Laman

Friday, June 24, 2011

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS KARANGAN NARATIF BERBAHASA JAWA MELALUI TEKNIK MENGARANG TERPIMPIN DAN PEMANFAATAN MEDIA PUZZLE PADA SISWA KELAS X 1 MAN PURWOREJO TAHUN AJARAN 2007/2008



I.I. Latar Belakang Masalah
            Pembelajaran bahasa di sekolah diarahkan untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam berkomunikasi karena pada hakikatnya belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Ada empat aspek keterampilan berbahasa yang harus diperhatikan, yaitu mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat keterampilan itu merupakan keterampilan yang dapat dipelajari dan dilatih melalui pembiasaan.
            Keberadaan keterampilan menulis dalam pembelajaran bahasa di sekolah mutlak diperlukan. Melalui keterampilan menulis, siswa dapat menuangkan gagasan dan pengalaman dalam berbagai macam bentuk karangan. Dalam menulis, diperlukan adanya suatu bentuk ekspresi gagasan yang berkesinambungan, urutan cerita yang logis, dan bahasa yang mudah dipahami. Hal ini dapat diwujudkan melalui penggunaan kosakata dan tata bahasa yang baik, sehingga dapat mewujudkan informasi secara jelas. Semua itu dapat dicapai melalui proses latihan menulis yang tanpa henti. Oleh karena itu, keterampilan menulis perlu mendapat perhatian yang serius dalam pembelajaran di sekolah.

1
            Materi kompetensi menulis di sekolah salah satu diantaranya yaitu membuat karangan prosa. Karangan narasi merupakan wujud karangan prosa. Menulis karangan narasi bertujuan untuk mengisahkan atau menceritakan, karena tulisan yang dibuat merupakan hasil perwujudan imajinasi atau pengalaman. Keterampilan bercerita secara runtut dan berkesinambungan dibutuhkan ketika membuat karangan naratif. Oleh karena itu, diperlukan keterampilan bercerita yang mampu menampilkan urutan peristiwa dan menggambarkan tokoh secara baik.
            Kenyataan menunjukkan bahwa siswa belum sepenuhnya menguasai keterampilan menulis karangan naratif. Siswa sering menganggap mengarang naratif itu sulit dan membosankan. Siswa banyak mengalami hambatan dalam pemilihan kosakata, pembuatan alur cerita, penggunaan ejaan, dan tata bahasa yang baik dan benar. Selain itu, dari pihak guru juga mengalami kesulitan karena guru harus mengoreksi satu persatu hasil karangan siswa mulai dari pemilihan kata  sampai dengan ejaan penulisan, sehingga hal itu memerlukan waktu yang cukup banyak. Akibatnya, waktu praktek mengarang dikurangi, jadi guru hanya memberikan teori-teori. Kenyataan itu dapat dilihat dari pelaksanaan pembelajaran menulis naratif dalam bahasa Jawa di MAN Purworejo yang hanya berorientasi pada teori dan pengetahuan, sehingga keterampilan menulis naratif siswa kurang maksimal. Keadaan ini diperburuk dengan adanya anggapan bahwa mata pelajaran bahasa Jawa itu sulit dan hanya sebagai pelajaran muatan lokal (mulok) di sekolah yang dirasa tidak penting sehingga kurang menarik minat siswa dalam belajar bahasa Jawa. Karena kurang menarik, siswa akhirnya malas mempelajari bahasa Jawa yang salah satunya berimbas pada rendahnya keterampilan menulis karangan naratif. Oleh karena itu, guru harus mencari dan menerapkan suatu teknik yang sesuai untuk meningkatkan keterampilan menulis siswa.
            Seperti yang telah dilukiskan sebelumnya bahwa di MAN Purworejo keterampilan menulis siswa khususnya menulis karangan naratif sudah diajarkan. Akan tetapi, hasil pembelajaran masih belum sesuai dengan harapan yang ada di kurikulum. Untuk itu, agar siswa lebih berkembang dalam keterampilan menulis karangan naratif,  maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh pendidik. Salah satu diantaranya adalah teknik mengajar. Teknik mengajar ini berkaitan langsung  dengan usaha guru dalam menampilkan pembelajaran yang sesuai dengan situasi dan kondisi sehingga tujuan pembelajaran diperoleh secara optimal. Teknik mengajar ini banyak ragamnya dan bisa divariasikan sesuai dengan tujuan belajar mengajar, tipe belajar siswa, kemampuan guru, dan kondisi serta situasi yang ada pada saat itu. Dengan demikian, salah satu keterampilan guru yang memegang peranan penting dalam pembelajaran adalah memilih teknik mengajar.
            Selain teknik mengajar, media pembelajaran juga sangat penting untuk diperhatikan dan dipertimbangkan. Menurut Sudjana dalam Fathurrohman (2007:72-73) media pengajaran dapat memperbesar minat dan perhatian siswa untuk belajar serta dapat meningkatkan penguasaan tujuan pengajaran karena bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat dipahami oleh siswa.
            Setelah mengetahui bahwa keterampilan menulis siswa khususnya dalam menulis karangan naratif masih rendah, maka dalam penelitian ini akan mengupayakan peningkatan keterampilan siswa dalam menulis karangan naratif melalui teknik mengarang terpimpin dan pemanfaatan  media puzzle.
            Teknik mengarang terpimpin berarti bahwa aktifitas mengarang ini masih sebagian besar dikuasai oleh guru (Nababan 1993:183). Dalam kegiatan menulis suatu karangan, guru masih berperan aktif dalam membantu siswa mengarang, baik itu dalam pemberian tema, alur, pemilihan kata dan lain-lain. Adapun pemanfaatan media puzzle dalam penelitian ini, diharapkan bisa menjadi suatu strategi dalam menarik minat peserta didik agar pembelajaran lebih menyenangkan dan tidak membosankan. Potongan-potongan gambar berseri akan dikemas menjadi suatu permainan puzzle yang nantinya akan digunakan sebagai kunci-kunci untuk membantu siswa dalam menuangkan gagasan ke dalam sebuah karangan naratif.
            Dengan melihat paparan-paparan di atas, maka sudah jelas bahwa siswa secara langsung dipimpin dan dibimbing oleh guru dalam membuat suatu karangan naratif berdasarkan urutan gambar yang ada di dalam puzzle tersebut. Apabila siswa sudah mampu bercerita sesuai dengan urutan-urutan waktu yang ada dengan menggunakan struktur bahasa dan pemilihan kosakata yang baik,  maka ini bisa dijadikan salah satu indikasi bahwa keterampilan siswa dalam menulis karangan naratif sudah ada peningkatan.
            Melalui teknik mengarang terpimpin dan pemanfaatan media puzzle, diharapkan siswa mampu menulis karangan naratif berdasarkan urutan gambar yang ada di dalam puzzle dengan baik, sehingga keterampilan siswa dalam menulis karangan naratif ada peningkatan.

I.2  Identifikasi Masalah
            Berdasarkan latar belakang di atas, cukup jelas bahwa hampir sebagian besar siswa kesulitan dalam menulis karangan naratif. Hal yang menyebabkan siswa kesulitan menulis karangan naratif adalah sebagai berikut.
  1. Siswa kurang tertarik dalam pembelajaran bahasa Jawa.
  2. Siswa kurang latihan dalam menulis karangan naratif.
  3. Siswa menganggap bahwa menulis karangan naratif membosankan.
  4. Siswa kurang menguasai kosakata dan tata bahasa Jawa yang baik dan benar.
  5. Guru sering mengabaikan dan kurang intensif dalam pembelajaran mengarang naratif.
  6. Guru tidak menggunakan metode, teknik, dan media dalam pembelajaran menulis karangan naratif.

1.3 Pembatasan Masalah
            Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, agar penelitian terpusat pada masalah pokok dan mengenai ruang lingkup permasalahan, maka perlu adanya pembatasan masalah, sehingga tidak semua permasalahan akan dibahas dalam penelitan ini. Dalam hal ini, masalah akan dibatasi pada upaya meningkatkan keterampilan menulis karangan naratif dengan menggunakan teknik mengarang terpimpin dan pemanfaatan media puzzle pada siswa kelas X.1 MAN Purworejo, Kabupaten Purworejo.
            Agar keterampilan menulis karangan naratif dengan menggunakan bahasa Jawa siswa kelas X.1 MAN Purworejo, Kabupaten Purworejo dapat meningkat, maka digunakan teknik mengarang terpimpin, karena dengan teknik ini siswa akan dipimpin dan dibimbing langsung secara intensif oleh guru dalam menyelesaikan suatu karangan naratif. Selain itu juga akan digunakan media puzzle  yang berisi gambar berseri  untuk memudahkan siswa dalam mengarang sesuai urutan gambar dan juga untuk menarik minat siswa  terhadap mata pelajaran bahasa Jawa.

1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dan dengan memperhatikan pembatasan masalah yang dikemukakan di atas, rumusan masalah yang akan diteliti yaitu sebagai berikut.
  1. Bagaimanakah peningkatan keterampilan  siswa dalam menulis karangan naratif melalui teknik mengarang terpimpin dan  pemanfaatan media puzzle pada siswa kelas X.1 MAN Purworejo, Kabupaten Purworejo?
  2. Bagaimanakah perubahan sikap dan tingkah laku siswa setelah dilaksanakan pembelajaran menulis karangan naratif melalui teknik mengarang terpimpin dan pemanfaatan media puzzle pada siswa kelas X.1 MAN Purworejo, Kabupaten Purworejo?

1.5 Tujuan Penelitian
            Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
  1. Untuk membuktikan adanya peningkatan keterampilan siswa dalam menulis karangan naratif melalui teknik mengarang terpimpin dan pemanfaatan media puzzle pada siswa kelas X.1 MAN Purworejo.
  2. Untuk mengetahui adanya perubahan tingkah  siswa setelah dilakukan pembelajaran menulis karangan naratif melalui teknik mengarang terpimpin dan pemanfaatan media puzzle pada siswa kelas X.1 MAN Purworejo.

1.6 Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian tindakan kelas ini ada dua, yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis.
  1. Manfaat teoretis
Penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam pengembangan teori-teori pembelajaran sehingga dapat meningkatkan mutu pendidikan dan meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis karangan naratif berbahasa Jawa melalui teknik mengarang terpimpin serta pemanfaatan media puzzle.
  1. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi sekolah, siswa, guru, maupun peneliti lain. Bagi sekolah, penelitian ini dapat memberikan manfaat dalam peningkatan mutu proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan mutu sekolah. Bagi siswa, dapat meningkatkan keterampilan menulis karangan naratif berbahasa Jawa yang dapat dijadikan modal awal dalam menulis berbahasa Jawa lainnya. Bagi guru, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai teknik pembelajaran menulis suatu karangan yaitu melalui teknik mengarang terpimpin dan pemanfaatan media puzzle. Bagi peneliti lain, penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai masukan atau referensi untuk melakukan penelitian selanjutnya.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORETIS

2.1 Kajian Pustaka
            Penelitian mengenai keterampilan menulis masih menjadi topik yang menarik. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya penelitian yang membahas mengenai keterampilan menulis yang telah dilakukan oleh para peneliti. Akan tetapi, penelitian-penelitian tersebut belumlah sempurna. Oleh karena itu, masih diperlukan penelitian-penelitian lebih lanjut agar penelitian awal bisa lebih lengkap dan sempurna.
            Berikut ini uraian penelitian-penelitian  mengenai keterampilan menulis yang telah dilakukan oleh  Hidayah, Widyastuti .Utami, Safaatun,, dan  Suprapti.
            Hidayah (2003) dalam skripsinya yang berjudul Upaya Peningkatan Kemampuan Mengembangkan Ide Pokok Menjadi Paragraf Melalui Pelatihan Berjenjang pada Siswa Kelas 2 MTS Al Asror Patemon Kecamatan Gunungpati Tahun Ajaran 2002/2003 meneliti tentang penerapan teknik berjenjang sebagai upaya dalam peningkatkan kemampuan mengembangkan ide pokok menjadi paragraf. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan nilai rata-rata siswa pada sikus I sebesar 6,34 dari tes awal sedangkan pada siklus II peningkatan rata-rata mencapai 9,06 dari siklus I.
            Widyastuti (2004) dalam penelitiannya yang berjudul Peningkatan Kemampuan Siswa dalam Menulis Karangan Narasi Melalui Pembelajaran Mengarang dengan Teknik Berjenjang dan Bantuan Gambar Seri pada Siswa Kelas 4 SD PL Santo Yusup Semarang Tahun Ajaran 2003/2004 berupaya meningkatkan kemampuan menulis karangan narasi dengan menggunakan teknik berjenjang dan memanfaatkan gambar berseri. Hasil penelitian ini dapat dikemukakan bahwa pembelajaran menulis narasi dengan model alat peraga gambar seri dan teknik pelatihan berjenjang ternyata dapat meningkatkan kemampuan menulis narasi. Peningkatan itu dapat ditunjukkan dari hasil rata-rata daya serap siswa pada siklus I 62,67%, dan pada sikus II sebesar 70,12%. Prosentase peningkatan itu adalah 6,97% dari pretes ke siklus I dan 7,45% dari siklus I dan siklus II sebesar 14,42%.
            Utami (2005) dalam penelitiannya yang berjudul Peningkatan Keterampilan Menulis Teks Drama Jawa dengan Media Kaset pada Siswa SMP N 3 Bawang Banjarnegara membahas tentang penggunaan media kaset untuk meningkatkan keterampilan menulis teks drama Jawa. Hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa kemampuan menulis drama siswa kelas VIII di SMP N 3 Bawang meningkat setelah mengikuti pembelajaran dengan metode mendengarkan kaset. Hal ini dapat diketahui setelah membandingan hasil tes pada siklus I dengan hasil tes pada siklus II. Hasil tes pada siklus I dan II mencapai kategori cukup. Namun, nilai yang dicapai mengalami peningkatan sebesar 0,62.
            Safaatun (2005) dalam skripsinya yang berjudul Peningkatan Keterampilan Menulis Karangan Deskripsi dengan Teknik Menulis Terbimbing pada Siswa Kelas II SLTP N 3 Kradenan, Kabupaten Grobogan meneliti tentang penggunaan teknik menulis terbimbing untuk meningkatkan keterampilan menulis karangan deskripsi. Hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa kemampuan menulis karangan deskripsi yang dimiliki oleh siswa kelas II B SLTP N 3 Kradenan meningkat setelah mengikuti pembelajaran menulis dengan teknik menulis terbimbing. Hal ini dapat dibuktikan setelah membandingkan hasil tes pada siklus I dengan siklus II. Hasil pada siklus I, siswa mencapai kategori baik, dan hasil pada siklus II siswa bisa mencapai nilai sangat baik.
            Suprapti (2006) dalam penelitian yang berjudul Meningkatkan Kemampuan Menulis Cerita Berbahasa Jawa Ragam Krama Melalui Metode Integratif pada Siswa Kelas VII E SMP 14 Semarang Tahun Ajaran 2006/2007 menyimpulkan bahwa terjadi  peningkatan kemampuan menulis cerita bahasa Jawa ragam krama melalui metode integratif.  Berdasarkan hasil penelitian tersebut, peningkatan kemampuan menulis cerita berbahasa Jawa ragam krama siswa kelas itu yaitu sebesar 7,52% pada siklus I dan 13,77% pada silkus II.
            Berdasarkan kajian pustaka tersebut, dapat diketahui bahwa penelitian tindakan kelas tentang peningkatan keterampilan menulis sudah banyak dilakukan. Penelitian dilakukan dengan berbagai macam teknik dan metode serta penggunaan berbagai media. Seperti pada  penelitian ini yang berupaya meningkatkan keterampilan menulis karangan naratif dengan menggunakan teknik mengarang terpimpin serta pemanfaatan media puzzle. Adapun persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sama-sama menggunakan desain penelitian tindakan kelas (PTK), sedangkan perbedaan  penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah metode dan teknik yang diterapkan serta media yang digunakan. Pada penelitian sebelumnya digunakan teknik menulis terbimbing, teknik latihan berjenjang, metode integratif, media kaset dan gambar seri. Pada penelitian ini  menggunakan teknik mengarang terpimpin dan pemanfaatan media puzzle untuk meningkatkan keterampilan menulis karangan naratif.
Penelitian ini mempunyai kedudukan sebagai pelengkap bagi penelitian yang sudah ada. Hal ini dikarenakan penelitian ini dapat melengkapi penelitian-penelitian keterampilan menulis yang telah dilakukan para peneliti sebelumnya. Penelitian ini dapat memberikan sumbangan untuk mengembangkan teori pembelajaran menulis.

