Bentuk Instrumen:
|
4
|
|
DAFTAR PUSTAKA
Alwisol.
2004. Psikologi Kepribadian.
Malang: UMM Press.
Asriningsari, Ambarini; Nazla Maharani Umaya.
2010. Semiotika, Teori dan Aplikasi Pada
Karya sastra. Semarang: IKIP PGRI
Semarang Press.
Boeree, George. 2000. Sejarah
Psikologi. Yogyakarta: Prisma Sophie.
Budiraharjo, Paulus. 1997. Mengenal
Teori Kepribadian Mutakhir. Yogyakarta:
Penerbit Kanisius.
Fudyartanta. 2005. Pikologi
Kepribadian Teori Neo Freudianisme.
Yogyakarta: Zenith Publisher.
Harjito. 2007. Melek
Sastra.
Semarang: IKIP PGRI Semarang Press.
Ibrahim, Syukur. 1987. Kesusastraan
Indonesia sajian latih-ajar mandiri.
Surabaya: “Usaha Nasional” Surabaya Indonesia
Kartono, Kartini. 1971. Teori
Kepribadian dan Mental Hygiene.
Bandung: Alumni.
Keraf, Gorys. 2007. Argumentasi
dan Narasi. Jakarta: PT. Gramedia.
Nurgiantoro, Burhan. 2000. Penilaian
dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra.
Yogyakarta: PT. BPFE.
Schultz, Duane. 1991. Psikologi
Pertumbuhan. Yogyakarta: Penerbit
Kanisius.
Siswantoro. 2005. Metode
Penelitian Sastra: Analisis Psikologis.
Surakarta: Muhammadiyah University Press
Sugihastuti dan Suharto: 2006. Kritik
Sastra Feminis Teori dan Aplikasinya.
Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Suhariato. 1982. Dasar-dasar
Teori Sastra. Surakarta: widya Duta.
Sujanto, Agus. 2006.
Psikologi Kepribadian. Jakarta: Bumi
Aksara.
Suryabrata, Sumadi. 1996. Psikologi
Kepribadian. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Tarigan, Henry Guntur. 2000. Prinsip-Prinsip
Dasar Sastra. Bandung: Angkasa
SINOPSIS
Novel ini menceritakan perjalanan hidup seorang tokoh utama yang
diiringi dengan para tokoh pembantu, serta memiliki konflik yang
beragam. Tokoh utama yang bernama Julia Takra adalah seorang sosok
perempuan Indonesia yang memiliki keteguhan dan kemuliaan hati
dibanding dengan tokoh yang lain. Dia berusaha untuk tetap bertahan
hidup setelah secara berturut- turut dihadapkan dengan konflik batin
karena ditinggalkan oleh orang- orang yang disayang, yang telah lebih
dulu menghadap Sang Pencipta dengan kematian yang beragam. Setelah
dapat mengatasi konflik batinnya, dia mulai dihadapkan kembali dengan
keadaan di dalam keluarga almarhum adik kandungnya. Seorang keponakan
yang menjadi tanggung jawabnya untuk dibesarkan, yang mulanya
merupakan seorang anak yang penurut, mulai menjadi seorang anak yang
tidak dapat diatur dan pembangkang karena salah paham dengan apa yang
dilakukan oleh Julia Takra dan mantan suami almarhum adik kandungnya,
yang menyebabkan Melani, sang keponakan, pergi dari rumah. Dan akibat
dari itu, akhirnya sang adik ipar-pun meninggal dunia akibat dibunuh
oleh seseorang, dengan mayatnya yang dipindahkan oleh sang pelaku
untuk menyamarkan jejak serta menghilangkan barang bukti. Tetapi
walau belum tentu kebenarannya, demi menyelamatkan keponakannya,
Julia rela berbohong untuk Melani, yang dikira telah membunuh ayahnya
sendiri dan konfik batin yang dialaminya kembali terjadi. Tetapi
akibat kematian yang dialami oleh pembantu yang disayangi oleh Julia
Takra, Sulika, akhirnya Julia Takra tak mau lagi berbohong untuk
Melani, karena Julia mengira bahwa Melani-lah yang membunuh kedua
orang tersebut. Tetapi dengan penyidikan yang dilakukan oleh Kapten
Polisi Kosasih dan Gozali, akhirnya pembunuhan tersebut dapat
diungkap, yang ternyata dilakukan oleh sopir pribadi Emil Musa, yang
sakit hati dengan perkataan Emil Musa, saat sang sopir terpergok
tengah bersama dengan anak gadisnya di sebuah hotel bintang empat.
Kisah ini menuai banyak air mata dan ketegangan, dengan diakhiri
penyesalan Melani telah menuduh tantenya sendiri. Sampai pada
akhirmya Melani dan Julia Takra, kembali lagi hidup seperti dulu,
walaupun hanya tinggal berdua, tanpa kasih sayang orang-orang
tercinta yang telah mendahului mereka.
No comments:
Post a Comment