2.2 Landasan teoretis
                        Teori-teori yang digunakan dalam landasan teoretis ini mencakup keterampilan menulis, hakekat menulis, tujuan penulisan, manfaat menulis, jenis karangan, pembelajaran menulis karangan naratif, tujuan pembelajaran menulis karangan naratif, teknik pembelajaran menulis karangan naratif, media pembelajaran, jenia-jenis media pembelajaran, kriteria pemilihan media, manfaat media, langkah-langkah pembelajaran menulis karangan naratif melalui teknik mengarang terpimpin dan pemanfaatan media puzzle.
2.2.1 Keterampilan Menulis
            Keterampilan menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang mutlak diperlukan. Melalui keterampilan menulis, seseorang dapat menuangan gagasan dan pengalaman dalam bentuk tulisan. Agar apa yang diungkapkan dalam tulisan tersebut dapat mewujudkan suatu informasi secara jelas, maka diperlukan proses latihan menulis secara teratur. Oleh karena itu, keterampilan menulis perlu mendapat perhatian yang sungguh-sunguh sebagai salah satu aspek keterampilan berbahasa. Berikut ini akan dipaparkan teori mengenai menulis.
2.2.1.1 Hakekat Menulis
            Menulis merupakan salah satu dari empat keterampilan berbahasa yang mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia. Dengan keterampilan menulis ini seseorang dapat mengungkapkan pikiran dan gagasan untuk mencapai maksud dan tujuannya. Seperti yang dikatakan Suriamiharja (1996:2) bahwa menulis adalah kegiatan melahirkan pikiran dan perasaan dengan tulisan. Dapat juga diartikan menulis adalah berkomunikasi mengungkapkan pikiran, perasaan, dan kehendak kepada orang lain secara tertulis. Pernyataan ini juga didukung oleh pendapat Tarigan (1986:3) bahwa menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara bertatap muka dengan orang lain. Jadi, dengan tulisan kita dapat menyampaikan suatu informasi kepada orang lain walaupun tidak bertatap muka secara langsung. Oleh karena itu, dapat pula dikatakan bahwa menulis merupakan penjelmaan bahasa lisan. Dalam penjelmaan bahasa lisan tersebut, kadangkala digunakanlah suatu simbol-simbol atau lambang-lambang bahasa tertentu sehingga orang lain dapat mengetahui isi tulisan tersebut apabila dapat membaca lambang-lambang grafik suatu bahasa tersebut. Seperti kata Tarigan (dalam Suriamiharja 1996:1) yang menyatakan bahwa menulis ialah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan gambaran grafik itu. Serupa dengan pernyataan Lado (dalam Suriamiharja 1996:1) yang mengartikan bahwa menulis adalah menempatkan simbol-simbol grafis yang menggambarkan suatu bahasa yang dimengerti seseorang kemudian dapat dibaca oleh orang lain yang memahami bahasa tersebut beserta simbol-simbol grafisnya. Begitu pula yang diungkapkan oleh Hardjono (1998:85) bahwa menulis ialah mengabadikan bahasa dengan tanda-tanda grafis. Berbeda dengan pendapat Wiyanto (2004:2) yang memberikan penjelasan secara sederhana mengenai menulis, yaitu bahwa menulis mempunyai arti kegiatan mengungkapkan gagasan secara tertulis. Orang yang melakukan kegiatan ini dinamakan penulis dan hasil karangannya berupa tulisan dan fungsi dari tulisan ini adalah untuk dibaca orang lain agar gagasan yang disampaikan penulis dapat diterima oleh pembaca. Dengan kata lain, penulis menuangkan gagasan lewat kegiatan menulis, dan pembaca menampung gagasan itu dengan cara membaca.
            Berdasarkan beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa menulis adalah mengkomunikasikan pikiran, perasaan, dan gagasan untuk mencapai maksud dan tujuan tertentu kepada orang lain tanpa bertatap muka secara langsung dengan menggunakan simbol-simbol grafis berupa tulisan.
            Untuk dapat menjadi penulis yang baik, seseorang tidak hanya mampu sekedar menuliskan simbol-simbol grafis diatas kertas, tetapi juga harus mampu  mengungkapkan maksudnya dengan jelas sehingga orang lain dapat memahami apa yang diungkapkannya. Untuk itu, penulis  harus memperhatikan ciri-ciri tulisan yang baik.  Berikut ini ciri-ciri tulisan yang baik menurut Adel-stein & Pival ( dalam Tarigan 1983: 6-7).
3.      Tulisan yang baik mencerminkan kemampuan sang penulis.
4.      Tulisan yang baik mencerminkan kemampuan penulis dalam menyusun bahan-bahan yang tersedia menjadi suatu keseluruhan yang utuh.
5.      Tulisan yang baik mencerminkan kemampuan sang penulis untuk menulis dengan jelas dan tidak samar-samar : memanfaatkan struktur kalimat, bahasa, dan contoh-contoh sehingga maknanya sesuai dengan yang diinginkan oleh sang penulis. Dengan demikian, para pembaca tidak mengalami kesulitan dalam memahami makna yang tersurat dan tersirat.
6.      Tulisan yang baik mencerminkan sang penulis untuk menulis secara meyakinkan : menarik minat para pembaca terhadap pokok pembicaraan serta mendemonstrasikan suatu pengertian yang masuk akal dan cermat-teliti mengenai hal itu. Dalam hal ini harus dihindari penggunaan kata-kata dan pengulangan frase-frase yang tidak perlu. Setiap kata harus menunjang pengertian yang serasi, sesuai dengan yang diinginkan oleh sang penulis.
7.      Tulisan yang baik mencerminkan kemampuan sang  penulis untuk mengkritik naskah tulisannya yang pertama serta memperbaikinya. Mau dan mampu merevisi  naskah pertama merupakan kunci bagi penulisan yang tepat guna atau penulisan efektif.
8.      Tulisan yang baik mencerminkan kebanggaan sang penulis dalam naskah atau manuskrip : kesudian mempergunakan ejaan dan tanda-tanda secara seksama, memeriksa makna kata dan hubungan ketatabahasaan dalam kalimat-kalimat sebelum menyajikannya kepada para pembaca. Penulis yang baik menyadari benar-benar bahwa hal-hal kecil seperti itu dapat memberi akibat yang kurang baik terhadap karyanya.
            Mc. Mahan & Day (dalam Tarigan 1983 : 7 ) juga merumuskan bahwa ciri -ciri tulisan yang baik adalah sebagai berikut.
3.      Jujur : jangan coba memalsukan gagasan atau ide.
4.      Jelas : jangan membingungkan para pembeca.
5.      Singkat : jangan memboroska waktu para pembaca.
6.      Usahakan keanekaragaman : panjang kalimat yang beraneka ragam; berkarya dengan penuh kegembiraan.
            Dari kedua pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa tulisan yang baik mencerminkan tingkat kemampuan penulis dalam membuat suatu karya secara jujur, jelas, dan dengan mempergunakan tatabahasa yang baik sehingga dapat menarik minat para pembaca.
            Untuk menjadi penulis yang baik, juga harus memperhatikan unsur-unsur menulis. Gie, 2002 (dalam Nurudin 2007:5), mengemukakan bahwa setidak-tidaknya unsur menulis terdiri atas, (1) gagasan, dapat berupa pendapat, pengalaman, atau pengetahuan yang ada dalam pikiran seseorang, (2) tuturan, adalah pengungkapan gagasan sehingga dapat dipahami oleh pembaca. Tuturan tersebut bisa berupa narasi (penceritaan), deskripsi (pelukisan), eksposisi (pengungkapan berdasar fakta secara teratur, logis, terpadu), argumentasi (meyakinkan), persuasi (pembujukan), (3) tatanan, dalam menulis harus tertib terhadap pengaturan dan penyusunan gagasan dengan mengindahkan berbagai asas, aturan, dan teknik sampai merencanakan rangka dan langkah, (4) wahana/alat, merupakan sarana pengantar gagasan berupa bahasa tulis terutama menyangkut kosakata, gramatika, dan retorika (seni memakai bahasa).
2.2.1.2 Tujuan Menulis
            Menulis suatu karya tidak hanya diharuskan memilih suatu pokok pembicaraan yang cocok, tetapi juga harus menentukan siapa yang akan membaca karyanya serta apa maksud dan tujuan dari penulisan karya tersebut.
            Tarigan (1983:23) menyatakan bahwa maksud atau tujuan penulis adalah responsi atau jawaban yang diharapkan oleh penulis akan diperolehnya dari pembaca. Maksud dan tujuan penulisan ini  beraneka ragam tergantung dari masing-masing penulis. Berikut ini tujuan dari penulisan sebuah tulisan menurut Hartig (dalam Tarigan 1983:24-25).
3.      Assigment purpose (tujuan penugasan)
Penulis menulis sesuatu karena ditugaskan, bukan karena kemauan sendiri. Dalam hal ini, tujuan penugasan bisa dikatakan tidak memiliki tujuan sama sekali.
4.      Altruistic purpose (tujuan altruistik)
Pada hal ini, tujuan menulis adalah untuk menyenangkan para pembaca, menghindarkan kedukaan para pembaca, ingin menolong para pembaca memahami, menghargai perasaan dan penalarannya, ingin membuat hidup para pembaca lebih mudah dan lebih menyenangkan dengan karyanya itu.
5.      Persuasive purpose (tujuan persuasif)
Tulisan yang bertujuan untuk meyakinkan para pembaca akan kebenaran gagasan yang diutarakan.
6.      Informational purpose (tujuan informasional atau tujuan penerangan)
Tulisan yang bertujuan untuk memberikan informasi atau keterangan/penerangan kepada para pembaca.
7.      Self-ekspressive purpose (tujuan pernyataan diri)
Tulisan yang bertujuan memperkenalkan atau menyatakan diri sang pengarang kepada para pembaca.
8.      Creative purpose (tujuan kreatif)
Tulisan yang bertujuan mencapai nilai-nilai artistik, nilai-nilai kesenian.
9.      Problem-solving purpose (tujuan pemecahan masalah)
Dalam tulisan seperti ini, sang penulis ingin memecahkan masalah yang dihadapi. Sang penulis ingin menjelaskan, menjernihkan serta menjelajahi dan meneliti secara cermat pikiran-pikiran dan gagasan-gagasannya sendiri agar dapat dimengerti dan diterima oleh para pembaca.
2.2.1.3 Manfaat Menulis
            Menulis mempunyai manfaat positif. Manfaat tersebut tergantung dari apa saja tujuan menulis, apa target penulis yang ingin dicapai, serta sejauh mana usaha yang telah dilakukan penulis untuk menyelesaikan tulisannya. Berikut ini manfaat menulis yang telah dikemukakan Percy ( dalam Nurudin 2007:19-27).
7.      Sarana untuk mengungkapkan diri (a tool for self expression)
8.      Sarana untuk pemahaman (a tool for understanding)
9.      Membantu mengembangkn kepuasan pribadi, kebanggaan, perasaan harga diri (a tool for to help developing personal satisfaction, pride, a feling of self worth)
10.  Meningkatkan kesadaran dan penyerapan terhadap lingkungan (a tool for increasing awareness and perception of enviroment)
11.  Keterlibatan secara bersemangat dan bukannya penerimaan yang pasrah (a tool for active involvement. not passive acceptance)
12.  Mengembangkan suatu pemahaman tentang dan kemampuan menggunakan bahasa(a tool for developing an understading of and ability to use the language)
            Banyak yang berpendapat bahwa nilai menulis sama dengan manfaat menulis. Nurudin (2007:27), mengemukakan bahwa nilai dan manfaat menulis tersebut memang batasannya sangat tipis. Jadi, perbedaan pendapat  tersebut tidak perlu diperdebatkan. Nilai-nilai ideal yang didapatkan dari menulis antara lain; (1) nilai kecerdasan, (2) nilai kependidikan, (3) nilai kejiwaan, (4) nilai kemasyarakatan, (5) nilai keuangan, (6) nilai kefilsafatan, dan (7) nilai popularitas.
2.2.1.4 Jenis Karangan
            Wiyanto (2004:64) membedakan lima jenis karangan berdasarkan sifat dan tujuan mengarang, yaitu narasi, deskripsi, eksposisi, argumentasi, dan persuasi. Masing-masing jenis karangan tersebut akan diuraikan di bawah ini.
(1)   Narasi (naration), yang secara harfiah bermakna kisah atau cerita. Berarti karangan narasi adalah karangan yang bertujuan untuk mengisahkan atau menceritakan suatu tokoh berdasarkan urutan waktu dan peristiwa.
(2)   Deskripsi berasal dari verba to describe (Ing), yang artinya menguraikan, memerikan atau melukiskan. Berarti karangan deskripsi adalah suatu karangan yang bertujuan untuk memberikan pesan/impresi kepada pembaca terhadap objek, gagasan, tempat, peristiwa, dan semacamnya yang ingin disampaiakan penulis. Dengan deskripsi, pembaca dapat dibuat seolah-olah melihat, mendengar, merasakan atau terlibat dalam peristiwa yang diuraikan penulis.
(3)   Eksposisi adalah suatu karangan yang bertujuan untuk memaparkan, menjelaskan, menyampaiakan informasi, mengajarkan, dan menerangkan sesuatu tanpa disertai ajakan atau desakan agar pembaca menerima atau mengikutinya. Eksposisi biasa digunakan untuk menyajikan pengetahuan/ilmu, definisi, pengertian, langkah-langkah suatu kegiatan, metode, cara, dan proses terjadiya sesuatu.
(4)   Argumentasi berasal dari verba to argue (Ing), yang artinya membuktikan atau menyampaikan alasan. Berarti karangan argumentasi adalah karangan yang bertujuan untuk menyampaikan suatu pendapat, konsepsi, atau opini tertulis kepada pembaca.
(5)   Persuasi berasal dari verba to persuade (Ing), yang artinya membujuk, atau menyarankan. Karangan persuasi merupakan pengembangan dari karangan argumentasi, yang diawali dari pemaparan gagasan dengan alasan dan diikuti dengan ajakan, bujukan, rayuan, imbauan, atau saran kepada pembaca.
            Dari kelima jenis karangan diatas, narasi/naratif adalah  karangan yang sering diajarkan di sekolah-sekolah. Narasi biasanya ditulis berdasarkan rekaan atau imajinasi, tetapi bisa juga berdasarkan pengalaman pribadi penulis, pengamatan, atau wawancara. Keraf (1981:136) menyatakan bahwa narasi merupakan suatu bentuk wacana yang berusaha mengisahkan suatu kejadian atau peristiwa sehingga tampak seolah-olah pembaca melihat atau mengalami sendiri peristiwa itu, sedangkan Wiyanto (2004:64) mendefinisikan bahwa karangan narasi adalah karangan yang bertujuan untuk mengisahkan atau menceritakan suatu tokoh berdasarkan urutan waktu dan peristiwa.  Melalui tulisan naratif, seorang penulis dapat memberitahu orang lain dengan sebuah cerita, yaitu sebuah penulisan yang mempunyai karakter, setting, waktu, masalah, mencoba untuk memecahkan masalah, dan memberi solusi dari masalah itu. Contoh bentuk tulisan naratif adalah cerita pendek (cerpen), cerita bersambung (cerbung), novel, dan tulisan/skenario film.
            Berdasarkan sasaran /tujuannya, narasi dapat dibedakan menjadi dua yaitu narasi ekspositoris dan narasi sugestif (Keraf 1981: 138). Narasi ekspositoris adalah narasi yang bertujuan untuk menggugah pikiran para pembaca supaya mengetahui apa yang dikisahkan. Dalam pembuatan karangan narasi ini, tahap-tahap kejadian dan rangkaian-rangkaian perbuatan harus diperhatikan karena maksud dari narasi ini adalah untuk menyampaikan informasi mengenai berlangsungnya suatu perisiwa. Narasi sugestif adalah narasi yang bertujuan untuk memberi makna atas peristiwa/kejadian sebagai suatu pengalaman. Dalam pembuatan narasi ini, selalu melibatkan daya hayal/imajinasi sehingga pembaca mengetahui dan memahami apa yang tersirat dalam karangan narasi setelah ia selesai membacanya. Hal ini dikarenakan narasi berisi peristiwa-peristiwa yang saling berkaitan dan berkesinambungan.
            Peristiwa yang diceritakan dalam karangan narasi dapat terdiri atas satu kejadian atau lebih. Dalam menulis karangan narasi harus memperhatikan komponen-komponen yang berfungsi sebagai pembentuk karangan narasi, yaitu pelaku/tokoh, perilaku/tindakan secara kronologis, alur, sudut pandang, latar tempat dan waktu terjadinya. Seluruh kompen-komponen tersebut harus dirangkai sehingga membentuk urutan-urutan peristiwa yang selaras.
            Peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam karangan narasi dapat dihubungkan dengan hubungan waktu, hubungan pelaku maupun hubungan sebab akibat. Perisiwa yag dihubungkan dengan waktu, yaitu peristiwa itu diurutkan secara kronologis. Setelah peristiwa pertama terjadi selanjutnya disusul peristiwa selanjutnya. Peristiwa yang dihubungkan dengan pelaku yaitu terdapat pelaku yag sama dalam setiap peristiwa. Peristiwa yang berhubungan sebab akibat yaitu sebuah peristiwa mengakibatkan peristiwa selanjutnya dan peristiwa tersebut juga menjadi sebab untuk timbulnya peristiwa yang lain.
            Menurut  Widyamartaya (1996:9), urutan langkah-langkah mengarang adalah (1) memilih bahan pembicaraan/topik, (2) menentukan tema dari pembicaraan itu, (3) menentukan tujuan karangan yang akan dibuat serta bentuk karangan, (4) menentukan pendekatan terhadap tema pembicaraan, (5) membuat bagan atau rencana pembicaraan, (6) pandai memulai karangan, (7) pandai membangun paragraf dan menjalin kesinambungan paragraf, (8) pandai mengakhiri atau menutup karangan, (9) pandai membuat judul karangan.

2.2.2 Pembelajaran Menulis Karangan Naratif
            Pembelajaran menulis adalah belajar menulis berdasarkan kemampuan yang diperoleh melalui pengalaman-pengalaman belajar. Salah satu materi pembelajaran menulis yang diajarkan di sekolah adalah menulis karangan naratif. Berikut ini pemaparan teoori mengenai pembelajaran menulis karangan naatif.
2.2.2.1 Tujuan Pembelajaran Menulis Karangan Naratif
            Pada hakekatnya, tujuan pembelajaran menulis diajarkan di sekolah adalah untuk membudidayakan keterampilan menulis siswa. Hal itu disebabkan menulis merupakan salah satu bentuk komunikasi bahasa tulis. Dengan menulis siswa dirangsang untuk berimajinasi dan mempunyai pikiran intelek. Seseorang dapat dikatakan telah mampu menulis dengan baik apabila dia dapat menyampaikan maksud dari tulisannya dengan jelas sehingga pembaca dapat memahami apa yang diungkapkannya. Seperti yang dikatakan Suriamiharja (1996:3) bahwa untuk menjadi seorang penulis yang baik terlebih dahulu penulis harus menentukan maksud dan tujuan penulisannya agar pembaca memahami kemana arah tujuan penulisan itu sendiri.
            Dalam kaitannya dengan pembelajaran menulis karangan di sekolah, penelitian ini bertujuan untuk melatih diri siswa memiliki kompetensi menulis dalam menyampaikan pendapat dan perasaannya, dapat menyusun kalimat, dapat menyusun paragraf dan akhirnya dapat mengahasilkan karangan dengan baik sesuai aturan penulisan yang berlaku. Hal tersebut juga sesuai dengan standar kompetensi yang ada pada kurikulum KTSP, yaitu mampu menuliskan ungkapan gagasan dalam bentuk wacana narasi, deskripsi, eksposisi, argumentasi, dan persuasi. Oleh karena itu, tujuan dari pembelajaran menulis karangan naratif di sekolah adalah siswa diharapkan mampu menulis karangan naratif secara sederhana. Selain itu juga diharapkan siswa tahu mengenai struktur karangan naratif dan bagaimana cara menyusun karangan naratif. Sebelum membuat karangan, terlebih dahulu siswa harus menentukan tujuan mengarang. Widyamartaya (1996:13) membedakan tujuan mengarang menjadi tiga, yaitu (1) memberi tahu, memberi informasi ; karangan ditujukan kepada pikiran untuk menambah pengetahuan, mengajukan pendapat, mengupas persoalan, dan sebagainya, (2) menggerakkan hati, menggetarkan perasaan, mengharukan ; karangan ditujukan untuk menggugah perasaan, untuk mempengaruhi, mengambil hati, membangkitkan simpati, dan sebagainya, (3) memberitahu sekaligus mempengaruhi. Adapun karangan yang diajarkan kepada siswa adalah karangan narasi. Melalui pembelajaran menulis karangan naratif diharapkan siswa dapat memiliki kegemaran menulis untuk menghasilkan pengetahuan, dapat menuangkan gagasan dan perasaannya, serta menyukai kegiatan menulis, seperti menyusun karangan naratif.
2.2.2.2 Teknik Pembelajaran Menulis Karangan Naratif
            Mengingat rendahnya kemampuan dan keterampilan siswa dalam menulis, maka diperlukan pengembangan dalam pembelajaran keterampilan menulis. Cara mengembangkan kemampuan menulis hendaknya dilakukan secara sistematis, bertahap melalui kemampuan produktif, terpimpin, dan terkontrol (Hardjono 1988:88). Oleh karena itu, dalam sistem pembelajaran ini guru masih mempunyai peranan penting.
            Dalam menulis suatu karangan dituntut suatu gagasan yang tersusun secara logis, diekspresikan dengan jelas dan ditata secara menarik. Untuk itu, pengalaman, waktu, kesempatan, latihan, dan teknik pembelajaran mengarang sangat diperlukan. Salah satu teknik yang bisa digunakan dalam pembelajaran menulis karangan naratif adalah teknik mengarang terpimpin. Mengarang terpimpin berarti bahwa aktifitas mengarang masih sebagian besar dikuasai oleh guru. Dalam hal ini guru masih aktif membantu dalam pembelajaran mengarang siswa, dimulai dari pemilihan tema, alur, kerangka karangan sampai dengan pilihan kata pada saat pembuatan karangan. Pembelajaran dengan menggunakan teknik mengarang  terpimpin ini berkaitan dengan pemberian tugas kepada siswa. Langkah-langkah yang dilakukan guru dalam menyajikan mengarang terpimpin menurut Sampson ( dalam Nababan 1993:189) adalah sebagai berikut.
(1)   Guru memberi motivasi. Para pelajar merasa bahwa mereka memerlukan seperangkat bentuk bahasa dan kosakata. Dalam hal ini, guru memperagakan bentuk-bentuk bahasa yang diperlukan siswa.
(2)   Guru mendapat perhatian sepenuhnya, karena tugas yang harus dikerjakan siswa erat hubungannya dengan apa yang harus diperagakan guru.
(3)   Guru menulis bentuk-bentuk yang diperlukan dipapan tulis.
(4)   Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mencamkan bentuk-bentuk itu dalam hati (internalize) kemudian siswa disuruh untuk menuangkan apa yang dipikirkan ke dalam bahasa tulis.
            Dengan menggunakan teknik mengarang terpimpin diharapkan siswa bisa lebih menguasai dalam keterampilan mengarang karena pada proses mengarang ini, siswa masih dipimpin, dibimbing, dan dikontrol oleh guru sehingga hasil karangan siswa bisa menjadi lebih baik.
2.2.2.3 Media
            Media merupakan salah satu faktor yang menunjang keberhasilan proses belajar mengajar. Subbab berikut ini akan memberi pemaparan lebih mendalam mengenai media.
2.2.2.3.1  Media Pembelajaran
            Untuk mempermudah dan memperjelas dalam mengkomunikasikan bahan ajar, media seringkali digunakan dalam kegiatan belajar mengajar karena pada hakekatnya media diperlukan sebagai sarana untuk mencapai tujuan pembelajaran.
            Fathurrohman (2007:65) mendefinisikan media sebagai sesuatu yang dapat membawa informasi dan pengetahuan dalam interaksi yang berlangsung antara pendidik dengan peserta didik.
            Association for educational communications and technology (dalam Hastuti 1996:171) mendefinisikan media sebagai segala bentuk yang digunakan untuk penyaluran informasi. Berbeda dengan pendapat Briggs (dalam Hastuti 1996:171) bahwa pada hakekatnya, media adalah peralatan fisik untuk membawakan atau menyempurnakan isi pengajaran.
            Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa media adalah peralatan fisik yang dapat digunakan untuk mempermudah dalam menyalurkan informasi dan menyempurnakan isi pengajaran dalam interaksi yang berlangsung antara pendidik dan peserta didik.
2.2.2.3.2 Jenis-Jenis Media Pembelajaran
            Dilihat dari jenisnya, media dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu (1) media auditif, merupakan media yang hanya mengandalkan kemampuan suara saja, seperti radio, cassete recorder, dan piringan hitam, (2) media visual, adalah media yang hanya mengandalkan indra penglihatan, menampilkan gambar atau simbol yang bergarak maupun tidak bergerak seperti film stripp atau film rangkai, gambar, lukisan, film bias, dan film kartun, dan (3) media audio visual, yaitu media yang menampilkan suara dan gambar, baik gambar diam maupun gambar bergerak, seperti film bingkai suara/sound sliders, film suara dan video cassete.
            Dari ketiga media yang telah dipaparkan di atas, media visual berbentuk gambar akan digunakan dalam penelitian ini. Akan tetapi, sebelum digunakan gambar telah disusun dan dibentuk menyerupai puzzle. Sadhily (2006) mengemukakan bahwa puzzle adalah teka-teki ; memecahkan teka-teki.
            Media puzzle merupakan suatu media yang berupa potongan-potongan gambar secara acak, yang di dalamnya terdapat teka-teki yang harus dipecahkan siswa supaya siswa bisa membentuk dan mengurutkan gambar dengan benar. Media puzzle ini  dibuat untuk menarik minat siswa dalam pembelajaran dan untuk mempermudah dan memperjelas dalam menyampaikan isi pelajaran kepada siswa sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
            Suatu gambar berseri akan dikemas kedalam bentuk permainan puzzle yang nantinya akan memudahkan siswa untuk mengerti dalam mengartikan suatu urutan cerita yang telah ada.
            Pembuatan media puzzle bergambar seri ini didasari oleh pendapat Dale (dalam Hastuti 1996: 177) bahwa gambar dapat mengalihkan pengalaman belajar dari taraf belajar dengan lambang kata-kata ke taraf yang lebih konkrit. Selain itu, bahwa secara khusus media gambar berfungsi untuk menarik perhatian, memperjelas sajian ide, mengilustrasikan atau memberi variasi pada fakta yang kemungkinan akan dilupakan atau diabaikan (Kosasih 2007:26).
            Di sekolah, media gambar memang lebih banyak digunakan. Akan tetapi, kretifitas guru dalam mengkreasikan berbagai gambar belum banyak ditemukan. Media gambar adalah penyajian visual dua dimensi yang memanfaatkan media gambar sebagai sarana pertimbangan mengenai kehidupan sehari-hari, misalnya yang menyangkut manusia, peristiwa, benda-benda, tempat, dan sebagainya (Kosasih 2007:26). Dalam proses belajar mengajar, media visual dapat mengembangkan kemampuan visual, mengembangkan imajinasi anak, membantu meningkatkan penguasaan anak terhadap hal-hal yang abstrak atau peristiwa yang tidak mungkin dihadirkan didalam kelas, serta dapat membantu mengembangkan kepribadian siswa. Gambar sebagai media visual pembelajaran juga memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan gambar sebagai media pembelajaran adalah sebagai berikut.
a)      Gambar bersifat konkret, dapat menerjemahkan ide-ide abstrak ke dalam bentuk yang lebih nyata.
b)      Gambar dapat mengatasi batasan ruang dan waktu karena tidak semua benda, objek, atau peristiwa dapat dibawa ke kelas.
c)      Media gambar dapat mengatasi keterbatasan pengamatan kita.
d)     Gambar mudah didapatkan. Apabila gambar yang dimaksud oleh guru tidak ditemukan, maka guru dapat membuat sendiri gambar secara sederhana.
e)      Efektif dan efisien. Gambar mudah dipakai karena tidak membutuhkan peralatan.
f)       Gambar relatif tidak mahal.
g)      Fleksibel. gambar dapat digunakan untuk semua tingkat pembelajaran dan bidang studi.
            Kelemahan gambar sebagi media pembelajaran adalah sebagai berikut.
a)      Gambar terlalu kecil untuk dipertunjukkan didepan kelas, ukurannya sangat terbatas, tidak memadai untuk kelompok besar.
b)      Gambar mati merupakan gambar dua dimensi. Jadi, untuk mengetahui dimensi yang ketiga (kedalaman benda), harus digunakan suatu seri gambar dari objek yang sama tetapi dengan sisi yang berbeda.
c)      Gambar hanya menekankan persepsi indra mata.
d)     Gambar tidak bisa menunjukkan gerak.
e)      Tidak semua anak memiliki kemampuan untuk menginterpretasikan gambar.
            Gambar sebagai media visual juga memiliki manfaat sebagai berikut.
a)      Menimbulkan daya tarik pada diri siswa. Gambar dengan berbagai warna akan lebih menarik dan membangkitkan perhatian serta minat belajar.
b)      Mempermudah pengertian anak. Suatu penjelasan yang sifatnya abstrak dapat dibantu dengan gambar sehingga siswa lebih mudah memahami apa yang dimaksud.
c)      Memperjelas bagian-bagian yang penting. Melalui gambar kita dapat memperbesar bagian-bagian yang penting atau kecil sehingga dapat diamati lebih jelas.
d)     Menyingkat suatu uraian. Suatu informasi yang dijelaskan dengan kata-kata mungkin membutuhkan uraian panjang. Uraian tersebut dapat ditunjukkan melalui sebuah gambar.
            Dengan media puzzle bergambar seri ini, diharapkan siswa dapat lebih mengerti isi dan maksud pelajaran yang disampaikan guru sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
2.2.2.3.3 Kriteria Pemilihan Media
            Ada beberapa hal yang perlu diperhatukan guru untuk mempertinggi kualitas pembelajaran. Salah satu diantaranya adalah kemampuan guru dalam memilih dan menggunakan media pembelajaran. Berikut ini adalah kriteria untuk memilih media pembelajaran menurut Sudjana (2002:4-5).
a)      Ketepatannya dengan tujuan pengajaran. Sebelum memilih suatu media, guru harus mengetahui terlebih dahulu tujuan dari pembelajaran yang akan disampaikan.
b)      Dukungan terhadap isi bahan pelajaran, berarti bahwa bahan pelajaran yang bersifat fakta, prinsip, konsen, dan generalisasi sangat memerlukan bantuan media agar lebih mudah dipahami siswa.
c)      Kemudahan memperoleh media, artinya media yang diperlukan mudah diperoleh.
d)     Keterampilan guru dalam menggunakannya. Hal ini berarti guru harus mampu menggunakan media tersebut dalam proses pembelajaran.
e)      Tersedia waktu untuk menggunakannya, sehingga media tersebut dapat bermanfaat bagi sisa selama pengajaran berlangsung.
f)       Sesuai dengan taraf berpikir siswa. Hal ini dimaksudkan agar makna yang terkandung dalam media tersebut dapat dipahami oleh siswa.
2.2.2.3.4 Manfaat Media
            Media pembelajaran dapat mempertinggi proses  belajar mengajar dan hasil belajar siswa.Hal itu berkaitan dengan manfaat media pembelajaran dalam proses belajar mengajar. Manfaat media pembelajaran menurut Sudjana (2002:2) adalah sebagai berikut.
a)      Pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar.
b)      Bahan pembelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh para siswa, dan memungkinkan siswa menguasai tujuan pembelajaran dengan baik.
c)      Metode mengajar akan lebih bervariasi, sehingga tidak membuat siswa bosan.
d)     Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar (aktif) karena tidak hanya mendengarkan penjelasan guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, dan lain-lain.
2.2.2.4 Langkah-langkah Pembelajaran Menulis Karangan Naratif Menggunakan Teknik Mengarang Terpimpin dan Pemanfaatan Media Puzzle
            Menulis merupakan keterampilan berbahasa yang sangat penting karena dengan keterampilan menulis seseorang  dapat menuangkan dan mengekspresikan ide dan gagasan dalam bentuk tulisan. Untuk itu, keterampilan siswa dalam menulis khususnya menulis karangan naratif berbahasa Jawa masih perlu ditingkatkan. Banyak cara yang telah dilakukan sebagai upaya dalam peningkatan keterampilan menulis. Akan tetapi, semua cara yang telah dilakukan belum memperoleh hasil secara maksimal. Oleh karena itu, dalam penelitian ini digunakan suatu teknik dan media pembelajaran untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam menulis karangan naratif berbahasa Jawa, yaitu dengan menggunakan teknik mengarang terpimpin dan media puzzle.
            Langkah-langkah yang harus dilakukan atau ditempuh pada saat pelaksanaan pembelajaran menulis karangan naratif berbahasa Jawa dengan menggunakan teknik mengarang terpimpin dan dengan memanfaatkan media puzzle adalah sebagai berikut.
        Tahap I
1)      Guru membagikan contoh karangan naratif berbahasa Jawa kepada siswa.
2)      Guru menjelaskan kepada siswa mengenai keterampilan menulis karangan naratif berbahasa Jawa.
3)      Guru menjelaskan tentang langkah-langkah mengarang kepada siswa.
4)      Guru memberi tugas kepada siswa untuk mengarang naratif berbahasa Jawa dengan tema yang telah ditentukan.
        Tahap II
1)      Guru memberi bantuan atau bimbingan kepada siswa dalam mengarang dengan menggunakan media puzzle.
2)      Guru memasang puzzle di papan tulis. Dalam puzzle tersebut terdapat gambar seri yang nantinya berguna bagi siswa untuk menentukan alur cerita.
3)      Guru menjelaskan mengenai gambar yang ada dalam puzzle secara lisan.
4)      Setelah siswa paham, kemudian siswa disuruh untuk menuangkan apa yang telah dijelaskan guru dan dipikirkan siswa kedalam bahasa tulis dengan menggunakan bahasa Jawa secara baik dan benar..
5)      Pada proses mengarang tersebut, guru masih terus mengontrol tahap demi tahap  segala kegiatan siswa dalam mengarang sampai siswa dapat menyelesaikan karangan tersebut.

2.3 Kerangka Berpikir
            Menulis karangan naratif merupakan salah satu kompetensi dasar dari keterampilan menulis. Dengan menulis karangan naratif, seseorang dapat mengungkapkan dan mengekspresikan ide dan gagasan dalam bentuk cerita tertulis. Dalam menulis cerita naratif, pelaku, perilaku/tindakan, sudut pandang, urutan kejadian dan urutan waktu harus diperhatikan karena hal-hal tersebut merupakan unsur pembentuk karangan naratif.
            Kemampuan menulis karangan naratif pada siswa kelas X.1 MAN Purworejo masih kurang maksimal. Hal itu disebabkan oleh anggapan siswa bahwa menulis karangan naratif sulit dan membosankan, kurangnya waktu  pembelajaran  mengarang dan siswa merasa kesulitan dalam pemilihan kata, alur cerita, penggunaan ejaan dan tata bahasa yang baik dan benar. Untuk mengatasi hal tersebut, guru harus cermat dalam memilih teknik/metode dan media yang sesuai dalam pembelajaran.
            Pembelajaran menulis karangan naratif berbahasa Jawa melalui teknik mengarang terpimpin dan pemanfaatan media puzzle diharapkan dapat memberikan perubahan-perubahan perilaku siswa dalam pembelajaran menulis karangan naratif. Bimbingan guru serta media yang menarik akan membuat siswa lebih mudah dan senang dalam berlatih menulis karangan naratif berbahasa Jawa sehingga pada akhirnya mereka mampu menulis karangan naratif berbahasa Jawa dengan baik. 

2.4 Hipotesis Tindakan
            Melalui teknik mengarang terpimpin dan pemanfaatan media puzzle dalam  pembelajaran menulis wacana berbahasa Jawa, diduga dapat meningkatkan keterampilan menulis karangan naratif berbahasa Jawa pada siswa kelas X.1 MAN Purworejo tahun ajaran 2008/2009.















BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian
            Penelitian ini menggunakan desain penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian tindakan kelas adalah penelitian tentang hal-hal yang terjadi di masyarakat atau kelompok sasaran dan hasilnya langsung dapat dikenakan pada masyarakat bersangkutan (Arikunto 2002;82).
            Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam dua siklus, yaitu siklus I dan siklus II. Pada tiap siklus terdiri dari empat tahap, yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Siklus I bertujuan untuk mengetahui keterampilan menulis karangan naratif siswa, kemudian hasil dari siklus I digunakan sebagai refleksi untuk melakukan siklus II. Siklus II bertujuan untuk mengetahui peningkatan keterampilan menulis karangan naratif menggunakan teknik mengarang terpimpin dan pemanfaatan media puzzle.
            Prosedur pelaksanaan penelitian tindakan kelas dapat digambarkan sebagai berikut.







Keterangan ;
P          : Perencanaan
T          : Tindakan
O         : Observasi
R         : Refleksi
RP       : Revisi Perencanaan

3.1.1 Proses Tindakan Kelas Siklus I
            Proses tindakan kelas siklus I dilakukan dalam empat tahap, yaitu tahap perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi.
3.1.1.1 Perencanaan
            Tahap perencanaan diawali dengan kegiatan menentukan langkah-langkah yang akan dilakukan sebagai upaya untuk memecahkan masalah dan untuk memperbaiki kelemahan dalam proses pembelajaran keterampilan menulis karangan naratif. Rencana yang akan dilakukan meliputi : (1) membuat rencana pembelajaran (RP) sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang ada pada kurikulum mengenai pembelajaran keterampilan menulis, (2) membuat instrumen penelitian yang terdiri atas lembar observasi, lembar jurnal, dan pedoman wawancara, (3) menyiapkan contoh karangan naratif, (4) menyiapkan media puzzle bergambar seri sebagai media pembelajaran, (5) berkolaborasi dengan guru bahasa Jawa di sekolah yang bersangkutan.
            Setiap siklus dalam penelitian ini terdiri dari dua pertemuan. Dalam pertemuan ini siswa diberi latihan untuk menulis karangan naratif berdasarkan gambar yang ada dalam puzzle. Sebelum siswa mengerjakan tugas ini, guru dan siswa terlebih dahulu membahas bersama-sama (diskusi) mengenai gambar yang ada pada puzzle, sebagai contoh membahas mengenai alur, tokoh, dan isi cerita.
            Dalam siklus I ini indikator pencapaian ketuntasan belajar yang harus dicapai sebesar 65%.
3.1.1.2 Tindakan
            Tindakan ini disesuaikan dengan rencana pembelajaran yang disusun. Tindakan yang dilakukan pada siklus ini antara lain, (1) guru dan siswa bertanya jawab mengenai karangan naratif, misalnya mengenai unsur-unsur karangan naratif dan bagaimana cara membuat karangan naratif, (2) guru memberikan contoh karangan naratif kepada siswa, (3) guru memasang puzzle bergambar seri di papan tulis, (4) guru dan siswa bersama-sama membahas tentang gambar yang ada pada puzzle tersebut. Guru bertindak sebagai pembimbing dan pemimpin siswa, sedangkan siswa secara aktif berdiskusi mengenai gambar yang ada pada puzzle, (5) setelah jelas, siswa diharuskan menulis karangan naratif berdasarkan gambar yang ada pada puzzle, (6) guru menilai hasil karangan siswa berdasarkan aspek-aspek penilaian yang telah dibuat agar diperoleh data tes .
            Pada pertemuan kedua tindakan yang dilakukan adalah membahas beberapa hasil karangan yang telah dikerjakan siswa pada pertemuan sebelumnya. Guru menjelaskan dengan cara mengoreksi kesalahan dan mengutarakan hasil pekerjaan dari beberapa siswa. Pada akhir pertemuan ini, siswa mengisi jurnal yang telah dipersiapkan guru sebelumnya. Data nontes yang diperoleh melalui wawancara dilakukan di luar jam pembelajaran, yaitu pada saat jam istirahat.
3.1.1.3 Observasi
            Observasi merupakan pengamatan terhadap kegiatan siswa selama penelitian berlangsung. Observasi ini dilakukan dari awal pembelajaran sampai dengan akhir pembelajaran dan bertujuan untuk mengetahui perilaku, aktivitas siswa selama proses pembelajaran maupun respon terhadap teknik dan media yang digunakan peneliti. Aspek pengamatan yang dilakukan meliputi: (1) kehadiran siswa pada saat pembelajaran bahasa Jawa, (2) keaktifan siswa pada saat proses belajar mengajar, (3) responsi siswa terhadap tugas yang diberikan peneliti, (4) sikap atau perilaku dan perhatian siswa terhadap materi selama proses belajar mengajar.
3.1.1.4 Refleksi
            Tahap refleksi bertujuan untuk mengkaji, melihat, dan mempertimbangkan hasil dari tindakan pada siklus I. Refleksi dilakukan setelah  selesai pelaksanaan tindakan-tindakan serta analisisnya pada siklus I. Beberapa hal yang dianalisis adalah hasil pengamatan atau observasi, hasil jurnal, hasil wawancara, dan hasil tes. Setelah hasil analisis diketahui dan ditemukan banyak kekurangan pada tindakan yang telah dilakukan, maka harus diadakan perubahan-perubahan sebagai tindak lanjut perbaikan yang akan dilakukan pada siklus II. Hasil refleksi ini menjadi pedoman untuk melakukan revisi terhadap rencana kegiatan pada siklus II.

3.1.2 Proses Tindakan Kelas Siklus II
            Setelah hasil tes dan nontes direfleksi, maka perlu dilakukan kegiatan-kegiatan sebagai perbaikan atas perencanaan dan tindakan yang telah disusun pada siklus I. Langkah-langkah yang ditempuh pada siklus II sama dengan langkah-langkah pada siklus I, yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi.
3.1.2.1 Perencanaan
            Perencanaan pada siklus II merupakan penyempurnaan dari perencanaan pada siklus I. Adapun tindakan yang perlu dilakukan pada tahap ini meliputi: (1) menyusun perbaikan rencana pembelajaran, (2) menyusun perbaikan instrumen penelitian yang berupa lembar observasi, lembar jurnal, dan pedoman wawancara, (3) menyusun perbaikan rancangan evaluasi.
            Pada pertemuan siklus II ini siswa diberi latihan lagi untuk menulis karangan naratif sesuai dengan gambar yang ada pada puzzle. Gambar yang ada pada siklus II ini berbeda dengan gambar yang ada pada siklus I. Sebelum siswa mulai mengerjakan., terlebih dahulu siswa diberi penjelasan lagi mengenai karangan naratif dan unsur-unsur pembentuk karangan naratif sesuai dengan gambar yang ada pada puzzle sampai siswa benar-benar paham. Dalam siklus II ini indikator pencapaian ketuntasan belajar yang harus dicapai adalah 70 %.
3.1.2.2 Tindakan
            Tindakan yang dilakukan pada siklus II  merupakan perbaikan dari siklus I. Tindakan yang dilakukan pada siklus ini adalah (1) guru dan siswa bertanya jawab mengenai karangan naratif, misalnya mengenai unsur-unsur karangan naratif dan bagaimana cara membuat karangan naratif, (2) guru memberikan contoh karangan naratif kepada siswa, (3) siswa membaca karangan naratif yang telah dibagikan, kemudian mencermati unsur-unsur pembentuk karangan naratif tersebut, (4) guru memasang puzzle bergambar seri dipapan tulis, (5) guru dan siswa bersama-sama membahas tentang gambar yang ada pada puzzle tersebut. Guru bertindak sebagai pembimbing dan pemimpin siswa, sedangkan siswa secara aktif berdiskusi mengenai gambar yang ada pada puzzle, (6) setelah siswa benar-benar paham, siswa diharuskan menulis karangan naratif berdasarkan gambar yang ada pada puzzle, (7) guru menilai hasil karangan siswa berdasarkan aspek-aspek penilaian yang telah dibuat agar diperoleh data tes.
            Pada pertemuan kedua tindakan yang dilakukan sama dengan tindakan yang dilakukan pada siklus I, yaitu membahas beberapa hasil karangan yang telah dikerjakan siswa pada pertemuan sebelumnya. Guru menjelaskan dengan cara mengoreksi kesalahan dan mengutarakan hasil pekerjaan dari beberapa siswa. Pada akhir pertemuan ini, siswa mengisi jurnal yang telah dipersiapkan guru sebelumnya. Data nontes yang diperoleh melalui wawancara dilakukan di luar jam pembelajaran, yaitu pada saat jam istirahat.
3.1.2.3 Observasi
            Observasi yang dilakukan selama proses pembelajaran keterampilan menulis karangan naratif yang berlangsung pada siklus II ini, yaitu mengamati perubahan tindakan dan perilaku siswa pada saat proses pembelajaran dengan cara membuat catatan penting yang dapat digunakan sebagai data. Aspek pengamatan yang dilakukan pada tahap observasi ini sama dengan observasi pada siklus II, yaitu meliputi (1) kehadiran siswa pada saat pembelajaran bahasa Jawa, (2) keaktifan siswa pada saat proses belajar mengajar, (3) responsi siswa terhadap tugas yang diberikan peneliti, (4) sikap atau perilaku dan perhatian siswa terhadap materi selama proses belajar mengajar. Akan tetapi, pengamatan akan lebih ditekankan pada siswa-siswa yang keterampilan menulis karangan naratif masih rendah menurut data pada siklus I. Hal ini bertujuan agar kelemahan-kelemahan pada siklus I tidak terulang lagi pada siklus II.
3.1.2.4 Refleksi
            Pada tahap refleksi siklus II ini, hasil observasi, jurnal, wawancara, dan tes dianalisis untuk menentukan kemajuan-kemajuan yang telah dicapai selama proses pembelajaran, kemudian membandingkan hasil tes siklus I dan hasil tes  siklus II dalam hal pencapaian skor maupun ketuntasan belajar.

3.2 Subjek Penelitian
            Subjek penelitian ini adalah keterampilan menulis karangan naratif dengan menggunakan teknik mengarang terpimpin dan pemanfaatan media puzzle pada siswa kelas X.1 MAN Purworejo. Kelas ini merupakan salah satu dari delapan kelas yang ada yaitu X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7 dan X8. Kelas X1 berjumlah 40 siswa, yang terdiri atas 18 siswa putra dan 22 siswa putri.
            Alasan dipilihnya kelas X1 sebagai subjek penelitian karena berdasarkan observasi langsung ke MAN Purworejo dan wawancara langsung dengan guru bahasa Jawa kelas X yang menyatakan bahwa kelas X1 memiliki rata-rata nilai yang terendah dalam pembelajaran keterampilan menulis karangan naratif, sehingga kelas ini kelas ini digunakan sebagai subjek penelitian.

3.3 Variabel Penelitian
            Variabel penelitian ini ada dua, yaitu variabel input-output dan variabel proses.
3.3.1 Variabel input-output
            Variabel input-output pada penelitian ini adalah keterampilan menulis karangan naratif siswa kelas X.1 MAN Purworejo.
            Target penguasaan keterampilan menulis karangan naratif yang diharapkan adalah siswa-siswa mampu menguasai keterampilan menulis karangan naratif sesuai dengan aspek penilaian, yaitu kesesuaian judul dengan isi, rangkaian peristiwa menurut waktu, diksi, penggunaan ejaan dan tanda baca, kohesi dan koherensi, serta kerapian tulisan.
3.3.2 Variabel Proses
            Variabel proses dalam penelitian ini adalah pembelajaran keterampilan menulis karangan naratif  dengan mengggunakan teknik mengarang terpimpin dan pemanfaatan media puzzle. Teknik mengarang terpimpin adalah suatu teknik yang digunakan dalam pembelajaran mengarang dan guru masih berperan sebagai pembimbing, pemimpin dan pengawas siswa pada saat proses mengarang baik dalam penentuan tema, alur, sampai pada saat membantu siswa membuat karangan, sedangkan media puzzle dibuat untuk menarik minat belajar siswa. Puzzle berisi rangkaian gambar seri dan siswa diharuskan menyusun, kemudian membuat karangan sesuai dengan gambar yang ada pada puzzle. Jadi siswa diajak belajar sambil bermain.

3.4 Instrumen
            Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian ini adalah tes dan nontes.
3.4.1 Tes
            Data  keterampilan menulis karangan naratif diperoleh melalui tes. Bentuk instrumen tes yang digunakan berupa tugas kepada siswa untuk menulis karangan naratif melalui teknik mengarang terpimpin dan pemanfaatan media puzzle.
            Penilaian hasil menulis karangan naratif didasarkan pada pedoman yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel I Kriteria penilaian Menulis Karangan Naratif
No
Aspek Penilain
Skor Maksimal
1
2
3
4
5
6
Kesesuaian judul dengan isi
Rangkaian peristiwa menurut waktu
Diksi
Penggunaan ejaan dan tanda baca
Kohesi dan koherensi
Kerapian tulisan
20
10
20
20
20
10
Jumlah
100

Tabel 2. Aspek penilaian, rentangan skor dan kategori penilaian
No
Aspek Penilaian
Rentang Skor
Kategori
1
Kesesuaian isi dengan gambar
9.      Sesuai
10.  Cukup sesuai
11.  Kurang sesuai
12.  Tidak sesuai

17-20
13-16
9-12
0-8

Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang
2
Rangkaian peristiwa menurut waktu
7.      Jelas
8.      Cukup jelas
9.      Kurang jelas
10.  Tidak jelas

9-10
7-8
5-6
0-4

Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang
3
Kohesi dan koherensi
(6)   Jelas
(7)   Cukup jelas
(8)   Kurang jelas
(9)   Tidak jelas

17-20
14-16
9-12
0-8

Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang
4
Diksi
10.  Sesuai
11.  Cukup sesuai
12.  Kurang sesuai
13.  Tidak sesuai

17-20
14-16
11-13
0-10

Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang
5
Penggunaan ejaan dan tanda baca
13.  Sangat sempurna
14.  Sedikit kersalahan
15.  Banyak kesalahan
16.  Salah semua

17-20
14-16
9-12
0-8

Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang
6
Kerapian tulisan
(5)   Jelas terbaca dan bersih
(6)   Terbaca dan cukup bersih
(7)   Terbaca dan tidak bersih
(8)   Tidak terbaca dan tidak bersih

9-10
7-8
5-6
0-4

Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang

            Melalui pedoman penilaian tersebut, dapat diketahui hasil tes keterampilan menulis karangan naratif siswa. Tes dilakukan satu kali dalam setiap siklus, yang dilaksanakan pada akhir siklus. Jika hasil dari siklus I masih kurang atau belum sesuai dengan target yang ditetapkan, maka diadakan tindakan pada siklus II. Siswa dikatakan mendapat kategori sangat baik jika memperoleh skor antara 85-100, kategori baik jika memperoleh skor antara 75-84, kategori cukup jika memperoleh skor antara 60-74, dan kategori kurang jika mendapat skor 0-59.

3.4.2 Nontes
            Instrumen nontes yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi, pedoman jurnal, dan pedoman wawancara.
3.4.2.1 Lembar Observasi
            Lembar observasi digunakan sebagai pedoman yang dijadikan dasar untuk mengamati perilaku siswa pada saat pembelajaran berlangsung. Aspek-aspek yang diamati meliputi (1) kehadiran siswa pada saat pembelajaran bahasa Jawa, (2) keaktifan siswa pada saat proses belajar mengajar, (3) responsi siswa terhadap tugas yang diberikan peneliti, (4) sikap atau perilaku dan perhatian siswa terhadap materi selama proses belajar mengajar.
3.4.2.2 Pedoman Jurnal
            Pedoman jurnal merupakan catatan harian yang dimiliki oleh guru dan siswa yang dibuat setiap akhir pembelajaran. Pengisian pedoman jurnal bertujuan untuk memperoleh data kualitatif. Jurnal guru berisi (1) aktivitas siswa selama mengikuti kegiatan pembelajaran, (2) keaktivan siswa dalam mengikuti pembelajaran menulis karangan naratif, (3) sikap atau perilaku siswa selama mengerjakan tugas. Jurnal siswa berisi (1) tanggapan siswa mengenai teknik mengarang terpimpin dan media puzzle yang digunakan untuk menulis karangan naratif, (2) kesulitan siswa dalam menerima materi pembelajaran, (3) tanggapan siswa mengenai pembelajaran yang telah berlangsung baik itu jalannya pembelajaran maupun cara mengajar guru, (4) pesan atau saran terhadap pembelajaran menulis karangan naratif dengan menggunakan teknik mengarang terpimpin dan pemanfaatan media puzzle.
3.4.2.3 Pedoman Wawancara
            Pedoman wawancara digunakan untuk mengambil data perilaku siswa dan untuk mengungkap data penyebab kesulitan dan hambatan dalam pembelajaran menulis karangan naratif. Wawancara tidak dilakukan terhadap semua siswa, tetapi hanya dilakukan kepada siswa-siswa tertentu. Siswa tersebut antara lain siswa yang mendapat nilai berkategori baik, cukup, dan kurang. Dengan cara ini diharapkan jawaban yang diberikan dapat mewakili pendapat seluruh siswa. Wawancara dilakukan diluar jam pelajaran, yaitu pada saat jam istirahat. Aspek yang diungkap dalam wawancara ini mencakup respon atau tanggapan siswa terhadap pembelajaran menulis karangan naratif, kesulitan siswa dalam menerima pembelajaran menulis karangan naratif, serta kondisi yang mendukung proses pembelajaran menulis karangan naratif.

3.5 Teknik Pengumpulan Data
            Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik tes dan teknik nontes.
3.5.1 Teknik Tes
            Data keterampilan menulis karangan naratif pada penelitian ini diperoleh dengan menggunakan tes. Tes dilakukan dengan cara siswa diberi tugas menulis karangan naratif. Tes dilakukan sebanyak dua kali, yaitu tes pada saat pembelajaran siklus I dan tes pada saat pembelajaran siklus II.
            Tujuan digunakannya teknik tes ini adalah untuk mengetahui tingkat keterampilan menulis karangan naratif siswa. Setelah hasil tes siklus I dianalisis, maka akan diketahui kelemahan-kelemahan siswa dalam menulis karangan naratif dan hasil tes ini kemudian dijadikan sebagai landasan untuk melakukan tes siklus II. Hasil tes siklus II kemudian dianalisis dan akan diketahui seberapa besar peningkatan keterampilan menulis karangan naratif dengan menggunakan teknik mengarang terpimpin dan pemanfaatan media puzzle.
3.5.2 Teknik Nontes
            Ada tiga macam teknik nontes yang digunakan, yaitu observasi, jurnal dan wawancara.
3.5.2.1 Observasi
            Observasi dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung. Observasi ini bertujuan untuk memperoleh data mengenai sikap atau perilaku siswa pada siklus I dan siklus II. Sebelum dilakukan observasi ini, peneliti terlebih dahulu mempersiapkan lembar observasi untuk dijadikan pedoman dalam pengambilan data. Observasi dilakukan oleh peneliti dan berkolaborasi dengan guru bahasa Jawa sekolah tersebut. Hal yang diamati dalam observasi meliputi keaktifan siswa dalam proses pembelajaran, sikap siswa saat mengerjakan tugas, dan lain sebagainya.
3.5.2.2 Jurnal
            Jurnal adalah catatan harian yang dimiliki oleh guru dan siswa selama kegiatan penelitian berlangsung. Jurnal guru berisi catatan harian mengenai aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung, sedangkan jurnal siswa berisi tanggapan, pesan, dan kesan siswa mengenai pembelajaran menulis karangan naratif dengan menggunakan teknik mengarang terpimpin dan pemanfaatan media puzzle. Jurnal diberikan dan diisi setiap berakhirnya pertemuan pembelajaran. Hasil dari kedua jurnal tersebut digabung untuk mempermudah dalam menganalisis data perubahan perilaku siswa.
3.5.2.3 Wawancara
            Wawancara dilakukan untuk mengungkap data secara langsung tentang berbagai hal yang berkaitan dengan perilaku siswa. Sasaran wawancara ini adalah siswa yang mempunyai nilai baik, cukup, dan rendah. Masing-masing kategori diwakili oleh dua siswa. Dengan cara ini diharapkan jawaban yang diberikan dapat objektif dan dapat mewakili pendapat dari seluruh siswa. Wawancara dilakukan di luar jam pelajaran, yaitu pada saat istirahat atau setelah jam pelajaran sekolah selesai.

3.6 Teknik Analisis Data
            Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah teknik deskriptif prosentase dan deskriptif kualitatif.
3.6.1 Teknik Analisis Deskriptif Prosentase.
            Analisis deskriptif prosentase digunakan untuk menganalisis data yang diperoleh dari tes secara tertulis pada siklus I dan siklus II. Langkah-langkah untuk menghitung data tes secara deskriptif prosentase adalah sebagai berikut.
a. menghitung nilai masing-masing aspek,
b. merekap nilai yang telah diperoleh siswa,
c. menghitung nilai rata-rata siswa,
d. menghitung presentase nilai.
Presentase nilai dihitung dengan rumus sebagai berikut.
NP=NK X 100%
         R
Keterangan:
NP       = Nilai Presentase
NK      = Nilai Kumulatif
R         = Responden.
            Hasil perhitungan keterampilan menulis wacana naratif melalui teknik mengarang terpimpin dan pemanfaatan media puzzle dari siklus 1 dan siklus II dibandingkan. Melalui hasil perbandingan tersebut akan memberikan gambaran mengenai presentase peningkatan keterampilan menulis karangan naratif melalui teknik mengarang terpimpin dan pemanfaatan media puzzle.
3.6.2 Teknik Analisis Deskriptif Kualitatif
            Analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk menganalisis hasil data non tes siswa pada siklus 1 dan siklus II.
            Langkah-langkah yang dilakukan untuk menganalisis data secara deskriptif kualitatif adalah sebagai berikut.
a. menelaah seluruh data yang diperoleh dari hasil nontes,
b. menyusunnya dalam satuan-satuan,
c. dikelompokkan.
            Analisis data secara deskriptif kualitatif digunakan untuk mengetahui perubahan perilaku siswa dalam menulis karangan naratif pada siklus 1 dan siklus II. Selain itu, data nontes juga digunakan untuk mengetahui kesan, pesan, dan tanggapan siswa terhadap pembelajaran menulis karangan naratif melalui teknik mengarang terpimpin dan pemanfaatan media puzzle.





BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian
            Dalam bab ini akan dipaparkan mengenai hasil penelitian yang berupa hasil tes dan nontes. Hasil penelitian ini diperoleh dari hasil prasiklus, siklus I, dan siklus II.Hasil prasiklus adalah hasil tes keterampilan menulis karangan naratif sebelum dilakukan tindakan penelitian. Hasil tes siklus I dan siklus II adalah hasil tes setelah dilakukan pembelajaran menulis karangan naratif melalui teknik mengarang terpimpin dengan pemanfaatan media puzzle. Adapun hasil nontes diperoleh melalui observasi, jurnal, dan wawancara.
4.1.1 Hasil Prasiklus
            Hasil prasiklus merupakan hasil tes sebelum dilakukan tindakan siklus I dan siklus II untuk mengetahui kondisi awal keterampilan siswa kelas X.1 MAN Purworejo dalam menulis karangan naratif sebelum dilakukan tindakan. Tes yang dilakukan berupa pemberian tugas kepada siswa untuk menulis karangan naratif dengan tema bebas. Hasil tes prasiklus keterampilan menulis karangan naratif dapat dilihat pada tabel 3 berikut.


Tabel 3. Hasil Tes Prasiklus Menulis Karangan Naratif
No
Kategori
Rentang nilai
Frekuensi
Bobot skor
Persentase (%)
Skor rata-rata
1
2
3
4
5
Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang
Gagal
85-100
75-84
60-74
40-59
0-39
0
3
11
18
0
0
231
701
955
0
O
12,24
37,15
50,61
0
X = 1887
      32
     = 58,97
(Kurang)
Jumlah
32
1887
100
           
            Data pada tabel 3 diatas menunjukkan bahwa keterampilan menulis karangan naratif siswa kelas X.1 MAN Purworejo masih termasuk dalam kategori kurang, yaitu 58,97. Dari 32 siswa, 3 siswa atau12,24 % termasuk dalam kategori baik, 11 siswa atau 37,15 % termasuk dalam kategori cukup, dan 18 siswa atau 50,61% termasuk dalam kategori kurang. Sementara itu, tidak ada siswa yang mendapatkan nilai berkategori sangat baik dan gagal. Hasil tersebut masih berada dibawah standar ketuntasan minimal yaitu 60. Dengan demikian, keterampilan menulis karangan naratif siswa masih perlu ditingkatkan.
            Gambaran hasil prasiklus keterampilan menulis karangan naratif siswa kelas X.1 MAN Purworejo akan digambarkan pada grafik berikut.
                                                GRAFIK
Pada grafik 1 dapat dilihat bahwa batang yang paling tinggi adalah batang untuk skor berkategori kurang, yaitu 50,61%, kemudian batang yang berada dibawahnya yaitu skor berkategori baik yang berada pada persentase 37,15%, dan batang yang dibawahnya lagi skor berkategori baik yang berada pada persentase 12,24%.
            Dengan melihat hasil prasiklus yang telah dipaparkan, perlu dilakukan sebuah tindakan agar dapat meningkatkan keterampilan menulis karangan naratif. Tindakan yang dilakukan adalah pembelajaran menulis karangan naratif melalui teknik mengarang terpimpin dengan pemanfaatan media puzzle.
4.1.2 Hasil Penelitian Siklus I
            Hasil penelitian pada siklus I terdiri dari hasil tes dan hasil nontes. Hasil tes berisi pemaparan hasil penilaian tiap aspek tes keterampilan menulis karangan naratif. Hasil nontes berisi pemaparan hasil observasi, jurnal, dan wawancara.
4.1.2.1 Hasil Tes
            Hasil tes siklus I adalah hasil tes siswa setelah pembelajaran keterampilan menulis karangan naratif melalui teknik mengarang terpimpin dengan pemanfaatan media puzzle.
            Hasil tes siklus I dapat dilihat pada tabel 4 berikut.
Tabel 4. Hasil Tes Keterampilan Menulis Karangan Naratif Pada Siklus I
No
Kategori
Rentang nilai
Frekuensi
Bobot skor
Persentase (%)
Skor rata-rata
1
2
3
4
5
Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang
Gagal
85-100
75-84
60-74
40-59
0-39
1
7
22
2
0
86
553
1509
118
0
3,80
24,40
66,59
5,21
0
X = 2266
      32
     = 70,81
(Cukup)
Jumlah
32
2266
100

            Data pada tabel 4 menunjukkan hasil tes keterampilan menulis karangan naratif pada siklus I siswa kelas X.1 MAN Purworejo termasuk dalam kategori cukup, yaitu dengan rata-rata skor 70,81. Rata-rata tersebut menunjukkan adanya peningkatan skor rata-rata siswa dalam menulis karangan naratif setelah pembelajaran melalui teknik mengarang terpimpin dengan pemanfaatan media puzzle. Walaupun sudah ada peningkatan dan telah memenuhi  standar ketuntasan minimal yaitu 60, tetapi hasil yang dicapai masih belum maksimal. Pada siklus I ini, sebanyak 1 siswa atau sebesar 3,80% memperoleh skor dengan kategori sangat baik, sebanyak 7 siswa atau sebesar 24,40% memperoleh skor dengan kategori baik, sebanyak 22 siswa atau sebesar 66,59%%  memperoleh skor dengan kategori cukup, sebanyak 2 siswa atau sebesar 5,21%  memperoleh skor dengan kategori kurang, dan tidak ada siswa yang memperoleh skor dengan kategori gagal.
            Gambaran hasil tes keterampilan menulis karangan naratif pada siklus I dapat dilihat pada grafik berikut.
                                                GRAFIK
Grafik 2. Hasil tes keterampilan menulis karanga naratif pada siklus 1
            Grafik 2 diatas menunjukkan bahwa batang yang paling tinggi adalah skor berkategori cukup dengan persentase sebesar 66,59%, kemudian batang yang dibawahnya yaitu skor berkategori baik dengan persentase sebesar 24,40%, dan batang yang berada dibawahnya lagi adalah batang yang berkategori kurang dengan persentase sebesar 5,21%, dan batang yang berada dibawahnya lagi adalah batang yang berkategori sangat baik dengan persentase sebesar 3,80%
            Skor pada siklus I ini merupakan penjumlahan total dari 6 aspek keterampilan menulis karangan naratif, yaitu aspek kesesuaian judul dengan isi, rangkaian peristiwa menurut waktu, diksi, penggunaan ejaan dan tanda baca, kohesi dan koherensi, serta kerapian tulisan. Hasil dari masing-masing aspek akan dipaparkan sebagai berikut.
4.1.2.1.1 Hasil Tes Keterampilan Menulis Karangan Naratif Aspek Kesesuaian Judul Dengan Isi
            Hasil tes keterampilan menulis karangan naratif aspek kesesuaian judul dengan isi dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5. Hasil Tes Siklus I Pada Aspek Kesesuaian Judul Dengan Isi
No
Kategori
Rentang nilai
Frekuensi
Bobot skor
Persentase (%)
Skor rata-rata
1
2
3
4
Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang
17-20
13-16
9-12
0-8
14
9
9
0
247
130
101
0
51,67
27,20
21,13
0
X = 478
      32
     = 14,93
(Baik)
Jumlah
32
478
100

            Tabel 5 diatas menunjukkan skor rata-rata pada aspek kesesuaian judul dengan isi sebesar 14,93 dan termasuk dalam kategori baik. Siswa yang memperoleh skor dengan kategori sangat baik sebesar 51,67% atau sebanyak 14 siswa, sedangkan sebanyak 9 siswa atau sebesar 27,20% mendapat skor dengan kategori baik,  sebanyak 9 siswa atau sebesar 21,13% mendapat skor dengan kategori cukup, dan tidak ada siswa yang memperoleh skor dengan kategori kurang. Ketidaktepatan pemberian judul yang terjadi yaitu biasanya siswa memberikan judul sesuai peristiwa yang terjadi dalam sebuah cerita, padahal masih ada judul lain yang lebih baik dan menarik yang bisa digunakan.
4.1.2.1.2 Hasil Tes Menulis Karangan Naratif Aspek Rangkaian Peristiwa Menurut Waktu.
            Hasil tes keterampilan menulis karangan naratif aspek rangkaian peristiwa menurut waktu dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 6. Hasil Tes Siklus I Pada Aspek Rangkaian Peristiwa Menurut Waktu
No
Kategori
Rentang nilai
Frekuensi
Bobot skor
Persentase (%)
Skor rata-rata
1
2
3
4
Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang
9-10
7-8
5-6
0-4
3
23
6
0
27
170
35
0
11,64
73,27
15,09
0
X =232
      32
     = 7,25
(Baik)
Jumlah
32
232
100

            Tabel 6 di atas menunjukkan skor rata-rata pada aspek rangkaian peristiwa menurut waktu sebesar 7,25 dan termasuk dalam kategori baik. Siswa yang memperoleh skor dengan kategori sangat baik sebesar 11,64% atau sebanyak 3 siswa, siswa yang memperoleh skor dengan kategori baik sebanyak 23 siswa atau sebesar 73,27%, siswa yang memperoleh kategori cukup sebanyak 6 siswa atau sebesar 15,09%, dan tidak ada siswa yang memperoleh skor dengan kategori kurang.
            Ketidak jelasan dalam memaparkan rangkaian peristiwa menurut waktu terjadi karena siswa kurang urut dalam memaparkan waktu terjadinya peristiwa itu. Jadi, kalimat yang dipaparkan oleh siswa tersebut cenderung membingungkan. Kesalahan yang terjadi pada aspek ini diantaranya terdapat pada kalimat  “Acarane diwiwiti jam 9 esuk. Aku lan kancaku lunga menyang Taman Budhaya Raden Saleh. Neng kana acarane durung diwiwiti nanging sing wis padha teka akeh.”, padahal seharusnya “Aku lan kancaku mangkat menyang Taman Budhaya Raden Saleh jam 8 esuk. Nalika tekan kana, acara pagelaran wayang durung diwiwiti nanging akeh wong sing wis padha teka. Acara pagelaran wayang diwiwiti jam 9 esuk”. Selain itu, ketidakjelasan pemaparan rangkaian peristiwa menurut waktu juga terdapat pada kalimat “Dhek mau aku lan kanca-kanca nonton wara -wara kang ditempelake ing papan wara-wara sekolah kang isine nuduhake babagan pagelaran wayang sing arep dianakake sesuk dina selasa jam 9 esuk. Sesuke, nalika dina selasa, aku lan kanca-kanca mangkat bareng menyang papan pagelaran wayang kira-kira jam 7.30 esuk”. Kalimat “Watara jam 10, wayang wong rampung. Aku lan kancaku banjur bali. Anggone metu padha suk-sukan”, padahal seharusnya “Watara jam 10, wayang wong rampung. Aku lan kancaku suk-sukan metu saka gedung pagelaran banjur bali”.
4.1.2.1.3 Hasil Tes Keterampilan Menulis Karangan Naratif Aspek Diksi
            Hasil tes keterampilan menulis karangan naratif aspek diksi dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 7. Hasil Tes Siklus I Pada Aspek Diksi
No
Kategori
Rentang nilai
Frekuensi
Bobot skor
Persentase (%)
Skor rata-rata
1
2
3
4
Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang
17-20
13-16
9-12
0-8
2
18
12
0
34
254
141
0
7,92
59,21
32,87
0
X = 429
      32
     = 13,41
(Baik)
Jumlah
32
429
100

            Tabel 7 di atas menunjukkan skor rata-rata pada aspek diksi sebesar 13,41 dan termasuk dalam kategori baik. Siswa yang memperoleh skor dengan kategori sangat baik sebesar 7,92% atau sebanyak 2 siswa, sebanyak 18 siswa atau sebesar 59,21% memperoleh  skor dengan kategori baik, dan sebanyak 12 siswa atau sebesar 32,87% memperoleh skor dengan kategori cukup, dan tidak ada siswa yang memperoleh skor dengan kategori kurang.
            Kesalahan yang dilakukan siswa antara lain penggunaan kata “mirsani” dalam kalimat “kula lan kanca-kanca sepakat mirsani wayang wong”, padahal seharusnya kata yang benar dalam kalimat tersebut adalah “kula lan kanca-kanca sepakat ningali wayang wong”. Kata “pertunjukan” dalam kalimat “pertunjukan wayang wong apik banget”, padahal seharusnya kata yangbenar dalam kalimat tersebut adalah “pagelaran wayang wong apik banget”. Kata “dimulai” dalam kalimat “wayang wong dimulai jam 9 esuk”, padahal seharusnya kata yang benar adalah “wayang wong diwiwiti jam 9 esuk”. Kata “tempat” dalam kalimattempat pagelaran wayang wong kuwi ing Taman Budaya Raden Saleh”, padahal seharusnya kata yang benar adalah papan pagelaran wayang wong kuwi ing Taman Budaya Raden Saleh “. Kata “terus” dalam kalimat “wayang wong rampung terus aku lan kanca-kanca metu bareng-bareng”, padahal seharusnya kata yang benar adalah “wayang wong rampung, banjur aku lan kanca-kanca padha metu bareng-bareng”. Kata “tapi” dalam kalimat “kabeh wis padha teka, tapi ana kancau sing durung teka”, padahal seharusnya kata yang benar adalah “kabeh wis padha teka, nanging ana kancaku sing durung teka”. Kata “diadakke” dalam kalimat “wayang kuwi diadakke dina selasa, 13 juli 2008, tabuh 09.00”, padahal seharusnya kata yang benar dalam kalimat tersebut adalah “wayang kuwi dianakke dina selasa, 13 juli 2008 tabuh 09.00”. dari berbagai kesalahan-kesalahan tersebut, sebagian besar kesalahan pemilihan kata yang dilakukan siswa adalah memasukkan kosakata bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa atau mencampurkan kosakata bahasa Indonesia dengan bahasa Jawa.
4.1.2.1.4 Hasil Tes Keterampilan Menulis Karangan Naratif Aspek Ejaan dan Tanda baca
            Hasil tes keterampilan menulis karangan naratif aspek ejaan dan tanda baca dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 8. Hasil Tes Siklus I Pada Aspek ejaan dan Tanda baca
No
Kategori
Rentang nilai
Frekuensi
Bobot skor
Persentase (%)
Skor rata-rata
1
2
3
4
Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang
17-20
13-16
9-12
0-8
0
21
11
0
0
302
128
0
0
70,23
29,77
0
X = 430
      32
     = 13,44
(Baik)
Jumlah
32
430
100

            Tabel 8 di atas menunjukkan skor rata-rata pada aspek ejaan dan tanda baca  sebesar 13,44 dan termasuk dalam kategori baik. Sebanyak 21 siswa atau 70,23% memperoleh skor dengan kategori baik, dan sebanyak 11 siswa atau 29,77% memperoleh skor dengan kategori cukup, dan tidak ada siswa yang memperoleh skor dengan kategori sangat baik maupun kurang.
            Kesalahan yang sering dilakukan pada aspek ejaan dan tanda baca yaitu siswa tidak bisa membedakan antara kata yang menggunakan huruf “d” dan “dh”. Kesalahan pada faktor tersebut misalnya terdapat pada penulisan kata “dhewe” yang ditulis “dewe” dalam kalimat “aku lan kanca-kanca bali ning omahe dewe-dewe, kata “padha” yang ditulis “pada” dalam kalimat “Ning kana akeh banget sing pada nonton”, dan kata “durung” ditulis “dhurung” pada kalimat “ana kancaku sing dhurung teka”. Kata “kui” dalam kalimat “bocah kui padha nonton wayang bareng-bareng”, seharusnya ditulis “kuwi”. Kesalahan pada vokal yaitu terdapat pada kata yang seharusnya ditulis “apik” ditulis “apek” dalam kalimat “critane wayang mau apek, kata yang seharusnya ditulis “kanca” ditilis “konco” dalam kalimat “konco-konco sekelasku akeh banget sing padha mrana”, dan kata “rampung” ditulis “rampong” dalam kalimat “sakwise rampong bocah loro kuwi padha bali”. Kata “lia-liane” dalam kalimat “ana sing nyambi dolanan HP, ngobrol lan lia-liane”, padahal seharusnya kata lia-liane ditulis  “liya-liyane”. Kesalahan lain yang terjadi adalah menulis menggunakan huruf kapital setelah tanda koma, padahal seharusnya memakai huruf kecil. Selain itu, siswa tidak menggunakan huruf kapital di awal kalimat padahal seharusnya menggunakan huruf kapital. Kesalahan tersebut dapat dilihat pada kalimat “gek dina Sabtu, ning sekolahku ana wara-wara babagan pagelaran wayang”, padahal seharusnya tulisan yang benar adalah Gek dina Sabtu, ning sekolahku ana wara-wara babagan pagelaran wayang”.
4.1.2.1.5 Hasil Tes Menulis Karangan Naratif Aspek Kohesi Dan Koherensi
            Hasil tes keterampilan menulis karangan naratif aspek kohesi dan koherensi dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 9. Hasil Tes Siklus I Pada Aspek Kohesi Dan Koherensi
No
Kategori
Rentang nilai
Frekuensi
Bobot skor
Persentase (%)
Skor rata-rata
1
2
3
4
Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang
17-20
13-16
9-12
0-8
1
22
9
0
17
326
106
3,74
71,65
24,61
0
X =449
      32
     = 14,03
(Baik)
Jumlah
32
449
100

            Tabel 9 di atas menunjukkan skor rata-rata pada aspek kohesi dan koherensi sebesar 14,03 dan termasuk dalam kategori baik. Siswa yang memperoleh skor dengan kategori sangat baik sebesar 3,74% atau sebanyak 1 siswa, siswa yang memperoleh skor dengan kategori baik sebanyak 22 siswa atau sebesar 71,65%, dan siswa yang memperoleh kategori cukup sebanyak 9 siswa atau sebesar 24,61%, dan tidak ada siswa yang memperoleh skor dengan kategori kurang.
            Kesalahan yang terjadi pada aspek kohesi dan koherensi diantaranya terdapat pada kalimat “Acara pagelaran wayang mau pancen diwajibake kanggo para siswa kelas X, dadi nambahi semangatku lan kancaku pengen nonton, amarga aku lan kancaku pengen nambah pengetahuan lewat acara nonton pagelaran wayang mau”, serharusnya kalimat yang benar adalah “acara pagelaran wayang mau pancen diwajibake kanggo para siswa kelas X. Mula aku lan kancaku dadi tambah semangat kepemgen nonton. Meneh-meneh aku uga duweni karep yen nonton pagelaran wayang mau bisa nambah pengetahuan lan wawasan”.
4.1.2.1.6 Hasil Tes Siklus I Pada Aspek Kerapian Tulisan
            Hasil tes keterampilan menulis karangan naratif aspek kerapian tulisan terdapat pada tabel berikut.
Tabel 10. Hasil Tes Siklus I Pada Aspek Kerapian Tulisan
No
Kategori
Rentang nilai
Frekuensi
Bobot skor
Persentase (%)
Skor rata-rata
1
2
3
4
Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang
9-10
7-8
5-6
0-4
5
24
3
0
45
187
16
0
18,15
75,40
6,45
0
X =248
      32
     = 7,75
(Baik)
Jumlah
32
248
100

            Tabel 10 di atas menunjukkan skor rata-rata pada aspek kerapian tulisan sebesar 7,75 dan termasuk dalam kategori baik. Siswa yang memperoleh skor dengan kategori sangat baik sebesar 18,15% atau sebanyak 5 siswa, siswa yang memperoleh skor dengan kategori baik sebanyak 24 siswa atau sebesar 75,40% dan siswa yang memperoleh kategori cukup sebanyak 3 siswa atau sebesar 6,45%, dan tidak ada siswa yang memperoleh skor dengan kategori kurang.
            Sebagian besar siswa di kelas X-1 MAN Purworejo memiliki tulisan yang jelas, rapi dan bersih, hanya saja ada beberapa siswa yang tulisannya cukup sulit untuk dibaca. Hal tersebut kemungkinan dikarenakan siswa tergesa-gesa dan banyak melakukan kesalahan dalam menulis, sehingga hasil tulisan dicoret-coret.
4.1.2.2 Hasil Nontes Siklus I
            Hasil data nontes diperoleh dari hasil observasi, jurnal, dan wawancara. Masing-masing diuraikan di bawah ini.
4.1.2.2.1 Hasil Observasi
            Observasi penelitian ini dilakukan terhadap siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Observasi dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tingkah laku siswa selama pembelajaran menulis karangan naratif melalui teknik mengarang terpimpin dengan pemanfaatan media puzzle. Observasi ini dilakukan oleh seorang teman yang bertindak sebagai observer.
            Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh observer dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan tingkah laku siswa sudah cukup baik dalam menerima pembelajaran menulis karangan naratif melalui teknik mengarang terpimpin dengan pemanfaatan media puzzle, walaupun ada beberapa siswa yang kurang merespon dalam pembelajaran. Dari data observasi dapat diketahui bahwa jumlah siswa yang sudah memiliki tigkah laku baik yaitu memperhatikan penjelasan guru, aktif dalam bertanya dan menjawab, dan tenang serta disiplin dalam pembelajaran sebanyak 23 siswa atau sebesar 71,88%, dan siswa yang mamiliki tingkah laku kurang baik sebanyak 9 siswa atau sebesar 28, 12%.
            Berdasarkan hasil observasi, dapat disimpulkan bahwa siswa yang sudah bertingkah laku baik lebih banyak daripada siswa yang bertingkah laku kurang baik. Namun, pembelajaran keterampilan menulis karangan naratif melalui teknik mengarang terpimpin dengan pemanfaatan media puzzle masih perlu ditingkatkan agar memperoleh hasil yang maksimal. Siswa yang bertingkah laku kurang baik harus bisa dikurangi.
4.1.2.2.2 Hasil Jurnal
            Jurnal penelitian ini terdiri dari dua jurnal, yaitu jurnal siswa dan jurnal guru. Masing-masing diuraikan di bawah ini.
4.1.2.2.2.1 Jurnal Siswa
            Jurnal siswa berisi tentang beberapa uraian pendapat siswa mengenai pembelajaran yang berlangsung. Hasil jurnal menunjukkan bahwa hampir keseluruhan siswa merasa senang terhadap pembelajaran menulis karangan naratif melalui teknik mengarang terpimpin dengan pemanfaatan media puzzle. Mereka berpendapat bahwa pembelajaran menulis karangan naratif melalui teknik mengarang terpimpin dengan pemanfaatan media puzzle mempermudah pemahaman karena alur pada gambar sangat jelas dan puzzle bergambar seri tersebut membuat mereka mendapat inspirasi sehingga mereka dapat lebih mudah untuk menulis karangan. Ada juga yang menyatakan bahwa teknik dan media yang digunakan sangat menarik dan tidak membosankan, sehingga membuat mereka tidak merasa tegang selama proses pembelajaran. Selain itu, ada juga yang menyatakan bahwa teknik dan media yang digunakan belum pernah digunakan sebelumnya oleh guru yang mengajar mereka.
            Pertanyaan kedua, yaitu mengenai kesulitan dalam menerima materi menulis karangan naratif yang dialami oleh siswa selama proses pembelajaran menulis karangan naratif melalui teknik mengarang terpimpin dengan pemanfaatan media puzzle berlangsung. Dalam hal ini sebagian siswa tidak merasa kesulitan dalam menulis karangan naratif karena tema sudah ditentukan dan alur cerita juga sudah terlihat jelas. Jadi, mereka tidak perlu susah untuk memikirkan apa yang akan mereka tulis serta bagaimana alur ceritanya. Apalagi bagi siswa yang kurang memiliki keterampilan dalam mengarang, teknik mengarang terpimpin dengan pemanfaatan media puzzle bisa memepermudah mereka untuk bisa mengarang dengan baik. Akan tetapi, ada juga siswa yang merasa kesulitan karena merasa daya hayal akan terbatas pada gambar.
            Pertanyaan ketiga yaitu mengenai materi pembelajaran menulis karangan naratif, yaitu pembahasan mengenai karangan naratif dan contoh karangan yang diberikan guru. Sebagian besar siswa berpendapat bahwa materi yang diberikan sudah baik, karena pembelajaran mudah dipahami dan bisa lebih menyenangkan.
            Pertanyaan keempat, yaitu mengenai cara pembelajaran yang disukai siswa supaya lebih mudah dalam menulis karangan naratif. Sebagian besar siswa menjawab bahwa teknik mengarang terpimpin dan media puzzle sudah cukup menyenangkan dan membuat mereka lebih mudah memahami materi dan mampu menulis karangan naratif dengan baik.
            Pada pertanyaan yang terakhir, yaitu mengenai kesan dan saran siswa terhadap pembelajaran yang akan datang. Kebanyakan siswa memberi kesan baik terhadap cara pembelajaran yang telah dilakukan. Mereka menyarankan agar teknik mengarang terpimpin dengan pemanfaatan media puzzle tetap digunakan untuk pembelajaran menulis karangan naratif karena akan memudahkan siswa dalam mengarang. Ada juga yang menyarankan untuk memperbanyak potongan gambar dalam puzzle supaya permainan dalam pembelajran lebih menyenangkan. Dengan adanya jurnal siswa ini maka dapat dijadikan bahan pertimbangan dan evaluasi untuk pembelajaran yang akan datang.
4.1.2.2.2.2 Jurnal Guru
            Jurnal guru ini ditulis berdasarkan pengamatan guru yang mengajar bahasa Jawa di kelas X-I MAN Purworejo, yaitu pada pertanyaan pertama mengenai minat dan responsi siswa dalam mengikuti proses pembelajaran menulis karangan naratif sudah bagus. Siswa terlihat berminat dan kelihatan sangat tertarik dalam mengikuti proses pembelajaran tersebut.
            Partisipasi siswa selama proses pembelajaran menulis karangan naratif melalui teknik mengarang terpimpin dengan pemanfaatan media puzzle sudah baik. Siswa berpartisipasi aktif selama proses pembelajaran, dari memasang puzzle sampai dengan membuat karangan. Guru dan siswa dapat berinteraksi dengan baik.
            Tingkah laku siswa pada saat pembelajaran menulis karangan naratif melalui teknik mengarang terpimpin dengan pemanfaatan media puzzle sudah baik. Pada saat guru menjelaskan, siswa memperhatikan walaupun ada beberapa siswa yang kurang memperhatikan tetapi mereka tetap aktif. Pada saat siswa menyusun puzzle, mereka bisa bekerjasama dengan baik kemudian pada saat siswa mengerjakan tugas untuk menulis karangan naratif, sebagian siswa sudah tenang dalam mengerjakan. Namun, masih ada beberapa siswa yang sering melihat pekerjaan teman, meminjam alat  tulis, dan berbicara sendiri dengan teman sebangku.
4.1.2.2.3 Hasil Wawancara
            Wawancara yang dilakukan pada siklus I difokuskan pada enam siswa, yaitu dua siswa yang memperoleh nilai tinggi, dua siswa yang  memperoleh nilai sedang, dan dua siswa yang memperoleh nilai rendah.
            Hasil wawancara yang diperoleh dari keenam siswa tersebut, yaitu mengenai pendapat siswa mengenai menulis karangan naratif. Keenam siswa tersebut menjawab bahwa mereka merasa senang dalam menulis karangan naratif karena menulis dianggap sebagai media untuk mencurahkan perasaan. Selain itu, menulis juga berguna untuk mengisi waktu luang.
            Pertanyaan yang kedua yaitu mengenai tanggapan terhadap pembelajaran  menulis karangan naratif melalui teknik mengarang terpimpin dengan pemanfaatan media puzzle. Keenam siswa tersebut menyatakan bahwa teknik dan media dalam pembelajaran sudah baik, menarik, sangat menyenangkan dan mudah dimengerti, sehingga membuat siswa lebih mudah untuk memunculkan imajinasi, menyusun kalimat dan membuat cerita secara utuh. 
            Pertanyaan yang ketiga yaitu apakah siswa termotivasi terhadap pembelajaran menulis karangan naratif melalui teknik mengarang terpimpin dengan pemanfaatan media puzzle. Dari enam siswa yang diwawancarai, lima siswa merasa termotivasi setelah mengikuti pembelajaran, mereka merasa tertarik dan bersemangat karena teknik dan media yang digunakan sangan menyenangkan, sedangkan satu siswa merasa tidak termotivasi karena siswa tersebut lebih senang menulis tanpa dibatasi dan menulis dengan mengekspresikan keadaan dalam diri sendiri.
            Pertanyaan yang keempat yaitu kesulitan mengenai pembelajaran menulis karangan nartif melalui teknik mengarang terpimpin dengan pemanfaatan media puzzle. Dari enam siswa yang diwawancarai, dua siswa merasa tidak kesulitan dalam menulis karena dengan teknik dan media ini mereka lebih mudah merangkai kalimat, sedangkan empat siswa merasa kesulitan karena tidak bisa menggunakan bahasa Jawa dengan benar dan banyak kosakata dalam bahasa Jawa yang belum dimengerti.
            Pada pertanyaan terakhir yaitu mengenai apakah kondisi kelas mempengaruhi proses pembelajaran menulis karangan naratif. Semua siswa yang diwawancarai mengatakan bahwa kondisi kelas sangat mempengaruhi terhadap proses pembelajaran karena apabila kelas dalam keadaan ramai maka mereka kurang bisa berkonsentrasi.
4.1.3 Hasil Penelitian Siklus II
            Hasil penelitian pada siklus II terdiri dari hasil tes dan nontes. Hasil tes berisi pemaparan hasil penilaian tiap aspek menulis karangan naratif. Hasil nontes berisi pemaparan hasil observasi, jurnal, dan wawancara.
4.1.3.1 Hasil Tes Siklus II
            Hasil tes siklus II berupa hasil tes menulis karangan naratif melalui teknik mengarang terpimpin dengan pemanfaatan media puzzle, setelah diadakan perbaikan, yaitu dengan menekankan pada aspek yang belum dipahami siswa. Kriteria penilaian  siklus II masih sama dengan kriteria penilaian pada siklus I, yaitu kesesuaian judul dengan isi, rangakaian peristiwa menurut waktu, diksi, kohesi dan koherensi, ejaan dan tanda baca, serta kerapian tulisan.  Hasil tes keterampilan menulis karangan naratif melalui teknik mengarang terpimpin dengan pemanfaatan media puzzle dapat dilihat pada tabel  berikut.
Tabel 11. Hasil Tes Keterampilan Menulis Karangan Naratif melalui Teknik Mengarang Terpimpin dengan Media Puzzle pada siklus II

No
Kategori
Rentang nilai
Frekuensi
Bobot skor
Persentase (%)
Skor rata-rata
1
2
3
4
5
Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang
Gagal
85-100
75-84
60-74
40-59
0-39
5
18
9
0
0
434
1416
647
0
0
17,38
56,71
25,91
0
0
X = 2497
      32
     = 78,03
(Baik)
Jumlah
32
2497
100

            Data pada tabel 11menunjukkan hasil tes keterampilan menulis karangan naratif pada siklus II siswa kelas X.1 MAN Purworejo termasuk dalam kategori baik, yaitu dengan rata-rata skor 78,03. Rata-rata tersebut menunjukkan adanya peningkatan skor rata-rata siswa dalam menulis karangan naratif setelah pembelajaran melalui teknik mengarang terpimpin dengan media puzzle pada siklus II. Pada siklus II ini, sebanyak 5 siswa atau sebesar 17,38% siswa memperoleh kategori sangat baik, 18 siswa atau sebesar 56,71%  memperoleh kategori baik, 9 siswa atau sebesar 25,91% memperoleh kategori cukup, dan tidak ada siswa yang memperoleh kategori kurang maupun gagal.
            Gambaran hasil tes keterampilan menulis karangan naratif pada siklus II dapat dilihat pada grafik berikut.
                                                GRAFIK
Grafik 3. Hasil tes keterampilan menulis karanga naratif pada siklus 1I
            Grafik 3 diatas menunjukkan bahwa batang yang paling tinggi adalah skor berkategori baik dengan persentase sebesar 56,71%, kemudian batang yang dibawahnya yaitu skor berkategori cukup dengan persentase sebesar 25,91%, dan batang yang berada dibawahnya lagi adalah batang yang berkategori sangat baik dengan persentase sebesar 17,38%.
            Pemaparan perolehan hasil dari masing-masing aspek keterampilan menulis karangan naratif melalui teknik mengarang terpimpin dengan media puzzle adalah sebagai berikut.
4.1.3.1.1 Hasil Tes Keterampilan Menulis Karangan Naratif Aspek Kesesuaian Judul Dengan Isi
            Hasil tes keterampilan menulis karangan naratif aspek kesesuaian judul dengan isi dapat dilihat pada tabel 12 berikut.
Tabel 12. Hasil Tes Siklus II Pada Aspek Kesesuaian Judul Dengan Isi
No
Kategori
Rentang nilai
Frekuensi
Bobot skor
Persentase (%)
Skor rata-rata
1
2
3
4
Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang
17-20
13-16
9-12
0-8
20
12
0
0
358
184
0
0
66.05
33,95
0
0
X = 542
      32
     = 16,93
(sangat baik)
Jumlah
32
542
100

            Tabel 12 menunjukkan skor rata-rata pada aspek kesesuaian judul dengan isi sebesar 16,93 dan termasuk dalam kategori sangat baik. Skor rata-rata hasil tes siklus II pada aspek kesesuaian judul dengan isi menunjukkan peningkatan sebesar 2. Siswa yang memperoleh skor dengan kategori sangat baik sebesar 66.05% atau sebanyak 20 siswa, sedangkan sebanyak 12 siswa atau 33,95% memperoleh skor dengan kategori baik, dan tidak ada siswa yang memperoleh skor dengan kategori cukup maupun kurang.
            Pada siklus II ini siswa sudah memberikan judul sesuai dengan isi karangan. Siswa sudah tidak sembarangan dalam memberi judul tetapi juga memperhatikan isi karangan.
4.1.3.1.2 Hasil Tes Menulis Karangan Naratif Aspek Rangkaian Peristiwa Menurut Waktu.
            Hasil tes keterampilan menulis karangan naratif aspek rangkaian peristiwa menurut waktu dapat dilihat pada tabel 13 berikut.
Tabel 13. Hasil Tes Siklus I Pada Aspek Rangkaian Peristiwa Menurut Waktu
No
Kategori
Rentang nilai
Frekuensi
Bobot skor
Persentase (%)
Skor rata-rata
1
2
3
4
Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang
9-10
7-8
5-6
0-4
13
18
1
0
117
140
6
0
44,49
53,23
2,28
0
X =263
      32
     = 8,22
(Baik)
Jumlah
32
263
100

            Tabel 13 di atas menunjukkan skor rata-rata pada aspek rangkaian peristiwa meunurut waktu sebesar 8,22 dan termasuk dalam kategori baik. Skor rata-rata hasil tes siklus II pada aspek rangkaian peristiwa menurut waktu menunjukkan peningkatan sebesar 0,97. Siswa yang memperoleh skor dengan kategori sangat baik sebesar 44,49% atau sebanyak 13 siswa, siswa yang memperoleh skor dengan kategori baik sebanyak 18 siswa atau sebesar 53,23%, dan siswa yang memperoleh kategori cukup sebanyak 1 siswa atau sebesar 2,28%,  dan  tidak ada siswa yang memperoleh skor dengan kategori kurang.
            Sebagian besar siswa sudah sangat baik dalam bercerita berdasarkan urutan waktu dan peristiwa. Akan tetapi, masih ada juga siswa yang masih kurang jelas dalam memaparkan rangkaian peristiwa menurut waktu. Ketidakjelasan pemaparan rangkaian peristiwa menurut waktu dapat dilihat pada kalimat “dina Selasa aku karo kanca-kanca padha dolan menyang Tosan Aji. Aku ketemu karo kanca-kancaku  beda sekolah. Kabeh padha delok-delok isi museum”, seharusnya kalimat yang benar adalah “dina Selasa, aku karo kanca-kanca padha dolan menyang Tosan Aji. Ing kana, kabeh padha delok-delok isine museum. Nalika kuwi, aku ketemu karo kanca-kancaku beda sekolah”.
4.1.2.1.3 Hasil Tes Keterampilan Menulis Karangan Naratif Aspek Diksi
            Hasil tes keterampilan menulis karangan naratif aspek diksi dapat dilihat pada tabel 14 berikut.
Tabel 14. Hasil Tes Siklus I Pada Aspek Diksi
No
Kategori
Rentang nilai
Frekuensi
Bobot skor
Persentase (%)
Skor rata-rata
1
2
3
4
Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang
17-20
13-16
9-12
0-8
4
21
7
0
71
316
84
0
15,07
67,09
17,84
0
X = 471
      32
     = 14,72
(Baik)
Jumlah
32
471
100

            Tabel 14 di atas menunjukkan skor rata-rata pada aspek diksi sebesar 14,71 dan termasuk dalam kategori baik. Skor rata-rata hasil tes siklus II pada aspek diksi menunjukkan peningkatan sebesar 1,31. Siswa yang memperoleh skor dengan kategori sangat baik sebesar 15,07% atau sebanyak 4 siswa, siswa sebanyak 21 atau sebesar 67,09% memperoleh skor dengan kategori baik, sebanyak 7 siswa atau 17,84% memperoleh skor dengan kategori cukup, dan tidak ada siswa yang memperoleh skor dengan kategori kurang.
            Sebagian besar siswa sudah tidak mengulang lagi kesalahan pada siklus I, tetapi masih ada beberapa siswa yang memasukkan kosakata bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa, seperti dalam kalimat “Aku lan kanca-kancaku ngulang meneh maca buku”, padahal seharusnya kata yang benar dalam kalimat tersebut adalah “Aku lan kanca-kancaku mbaleni meneh maca buku”. Kata “serta” dan “peninggalan” dalam kalimat “Aku lan kanca-kanca padha seneng banget atine amarga saka piwulangan mau aku bisa ngerti sejarahe Indonesia serta peninggalan-peninggalane, padahal seharusnya kata yang benar dalam kalimat itu adalah “Aku lan kanca-kanca padha seneng banget atine amarga saka piwulangan mau aku bisa ngerti sejarahe Indonesia sarta tinggalan-tinggalane”.Kata “soale” dalam kalimat “Aku iseh pengen neng museum Tosan Aji soale neng jero apik banget”, padahal seharusnya kata yang benar adalah “Aku iseh pengen neng museum Tosan Aji amarga neng jero apik banget”. Kata “pernah” dalam kalimat “Aku ora pernah dolan ing museum”, padahal seharusnya kata yang benar adalah “Aku ora nate dolan ing museum”. Selain itu, juga masih ada siswa yang menggunakan kata “tindak” dalam kalimat “Aku lan kanca-kanca tindak menyang museum Tosan Aji”, padahal kata yang benar seharusnya “Aku lan kanca-kanca lunga menyang museum Tosan Aji” karena kata tindak hanya digunakan untuk orang yang dihormati atau orang yang memiliki kedudukan lebih tinggi.
4.1.2.1.4 Hasil Tes Keterampilan Menulis Karangan Naratif Aspek Ejaan dan Tanda baca
            Hasil tes keterampilan menulis karangan naratif aspek ejaan dan tanda baca dapat dilihat pada tabel 15 berikut.
Tabel 15. Hasil Tes Siklus I Pada Aspek ejaan dan Tanda baca
No
Kategori
Rentang nilai
Frekuensi
Bobot skor
Persentase (%)
Skor rata-rata
1
2
3
4
Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang
17-20
13-16
9-12
0-8
5
25
2
0
88
372
24
0
18,18
76,86
4,96
0
X = 484
      32
     = 15,13
(Baik)
Jumlah
32
484
100

            Tabel 8 di atas menunjukkan skor rata-rata pada aspek ejaan dan tanda baca  sebesar 15,13 dan termasuk dalam kategori baik. Skor rata-rata hasil tes siklus II pada aspek ejaan dan tanda baca menunjukkan peningkatan sebesar 1,69 dibanding skor rata-rata pada siklus I. Sebanyak 5 siswa atau sebesar 18,18% memperoleh skor dengan kategori sangat baik, sebanyak 25siswa atau sebesar 76,86% memperoleh  skor dengan kategori baik, sebanyak 2 siswa atau sebesar 4,96% memperoleh skor dengan kategori cukup, dan tidak ada siswa yang memperoleh skor dengan kategori  kurang.
            Pada aspek ini sudah ada perubahan yang baik karena sebagian besar siswa sudah memperhatikan penulisan huruf besar dan huruf kecil serta tanda baca yang tepat dalam kalimat, walaupun masih ada beberapa siswa yang masih membuat kesalahan. Selain itu, sudah jarang siswa yang menulis kata “dhelok”, “konco”, “pada”, “dhurung”, dan “apek”, tetapi sudah menuliskannya dengan benar, yaitu “delok”, “kanca”, “padha”, “durung”, dan “apik”.
4.1.2.1.5 Hasil Tes Menulis Karangan Naratif Aspek Kohesi Dan Koherensi
            Hasil tes keterampilan menulis karangan naratif aspek kohesi dan koherensi dapat dilihat pada tabel 16 berikut.
Tabel 16. Hasil Tes Siklus I Pada Aspek Kohesi Dan Koherensi
No
Kategori
Rentang nilai
Frekuensi
Bobot skor
Persentase (%)
Skor rata-rata
1
2
3
4
Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang
17-20
13-16
9-12
0-8
5
22
5
0
85
331
60
0
17,86
69,54
12,60
0
X =476
      32
     = 14,88
(Baik)
Jumlah
32
476
100

            Tabel 9 di atas menunjukkan skor rata-rata pada aspek kohesi dan koherensi sebesar 14,88 dan termasuk dalam kategori baik. Skor rata-rata hasil tes siklus II pada aspek kohesi dan koherensi menunjukkan peningkatan sebesar 0.85 dibanding skor rata-rata pada siklus I. Siswa yang memperoleh skor dengan kategori sangat baik sebesar 17,86% atau sebanyak 5 siswa, siswa yang memperoleh skor dengan kategori baik sebanyak 22 siswa atau sebesar 69,54%, siswa yang memperoleh kategori cukup sebanyak 5 siswa atau sebesar 12,60%, dan tidak ada siswa yang memperoleh skor dengan kategori kurang.
            Kesalahan yang terjadi pada aspek kohesi dan koherensi diantaranya terdapat pada kalimat “aku lan kanca-kancaku lunga ning museum Tosan Aji. Neng jero museum aku ketemu karo kanca-kancaku, jebule ning museum akeh kancaku sing padha teka. Ning jero Tosan Aji aku delok-delok barang kang duweni nilai sejarah, ana pedhang, keris, lan liya liyane. Sakwise marem aku banjur bali”, paragraf tersebut kurang jelas dan kurang runtut kalimatnya. Seharusnya kalimat yang benar adalah “aku karo kanca-kancaku lunga menyang museum Tosan Aji numpak bis. Kurang luwih 15 menit aku lan kanca-kancaku wis tekan ngarep museum. Ora dinyana, ing kana ketemu ketemu karo kanca-kancaku liya sekolah. Aku karo kanca-kanca kabeh banjur mlebu ingmuseum tosan aji saperlu ndelok-ndelok barang-barang tinggalan sejarah, kayata pedhang, keris, lan liya-liyane”. Kesalahan yang terjadi juga terdapat pada kalimat “Ora let suwe banjur bocah telu kuwi tekan museum Tosan Aji lan sadurunge mlebu bocah telu mau ketemu karo kanca-kancane banjur omong-omongan. Ning kono bocah-bocah iku banjur mlebu lan padha delok ing jerone museum. Sawise iku banjur ning jero omong-omongan lan delok jero-jerone”, seharusnya kalimat yang benar adalah “Ora let suwe bocah telu kuwi tekan museum Tosan Aji. Ing kono bocah-bocah kuwi uga ketemu karo kanca-kancane banjur omong-omongan. Let sedhela, bocah-bocah kabeh padha mlebu ing museum kanggo delok isine museum”.
4.1.2.1.6 Hasil Tes Siklus I Pada Aspek Kerapian Tulisan
            Hasil tes keterampilan menulis karangan naratif aspek kerapian tulisan terdapat pada tabel berikut.
Tabel 17. Hasil Tes Siklus II Pada Aspek Kerapian Tulisan
No
Kategori
Rentang nilai
Frekuensi
Bobot skor
Persentase (%)
Skor rata-rata
1
2
3
4
Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang
9-10
7-8
5-6
0-4
12
18
2
0
108
142
11
0
41,38
54,41
4,21
0
X =261
      32
     = 8,16
(Baik)
Jumlah
32
261
100

            Tabel 17 di atas menunjukkan skor rata-rata pada aspek kerapian tulisan sebesar 8,16  dan termasuk dalam kategori baik. Skor rata-rata hasil tes siklus II pada aspek kerapian tulisan menunjukkan peningkatan sebesar 0,41 dibanding skor rata-rata pada siklus I. Siswa yang memperoleh skor dengan kategori sangat baik sebesar 41,38% atau sebanyak 12 siswa, siswa yang memperoleh skor dengan kategori baik sebanyak 18 siswa atau sebesar 54,41%, siswa yang memperoleh kategori cukup sebanyak 2siswa atau sebesar 4,21%, dan tidak ada siswa yang memperoleh skor dengan kategori kurang.
            Pada siklus II ini, sebagian siswa di kelas X.I MAN Purworejo memiliki tulisan yang bagus, rapi dan bersih. Hal tersebut kemungkinan dikarenakan mereka sudah lebih terbiasa dengan cara pembelajaran yang dilakukan sehingga mereka sudah tidak tergesa-gesa lagi dalam mengerjakan. Akan tetapi masih ada juga siswa yang tulisannya agak susah dibaca dan kurang bersih.
4.1.3.2 Hasil Nontes Siklus II
            Hasil nontes siklus II diperoleh dari observasi, jurnal, dan wawancara. Masing-masing uraiannya adalah sebagai berikut.
4.1.3.2.1 Hasil Observasi
            Observasi dlakukan selama proses pembelajaran menulis karangan naratif melalui teknik mengarang terpimpin dengan pemanfaatan media puzzle berlangsung. Observasi dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tingkah laku siswa selama pembelajaran. Observasi siswa dilakukan oleh seorang rekan yang bertindak sebagai observer.
            Berdasarkan hasil pengamatan observer dapat dilihat bahwa secara keseluruhan proses pembelajaran menulis karangan naratif melalui teknik mengarang terpimpin dengan pemanfaatan media puzzle pada siklus II sudah baik karena siswa yang bertingkah laku sesuai dengan kategori tingkah laku kurang baik sudah berkurang. Pada siklus II ini, jumlah siswa yang sudah bertingkah laku baik dalam mengikuti pembelajaran sebanyak 28 siswa atau sebesar 87,5%, sedangkan kategori siswa yang bertingkah laku kurang baik dilakukan siswa sebanyak 4 siswa atau sebesar 12,5%. Berdasarkan hasil pengamatan tersebut, dapat dikatakan bahwa hasil observasi pada siklus II sudah ada peningkatan dibandingkan pada hasil observasi pada siklus I.
4.1.3.2.2 Hasil Jurnal
            Pada jurnal siklus II ini aspek yang ada sama dengan aspek pada siklus I. Jurnal diisi setelah pembelajaran menulis karangan naratif melalui teknik mengarang terpimpin dengan pemanfaatan media puzzle. Jurnal terdiri dari dua jurnal, yaitu jurnal siswa dan jurnal guru. Adapun hasil jurnal pada siklus II adalah sebagai berikut.
4.1.3.2.2.1 Jurnal siswa
            Pada jurnal siswa siklus II ini sebagian besar siswa mengatakan senang terhadap pembelajaran menulis karangan naratif. Menurut mereka teknik mengarang terpimpin dengan pemanfaatan media puzzle baik diterapkan untuk pembelajaran menulis karangan naratif karena dengan gambar yang ada pada puzzle dapat memudahkan mereka untuk membuat alur yang sesuai dalam cerita sehingga mereka dapat dengan mudah menulis cerita. Apalagi  teknik mengarang terpimpin membuat mereka tidak kesulitan untuk memilih kata dan membuat kalimat dalam bahasa Jawa. Selain itu, menurut mereka teknik mengarang terpimpin dengan pemanfaatan media puzzle sangat menarik dan mengasyikkan karena tidak membuat mereka tegang saat pembelajaran. Berdasarkan dari pendapat siswa tersebut, maka dapat dapat diketahui bahwa teknik dan media ini dapat menarik minat siswa dalam belajar menulis karangan naratif.
            Pertanyaan yang kedua yaitu mengenai kesulitan siswa dalam keterampilan menulis karangan naratif. Pada siklus II ini, hampir semua siswa menyatakan tidak mengalami kesulitan dalam menulis karangan naratif. Namun, ada beberapa siswa yang mengalami kesulitan dalam menulis karangan naratif, tetapi setelah diberi penjelasan oleh guru barulah siswa tersebut paham.
            Pertanyaan yang ketiga mengenai materi yaitu penjelasan mengenai karangan naratif dan contoh karangan yang diberikan oleh guru. Sama dengan siklus I semua siswa menyatakan materi yang diberikan sudah baik karena materi mudah dipahami.
            Pertanyaan keempat yaitu mengenai pembelajaran yang lebih disenangi siswa supaya mereka bisa lebih baik dalam pembelajaran menulis karangan naratif. Sebagian besar siswa menyatakan bahwa cara pembelajaran yang mereka senangi adalah pembelajaran yang diselingi dengan hiburan dan permaianan agar tidak membuat  siswa tegang dalam pembelajaran, misalnya dengan media puzzle ini.
            Pertanyaan terakhir yaitu mengenai pesan, kesan atau saran terhadap pambelajaran menulis karangan naratif melalui teknik mengarang terpimpon dengan pemanfaatan media puzzle. Sebagian besar siswa menyatakan agar teknik mengarang terpimpin dengan media puzzle digunakan lagi dalam pembelajaran menulis karangan naratif selanjutnya, tetapi cerita harus dibuat lebih menarik dan puzzle harus dibuat lebih besar lagi.
4.1.3.2.2.2 Jurnal guru
            Pada jurnal guru siklus II ini, minat dan responsi siswa dalam mengikuti pembelajaran menulis karangan naratif melalui teknik mengarang terpimpin dengan pemanfaatan media puzzle sudah bagus. Hal tersebut bisa dilihat ketika pembelajaran, siswa benar-benar memperhatikan dan aktif dalam bertanya.
            Tingkah laku siswa di dalam kelas pada saat pembelajaran sudah baik. Siswa lebih memperhatikan penjelasan dari guru dan lebih disiplin dalam mengerjakan tugas serta mengumpulkan tugas tersebut.
4.1.1.2.3 Hasil Wawancara
            Pada siklus II ini jumlah siswa yang diwawancarai sebanyak enam siswa, yaitu dua siswa yang memperoleh nilai tinggi, dua siswa yang memperoleh nilai sedang, dan dua siswa yang memperoleh nilai rendah. Wawancara dilakukan pada saat jam istirahat. Pada pertanyaan pertama yaitu mengenai perasaan siswa terhadap menulis karangan naratif. Semua siswa menyatakan bahwa mereka semua senang menulis karangan naratif.
            Pertanyaan kedua yaitu tanggapan siswa terhadap pembelajaran menulis karangan naratif melalui teknik mengarang terepimpin dengan pemanfaatan media puzzle. Dari enam siswa yang diwawancarai, mereka menyatakan bahwa pembelajaran sangat bagus, menarik, dan kreatif sehingga membuat mereka lebih mudah dalam mengarang karena gambar yang ada pada puzzle membuat mereka tidak perlu berfikir lagi mengenai tema yang harus ditulis.
            Pertanyaan yang ketiga yaitu mengenai apakah siswa termotivasi belajar menulis karangan naratif melalui teknik mengarang terpimpin dengan pemanfaatan media puzzle. Dari semua siswa yang diwawancarai, mereka menyatakan sangat termotivasi karena teknik dan media yang dipakai guru belum pernah digunakan pada pembelajaran sebelumnya. Siswa juga menyatakan bahwa media yang digunakan sangat kreatif.
            Pada pertanyaan yang keempat yaitu mengenai kesulitan siswa dalam menulis karangan naratif melalui teknik mengarang terpimpin dengan pemanfaatan media puzzle. Dari enam siswa yang diwawancarai, empat siswa merasa tidak kesulitan dalam menulis karangan naratif, sedangkan dua siswa masih merasa kesulitan karena waktu yang diberikan dalam mengarang kurang lama dan mereka kurang bisa berbahasa Jawa dengan lancar.
            Pertanyaan yang terakhir yaitu apakah kondisi kelas mempengaruhi proses pembelajaran menulis karangan narat]if melalui teknik mengarang terpimpin dengan pemanfaatan menggunakan media puzzle. Dari enam siswa yang diwawancarai, semuanya menyatakan kondisi kelas sangat berpengaruh. Apabila kondisi kelas gaduh maka mereka kurang bisa berkonsentrasi.

4.2 Pembahasan
            Penelitian ini membahas tentang peningkatan keterampilan menulis karangan naratif melalui teknik mengarang terpimpin dengan pemanfaatan media puzzle dan perubahan tingkah laku pada siswa kelas X.1 MAN Purworejo setelah mengikuti pembelajaran menulis karangan naratif melalui teknik mengarang terpimpin dengan pemanfaatan media puzzle. Pembahasan ini berdasarkan hasil dari prasiklus, siklus I dan siklus II.
4.2.1 Peningkatan Keterampilan Menulis Karangan Naratif Melalui Teknik Mengarang Terpimpin Dengan Pemanfaatan Media Puzzle Pada Siswa Kelas X.1 MAN Purworejo
            Tes keterampilan menulis karangan naratif pada prasiklus digunakan untuk mengetahui kondisi awal keterampilan menulis karangan naratif siswa kelas X.1 MAN Purworejo. Berdasarkan hasil tes prasiklus, dapat disimpulkan bahwa keterampilan siswa kelas X.1 MAN Purworejo rendah. Hal itu ditunjukkan dengan hasil rata-rata prasiklus yang diperoleh masih dibawah standar ketuntasn minimal, yaitu sebesar 58,97 atau termasuk dalam kategori kurang.
            Dari hasil penelitian prasiklus tersebut maka perlu adanya tindakan yang berupa proses pembelajaran menulis karangan naratif melalui teknik mengarang terpimpin dengan pemanfaatan media puzzle.
            Hasil tes keterampilan menulis karangan naratif dapat dilihat pada tabel 18 berikut.
Tabel 18. Hasil Perolehan Nilai Rata-Rata Dan Peningkatan Keterampilan Siswa Dalam Menulis Karangan Naratif.

NO
Aspek
Skor Rata-Rata
Peningkatan (%)
PS
SI
SII
PS-SI
SI-SII
PS-SII
1
2

3
4
5
6
Kesesuaian judul dengan isi
Rangkaian pristiwa menurut waktu
Diksi
Ejaan dan tanda baca
Kohesi dan koherensi
Kerapian tulisan
10,06
6,38

12,16
10,81
12,47
7,09
14,93
7,25

13,41
13,44
14,03
7,75
16,93
8,22

14,72
15,13
14,88
8,16
48,41
13,64

10,28
24,33
12,51
9,31
13,39
13,38

9,77
12,57
6,06
5,29
68,29
28,84

21,05
39,96
19,33
15,09
Skor rata-rata
58,97
70,81
78,03
20,08
10,20
34,06

            Berdasarkan pada tabel diatas, dapat diketahui adanya peningkatan keterampilan menulis karangan naratif pada prasiklus, siklus I, dan siklus II. Skor rata-rata pada prasiklus sebesar 58,97. Hasil tersebut masih dibawah standar ketuntasan minimal, yaitu 60. Skor rata-rata tes pada siklus I sebesar 70,81. Hasil tersebut sudah ada peningkatan dan sudah memenuhi standar ketuntasan minimal, tetapi belum maksimal. Skor rata-rata pada siklus II sebesar 78,03. Hasil tersebut sudah memenuhi standar ketuntasan minimal. Persentase peningkatan hasil rata-rata pada prasiklus ke siklus II sebesar 34,06%.
            Skor rata-rata tes berasal dari enam aspek keterampilan menulis karangan naratif, yaitu aspek kesesuaian judul dengan isi, rangkaian peristuwa menurut waktu, diksi, ejaan dan tanda baca, kohesi dan koherensi serta kerapian tulisan. Hasil tes prasiklus pada aspek kesesuaian judul dengan isi sebesar 10,06. Pada siklus I meningkat menjadi 14,93 dan pada siklus II meningkat menjadi 16,93. Persentase peningkatan hasil rata-rata tes pada aspek kesesuaian judul dengan isi dari prasiklus sampai siklus II sebesar 34,06%.
            Skor rata-rata tes prasiklus pada aspek rangkaian peristiwa menurut waktu sebesar 6,38. Pada siklus I meningkat menjadi 7,75 dan pada siklus II meningkat menjadi 8,22. Persentase peningkatan hasil rata-rata tes pada aspek rangkaian peristiwa menurut waktu  dari prasiklus sampai siklus II sebesar 28,84%.
            Skor rata-rata tes prasiklus pada aspek diksi sebesar 12,16. Pada siklus I meningkat menjadi 13,41 dan pada siklus II meningkat menjadi 14,72. Persentase peningkatan hasil rata-rata tes pada aspek diksi  dari prasiklus sampai siklus II sebesar 21,05%.
            Skor rata-rata tes prasiklus pada aspek ejaan dan tanda baca sebesar 10,81. Pada siklus I meningkat menjadi 13,44, dan pada siklus II meningkat menjadi 15,13. Persentase peningkatan hasil rata-rata tes pada aspek ejaan dan tanda baca dari prasiklus sampai siklus II sebesar 39,96%.
            Skor rata-rata tes prasiklus pada aspek kohesi dan koherensi sebesar 12,47. Pada siklus I meningkat menjadi 14,03 dan pada siklus II meningkat menjadi 14,88. Persentase peningkatan hasil rata-rata tes pada aspek kohesi dan koherensi dari prasiklus sampai siklus II sebesar 19,33%.
            Skor rata-rata tes prasiklus pada aspek kerapian tulisan sebesar 7,09. Pada siklus I meningkat menjadi 7,75 dan pada siklus II meningkat menjadi 8,16. Persentase peningkatan hasil rata-rata tes pada aspek kohesi dan koherensi dari prasiklus sampai siklus II sebesar 15,09%.
            Berdasarkan hasil tes tersebut, dapat disimpulkan bahwa keterampilan menulis karangan naratif melalui teknik mengarang terpimpin dengan media puzzle pada siswa kelas X1 MAN Purworejo berhasil dengan baik. Hal tersebut dapat dilihat dari skor rata-rata tes pada prasiklus, siklus, dan siklus II terjadi peningkatan yang signifikan. Hasil prasiklus sebesar 58,93 (kategori kurang), siklus I sebesar 70,81 (kategori cukup), dan siklus II sebesar 78,03 (kategori baik) dan sudah melebihi standar ketuntasan minimal, yaitu 60.
4.2.2 Perubahan Tingkah Laku Siswa Kelas X.1 MAN Purworejo
            Peningkatan siswa dalam menulis karangan naratif juga diikuti dengan adanya perubahan tingkah laku siswa dari prasiklus sampai pada siklus II. Perubahan tingkah laku tersebut diperoleh dari hasil observasi, jurnal, dan wawancara.
            Berdasarkan hasil observasi, kondisi awal yang terjadi pada saat pembelajaran menulis karangan naratif melalui teknik mengarang terpimpin dengan pemanfaatan media puzzle, yaitu beberapa siswa masih menunjukkan sikap negatif. Hal tersebut bisa dilihat dari jumlah siswa yang bertingkah laku kurang baik, yaitu sebanyak 9 siswa atau sebesar 28,12%. Dari ke-9 siswa tersebut, sebanyak 3 siswa atau sebesar 9,38%sering melihat pekerjaan temannya, sebanyak 4 siswa atau sebesar 12,5% sering berbicara sendiri dengan teman sebangkunya, dan sebanyak 2 siswa atau sebesar 6,25% sering meminjam alat tulis. Observasi pada siklus II juga mengalami peningkatan, yaitu dengan semakin sedikitnya siswa yang bertingkah laku negatif. Sebanyak 28 siswa atau sebesar 87,5% siswa sudah memiliki tingkah laku yang baik, sebanyak 2 siswa atau sebesar 6,25% sering melihat pekerjaan teman, dan sebanyak 2 siswa atau sebesar 6,25% masih berbicara sendiri dengan teman. Dengan banyaknya siswa yang sudah bertingkah laku baik, maka dapat dikatakan bahwa pembelajaran menulis karangan naratif pada siklus II sudah maksimal.
            Berdasarkan hasil jurnal pada siklus I dan siklus II, siswa semakin senang terhadap pembelajaran menulis karangan naratif melalui teknik mengarang terpimpin dengan pemanfaatan media media puzzle. Hampir keseluruhan siswa merasa senang dengan teknik dan media yang digunakan. Melalui teknik dan media tersebut maka dapat mempermudah siswa dalam menulis karangan naratif karena siswa tidak perlu lagi untuk mencari tema yang akan mereka tulis.
            Berdasarkan hasil wawancara, dapat diketahui bahwa siswa senang dengan pembelajaran menulis karangan naratif melalui teknik mengarang terpimpin dengan pemanfaatan media puzzle. Siswa dapat lebih mudah untuk mengarang karena setiap tahap dalam menulis masih mendapat pimpinan, bimbingan, dan kontrol dari guru, baik dalam pilihan kata, alur, ejaan, dan lain-lain.
            Berdasarkan analisis dari data nontes, dapat diketahui bahwa tingkah laku siswa kelas X.1 MAN Purworejo sudah mengalami perubahan yang mengarah pada tingkah laku positif. Siswa semakin aktif dan bersungguh-sungguh dalam belajar. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa belajar menulis karangan naratif melalui teknik mengarang terpimpin dengan pemanfaatan media puzzle dapat membantu siswa meningkatkan keterampilan menulis karangan naratif agar lebih baik dan siswa menjadi lebih termotivasi untuk belajar menulis.





BAB V
PENUTUP


5.1 Simpulan
            Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan sebagai berikut.
a. Keterampilan siswa kelas X.1 MAN Purworejo dalam menulis karangan naratif mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut dapat diketahui dari hasil prasiklus, siklus I, dan siklus II. Skor rata-rata pada prasiklus sebesar 58,97 (kategori kurang),  siklus I sebesar 70,81(kategori cukup), dan siklus II sebesar 78,03 (kategori baik). Persentase peningkatan skor rata-rata tes pada prasiklus ke siklus I sebesar 20,08%, dari siklus I ke siklus II sebesar  10,20% dari siklus I ke siklus II, dan dari prasiklus ke siklus II sebesar 34,06%. Peningkatan skor rata-rata dari hasil tes menunjukkan bahwa pembelajaran menulis karangan naratif melalui teknik mengarang terpimpin dengan pemanfaatan media puzzle pada siswa kelas X.1 MAN Purworejo meningkat dan berhasil dengan baik.
b. Tingkah laku siswa kelas X.1 MAN Purworejo setelah mengikuti pembelajaran menulis karangan naratif melalui teknik mengarang terpimpin dengan pemanfaatan media puzzle mengalami perubahan ke arah positif. Hal itu ditunjukkan dengan semakin berkurangnya siswa yang bertingkah laku negatif, dan sebagian besar siswa lebih serius dan semangat dalam kegiatan pembelajaran menulis karangan naratif melalui teknik mengarang terpimpin dengan pemanfaatan media puzzle.

5.2 Saran
            Berdasarkan simpulan hasil penelitian, maka saran yang diberikan adalah sebagai berikut.
a. Pembelajaran menulis, khususnya menulis karangan naratif merupakan pembelajaran yang dianggap sulit dan membosankan. Oleh karena itu, seorang guru harus mampu memilih teknik mengajar dan membuat media yang kreatif agar pembelajaran dapat lebih menyenangkan dan dapat membangkitkan semangat siswa dalam belajar.
b. Teknik mengarang terpimpin dengan pemanfaatan media puzzle dapat digunakan sebagai alternatif dalam pembelajaran menulis karangan naratif. Teknik mengarang dapat membantu siswa untuk lebih mudah dalam mengarang karena selama dalam proses mengarang tersebut, siswa masih dipimpin, dibimbing, dan dikontrol oleh guru, sehingga kesulitan-kesulitan yang dialami siswa dapat diatasi. Pemanfaatan media puzzle bergambar seri bertujuan untuk menarik siswa agar siswa lebih bersemangat dalam belajar menulis karangan naratif. Selain itu, media puzzle berfungsi untuk mempermudah siswa dalam mengarang karena dengan melihat gambar siswa akan dapat dengan mudah mendapatkan inspirasi untuk tulisan mereka.

No comments: