A. Judul Proposal Skripsi
PENINGKATAN KEMAMPUAN MENYUSUN KALIMAT EFEKTIF MELALUI TEKNIK MENYUSUN UNSUR KALIMAT PADA SISWA KELAS XI SEMESTER I SMA NEGERI I GROBOGAN TAHUN AJARAN 2010/2011
B. Latar Belakang Masalah
Mengingat fungsi yang diemban oleh bahasa Indonesia sangat banyak, maka perlu diadakan pembinaan dan pengembangan terhadap bahasa Indonesia. Tanpa adanya pembinaan dan pengembangan tersebut bahasa Indonesia tidak akan dapat berkembang, sehingga dikhawatirkan bahasa Indonesia tidak dapat mengemban fungsi-fungsinya. Salah satu cara dalam melaksanakan pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia itu adalah melalui mata pelajaran bahasa Indonesia di sekolah. Fungsi tersebut adalah (1) Sarana pembinaan kesatuan dan persatuan bangsa, (2) Sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan berbahasa Indonesia dalam rangka kelestarian dan pengembangan budaya, (3) Sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan berbahasa Indonesia untuk meraih dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, (4) sarana penyebarluasan pemakaian bahasa Indonesia yang baik untuk berbagai penalaran (Depdikbud, 1993:1).
Pembinaan dan pengembangan kemampuan berbahasa yang diupayakan di sekolah berorientasi pada empat jenis keterampilan berbahasa, yaitu keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca dan keterampilan menulis. Keempat keterampilan berbahasa tersebut berhubungan erat satu dengan yang lain. Dengan kata lain, pengajaran keterampilan berbahasa tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh. Pengajaran keterampilan berbahasa mendorong siswa sepenuhnya pada pelatihan dan praktik pemakaian bahasa sebagai alat komunikasi sehingga ia kelak mahir berkomunikasi secara nyata di masyarakat. Untuk dapat berkomunikasi dengan baik dibutuhkan adanya komunikasi yang efektif, baik komunikasi dalam bentuk tulis maupun lisan. Dalam komunikasi tulis, ternyata kalimat mempunyai beban yang berat. Beban tugasnya tidak hanya menyangkut proses penyampaian dan penerimaan informasi saja. Unsur kalimat tidak hanya untuk memberitahukan atau menanyakan sesuatu, tetapi menyangkut semua aspek ekspresi yang amat majemuk. Ekspresi tidak tampak dalam komunikasi tulis, misalnya yang bersifat mengejek, merayu, meyakinkan, menyindir, mengkritik, menghibur, marah, benci dan sebagainya (Razak, 1992:3), Berbeda dengan komunikasi lisan (langsung), ekspresi pembicara dapat langsung dilihat oleh pendengar. Komunikasi lisan didukung oleh lagu kalimat, gerak-gerik badan dan perubahan air muka dalam menyampaikan amanat, sehingga dapat membantu pemahaman isi pesan atau amanat tersebut.
Komunikasi tulis dapat dipahami dengan mudah apabila komunikasi itu diwaujudkan dalam kalimat efektif (Widyamarta, 1990:18). Dikatakan juga bahwa seorang harus mampu menyusun kalimat efektif karena dengan kalimat efektif tersebut ia akan mampu menimbulkan pengaruh positif. Dari pendapat tersebut dapat diketahui bahwa kemampuan menyusun kalimat efektif sudah selayaknya dimiliki seseorang termasuk siswa.
Kegiatan menulis tidak lepas dari kegiatan berbahasa. Menulis merupakan kegiatan yang produktif dan ekspresif. Kegiatan menulis bertujuan untuk mengungkapkan fakta, perasaan, sikap, dan isi pikiran secara jelas dan efektif kepada para pembacanya (Keraf, 1980:34). Siswa dapat mengungkapkan pengalaman, gagasan, pendapat, dan pernyataan secara sistematis, logis, dan kreatif yang sesuai dengan konteks dan situasi.
Agar tulisan itu mudah dipahami oleh pembaca, harus dituangkan dalam kalimat yang baik, hal ini merupakan cara untuk mencapai penulisan yang efektif. Keterampilan menyusun kalimat merupakan hal yang esensial dalam menulis. Kalimat dikatakan efektif apabila kalimat tersebut mampu mewakili gagasan atau perasaan pembicara dan sanggup menimbulkan gagasan yang sama tepatnya dalam pikiran pendengar atau pembaca seperti apa yang dipikirkan oleh pembicara (Keraf dalam Widyamartaya, 1990:18).
Tulisan yang efektif ditentukan oleh kalimat yang digunakan. Betatapun bagus pikiran, gagasan, atau pengalaman yang dipaparkan dalam sebuah tulisan, belum menjamin sepenuhnya mempunyai daya persuasif bagi pembaca. Sebaliknya, sebuah tulisan yang isi dan kualitasnya tidak terlalu bagus tetapi mempunyai daya tarik bagi pembaca. Hal ini disebabkan karena mampu menghidangkan gagasannya tersebut ke dalam kalimat yang efektif.
Kemampuan menyusun kalimat efektif merupakan salah satu tujuan yang akan dicapai dalam pengajaran bahasa Indonesia. Pengajaran bahasa yang berlandaskan teori linguistik mengakui bahwa dalam hal pemilihan materi, penekanan harus lebih diberikan kepada masalah kalimat dan pemakainnya, khususnya pada keterampilan menggunakan kalimat secara efektif (Razak, 1992:4).
Untuk mencapai tujuan tersebut salah satu cara yang dapat diterapkan di sekolah adalah melalui usaha meningkatkan kemampuan menyusun unsur kalimat. Guru dapat memberi pelatihan kepada siswa agar menguasai unsur kalimat. Pelatihan ini diberikan secara bertahap dan terus menerus. Kemampuan siswa atas unsur kalimat merupakan salah satu modal untuk menyusun kalimat yang efektif, sehingga siswa mampu mengkomunikasikan gagasan, perasaan, atau pendapatnya dengan baik. Namun, usaha ini tidaklah mudah dilakukan, mengingat ada beberapa hambatan yang sering muncul di lapangan dalam hal ini kelas. Hambatan tersebut antara lain tingkat kemampuan siswa yang beragam, antusias atau semangat siswa yang berbeda-beda dalam menerima pelajaran, dan adanya pengaruh bahasa ibu khususnya bahasa Jawa. Masih banyak siswa yang menyusun kalimat hanya berupa deret kata saja. Mereka menganggap bahwa apabila deret kata yang ditulis itu semakin panjang, semakin baik pula kalimat tersebut. Padahal, anggapan seperti ini belum tentu benar.
Dari latar belakang masalah tersebut, skripsi yang berjudul “Peningkatan Kemampuan Menyusun Kalimat Efektif Melalui Teknik Unsur Kalimat pada Siswa Kelas XI Semester I SMA Negeri I Grobogan Tahun Ajaran 2010/2011”.
C. Rumusan Masalah
Masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah peningkatan kemampuan menyusun kalimat efektif melalui teknik unsur kalimat pada siswa kelas XI semester I SMA Negeri I Grobogan tahun ajaran 2010/2011.
2. Bagaimanakah perubahan perilaku siswa kelas XI semester I SMA Negeri I Grobogan tahun ajaran 2010/2011 selama penelitian berlangsung?
D. Penegasan Istilah
Agar tidak terjadi salah penafsiran dalam memahami isi skripsi maka perlu diberi batasan istilah.
1. Peningkatan
Peningkatan adalah melakukan kegiatan atau pekerjaan agar yang diinginkan menjadi lebih meningkat, bertambah, dan hebat (Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1984:1078).
2. Kemampuan
Istilah kemampuan berasal dari kata “mampu” memiliki arti kesanggupan, kecakapan, kekuatan untuk melakukan sesuatu dengan baik dan cermat atau dengan keahlian (Poerwodharminto, 1987:628).
3. Kalimat Efektif
Kalimat efektif adalah kalimat yang secara tepat dapat mewakili gagasan atau perasaan pembaca atau penulis, dan sanggup menimbulkan gagasan yang sama tepatnya dalam pikiran pendengar atau pembaca seperti yang dipikirkan pembicara atau penulis (Keraf, 1980:36).
4. Unsur
Unsur adalah bagian terkecil dari suatu benda (Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 2002:493).
5. Kalimat
Kalimat adalah satuan gramatikal yang dibatasi oleh jeda panjang yang disertai nada akhir turun atau naik (Ramlan, 1987:25).
E. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Bertolak dari permasalahan yang ada, tujuan dari penelitian ini adalah (1) memperoleh deskripsi objektif tentang peningkatan kemampuan siswa kelas XI semester I SMA Negeri I Grobogan tahun ajaran 2010/2011 dalam menyusun kalimat efektif setelah siswa tersebut diberi bekal untuk menyusun unsur kalimat, (2) diperoleh deskripsi objektif tentang perubahan perilaku siswa selama penelitian berlangsung.
2. Manfaat Penelitian
Secara teoretis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perkembangan metodologi pengajaran bahasa Indonesia khususnya pengajaran menulis.
Penelitian ini bermanfaat pula secara praktis, baik bagi guru maupun bagi siswa. Bagi guru, manfaat penelitian ini adalah untuk menambah variasi dalam model pengajaran menulis. Selain itu. Model ini sekaligus dapat dijadikan pembanding atau bahkan perbaikan dari model pengajaran menulis yang sudah biasa dilakukan oleh guru. Bagi siswa, manfaat penelitian ini adalah untuk mempermudah dalam menyusun kalimat efektif, sehingga siswa selalu terbiasa berfikir logis dan sistematis.
F. Landasan Teoretis dan Hipotesis Tindakan
1. Kalimat
a. Pengertian Kalimat
Banyaknya pengertian kalimat menunjukkan bahwa pembahasan tentang kalimat mendapat perhatian yang besar. Ramlan (1987:25) menyatakan bahwa kalimat adalah satuan gramatikal yang dibatasi oleh jeda panjang yang disertai nada akhir turun dan naik. Kalimat berada pada lapisan yang sama dengan morfem, kata, frase, dan klausa, yaitu pada lapisan bentuk bahasa yang berupa satuan gramatik. Satuan gramatik meliputi wacana, kalimat, klausa, frase, kata, dan morfem.
Lain halnya dengan pendapat Fokker (1983:11) kalimat adalah ucapan bahasa yang mempunyai arti penuh dan batas keseluruhannya ditentukan oleh turunnya suara. Fokker lebih menekankan bunyi kalimat yang menurun yang dinamakan intonasi turun. Dengan kata lain, untuk menentukan apakah tuturan itu kalimat atau bukan, bergantung pada intonasi akhirnya yang menurun. Intonasi yang memberikan keputusan akhir, apakah tuturan itu kalimat atau bukan. Hal ini berlaku untuk bahasa seperti bahasa Indonesia. Berdasarkan pendapat yang diberikan Fokker ini, kalimat tanya dan kalimat perintah tidak tercakup didalamnya, karena setiap kalimat ditandai dengan intonasi turun. Padahal, kalimat tanya dan kalimat perintah intonasi akhirnya tidak selalu turun.
Dari sejumlah batasan kalimat yang dikemukakan para ahli di atas, dapat diambil simpulan bahwa kalimat adalah satuan bahasa yang secara relative berdiri sendiri, yang disertai jeda panjang, dan intonasinya menunjukkan intonasi akhir, dengan nada turun dan naik. Kalimat mengungkapkan pikiran yang utuh secara ketetabahasaan. Pada bentuk tulis, kalimat diawali dengan huruf capital dan diakhiri dengan tata titik (.) pada kalimat berita, tanda seru (!) pada kalimat perintah dan kalimat seru, atau tanda tanya (?) pada kalimat tanya. Sementara itu, di dalamnya boleh disertakan pula berbagai tanda baca yang berupa spasi, koma, titik dua, titik koma, atau sepasang garis pendek yang mengapit tuturan tertentu.
b. Klasifikasi Kalimat
Pengklasifikasian kalimat yang diberikan oleh para ahli bahasa sangat beragam. Klasifikasi kalimat ada yang berdasarkan pada (1) jumlah klusa, (2) fungsinya dalam hubungan situasi, (3) hubungan faktor aksi, (4) frase yang menduduki fungsi predikat, dan (5) ada tidaknya unsur negasi. Sesuai dengan masalah yang ada dalam penelitian ini, disini hanya akan disajikan klasifikasi kalimat berdasarkan jumlah klausa.
Kalimat luas setara adalah kalimat luas yang klausa yang satu tidak merupakan bagian dari klausa yang lain. Dengan kata lain, kedua klausa tersebut merupakan klausa inti. Klausa-klausa itu dihubungkan dengan kata penghubung setara, yaitu dan, dan lagi, lagipula, serta lalu, kemudian, atau, tetapi, akan tetapi, sedangkan, namun, melainkan, sebaliknya, bahkan, malah, atau malahan.
Kalimat luas yang tidak setara atau sering disebut kalimat luas setingkat adalah kalimat luas yang salah satu klausanya merupakan bagian dari klausa yang lain disebut klausa bawahan, sedangkan klausa yang bukan merupakan bagian dari klausa yang lain disebut klausa inti. Klausa-klausa tersebut dihubungkan dengan kata penghubung tidak setara, yaitu sebelum, setelah, meskipun, ketika, atau bahwa.
Moeliono (1997:267) mengklasifikasikan kalimat berdasarkan bentuknya menjadi dua macam, yaitu (1) kalimat tunggal dan (2) kalimat majemuk. Kalimat tunggal adalah kalimat yang terdiri atas satu klausa, sedangkan kalimat majemuk adalah kalimat-kalimat yang terdiri atas dua klausa atau lebih. Kalimat majemuk dibedakan lagi menjadi kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk bertingkat. Pengklasifikasian kalimat menurut bentuknya ini sama dengan pengklasifikasian kalimat menurut jumlah klausa yang dikemukakan oleh Ramalan. Tarigan (1993:9) yang mengutip pendapat Cook, Elson, dan Pickett mengklasifikasikan kalimat berdasarkan jumlah dan jenis kalusanya menjadi tiga macam, yaitu (1) kalimat tunggal, (2) kalimat bersusun, (3) kalimat majemuk. Kalimat tunggal adalah kalimat yang terdiri atas satu kalusa bebas tanpa klausa terikat. Kalimat bersusun adalah kalimat yang terdiri atas satu klausa bebas dan sekurang-kurangnya satu klausa terikat. Adapun kalimat majemuk adalah kalimat yang terdiri atas beberapa klausa bebas.
Kalimat tersusun menurut Tarigan sama dengan kalimat luas tak setara yang disampaikan oleh Ramlan dan sama pula dengan kalimat majemuk bertingkah menurut Moeliono, sedangkan kalimat majemuk menurut Tarigan sama dengan kalimat luas setara yang diungkapkan oleh Ramlan dan sama juga dengan kalimat majemuk setara oleh Moeliono.
2. Kalimat Efektif
a. Pengertian Kalimat Efektif
Keraf (1980:36) mengungkapkan bahwa kalimat efektif adalah kalimat yang secara tepat dapat mewakili gagasan atau perasaan pembicara atau peneliti, dan sanggup menimbulkan gagasan yang sama tepatnya dalam pikiran pendengar atau pembaca seperti yang dipikirkan pembicara atau penulis. Hal senada juga diungkapkan oleh Arifin dan Tasai (12982:111), kalimat efektif adalah kalimat yang mampu membuat isi atau maksud yang disampaikan dapat tergambar lengkap dalam pikiran si penerima, persis seperti yang disampaikan (Razak, 1992:2). Adapun Badudu (1994:129) berpendapat bahwa kalimat efektif adalah kalimat yang dapat menyampaikan pesan, gagasan, ide, pendapat, pikiran pembicara atau penulis, dan mampu menimbulkan gagasan, ide, perasaan, pikiran yang sama tepatnya dalam pikiran pendengar atau pembaca seperti apa yang dipikirkan oleh pembicara atau penulis.
b. Ciri-ciri kalimat efektif
Widyamartaya (1990:19-39) yang mengacu pendapat Keraf (1980:36-49) mengupas ciri-ciri kalimat efektif sebagai berikut ini:
1) Kalimat efektif mengandung kesatuan gagasan
Kalimat yang baik harus memperlihatkan adanya kesatuan gagasan. Kesatuan gagasan itu dapat terbentuk dalam satu gagasan pokok atau lebih. Untuk mendukung kesatuan gagasan dalam kalimat, subjek dan predikatnya hendaknya jelas, tidak terdapat subjek ganda, dan konjungsi antar klausa tidak digunakan untuk menghubungkan kalimat tunggal.
2) Kalimat Efektif Mewujudkan Koherensi yang Baik dan Kompak
Koherensi atau kepaduan yang baik dan kompak adalah hubungan timbal balik yang baik dan jelas antara unsur-unsur yang membangun kalimat, sehingga informasi yang disampaikan tidak terpecah-pecah.
3) Kalimat Efektif Diwarnai Penekanan
Agar komunikasinya sampai dan mengesan, kata yang dipentingkan harus mendapat tekanan atau lebih ditonjolkan dari unsur atau kata yang lain. Ada beberapa cara untuk membentuk penekanan kalimat, yaitu meletakkan kata yang ditonjolkan di awal kalimat, melakukan repetisi, menggunakan partikel pementing atau penegas, dan dengan membuat urutan logis.
4) Kalimat Efektif Didukung Variasi
Memvariasikan kalimat adalah menganekaragamkan bentuk-bentuk kalimat, baik panjang-pendeknya, jenisnya, polanya, aktif-pasifnya, atau gaya mengawalinya, sehingga pembaca atau pendengar tidak merasa bosan.
5) Kalimat Efektif Memperhatikan Paralelisme
Keparalelan atau kesejajaran adalah penggunaan bentuk gramatikal yang sama untuk unsur-unsur kalimat yang sama fungsinya. Bila bentuk peratyama menggunakan nomina, bentu kedua harus menggunakan nomina juga. Bila bentuk pertama menggunakan verba bentuk me-, bentuk kedua juga harus menggunakan verba bentuk me-, dan sebagainya.
6) Kalimat Efektif Diwarnai Kehematan
Kehematan dalam kalimat efektif ialah kehematan menggunakan kata, frase, atau bentuk lain yang memang tidak diperlukan, sejauh tidak menyalahi kaidah tata bahasa. Yang dipantangkan dalam kalimat efektif adalah pemborosan kata, tetapi tidaklah setiap pemakaian bentuk yang luas itu pemborosan kata.
Soedjito (1990:1-8) mengungkapkan empat hal yang mendasar sebagai ciri kalimat efektif. Keempat ciri tersebut adalah (1) ciri gramatikal, artinya kalimat efektif harus mengikuti kaidah tata bahasa, (2) pilihan kata atau diksi, kalimat efektif harus menggunakan pilihan kata yang tepat, sesuai (seksama), dan lazim, (3) keserasian, kalimat harus sesuai antara penyampai dengan penerima, sesuai pula dengan situasi dan kondisi, (4) penalaran, kalimat efektif didukung oleh jalan pikiran yang logis atau mask akal, sehingga dapat dipahami dengan mudah, cepat, dan tidak menimbulkan salah paham.
3. Unsur-Unsur Kalimat
Kalimat pada umumnya berwujud rentetan kata yang disusun sesuai dengan kaidah yang berlaku. Setiap kata termasuk kelas kata atau kategori kata tertentu, dan mempunyai fungsi dalam kalimat. Pengurutan rentetan kata serta macam kata yang dipakai dalam kalimat menentukan pula macam kalimat yang dihasilkan. Setiap kata atau frasa dalam kalimat mempunyai fungsi yang mengaitkannya dengan kata atau frasa lain yang ada dalam kalimat tersebut. Fungsi itu bersifat sintaksis, artinya berkaitan erat dengan urutan kata atau frasa dalam kalimat mengacu kepada tugas unsur kalimat adalah subjek, predikat, objek, pelengkap dan keterangan. Di samping itu ada atribut alin seperti (yang menerangkan), koordinatif (yang menggabungkan secara setara), dan subkoordinatif (yang menggabungkan secara bertingkat) (Moeliono, 1997:29-31).
a) Subjek (S)
Subjek adalah bagian kalimat yang biasanya berada di depan predikat atau letak kiri terhadap pusatnya (Moeliono, 1997:31). Subjek dapat berupa kategori kata nomina, tetapi pada keadaan tertentu kategori kata lain juga dapat menduduki fungsi subjek. Hal ini senada dengan pendapat Parera (1991:150) bahwa subjek adalah letak kiri nomen atau frasa nomen terhadap predikat.
Ada beberapa ciri yang menandai subjek, yaitu (1) menjawab apa atau siapa, (2) biasanya berupa nomina, (3) dapat diikuti ini atau itu, (4) dapat diikuti oleh partikel pun, dan (5) tidak dimungkinkan berupa kategori pronominal interogatif (kata ganti tanya).
b) Predikat (P)
Moeliono (1997:31) mengungkapkan bahwa predikat adalah bagian pusat kalimat yang berwujud frase verbal, adjektival, nominal, dan preposisional.
Predikat adalah klausa yang menandai apa yang dikatakan oleh pembicara mengenai subjek (Kridalaksana, 1984:159).
Berdasakan uraian di atas dapat diambil simpulan bahwa predikat adalah bagian kalimat yang memberi penjelasan tentang subjek, biasanya terdapat di belakang subjek, dapat berupa verba, nomina, adjektiva, preposisi, atau numeralia.
c) Objek (O)
Objek adalah kata atu kelompok kata dalam kalimat yang berfungsi melengkapi kata kerja transitif (Keraf, 1991:210).
Menurut Moeliono (1997:31) objek adalah bagian kalimat yang berada di belakang predikat verbal aktif transitif. Pada umumnya objek berupa frase nominal. Objek itu dapat berfungsi sebagai subjek jika kalimat tersebut diubah menjadi kalimat pasif.
Ralan (1987:95) mengungkapkan bahwa objek adalah bagian klausa yang mempunyai ciri (1) selalu berada di belakang predikat verbal aktif transitif, (2) dapat menduduki fungsi subjek bila kalusa itu dipasifkan.
Simpulan yang dapat diambil dari beberapa pendapat tersebut adalah bahwa objek merupakan bagian kalimat yang selalu terletak di belakang predikat yangberupa kata atau frase verbal transitif, dan dapat menduduki fungsi subjek apabila kalimat itu diubah menjadi bentuk pasif.
d) Pelengkap (Pel)
Keraf (1991:211) mengungkapkan bahwa pelengkap adalah bagian kalimat yang berfungsi melengkapi predikat verbal, tetapi hubungannya lebih longgar bila dibandingkan dengan objek. Adapun Ramlan (1987:96) berpendapat bahwa pelengkap mempunyai persamaan dengan objek yaitu bagian klausa yang selalu terletak di belakang predikat verbal. Perbedaannya adalah pelengkap terdapat dalam klausa yang tidak dapat dipasifkan atau mungkin juga terdapat dalam klausa pasif, sedangkan objek selalu terdapat dalam klausa yang dapat dipasifkan.
Moeliono (1997:32) mengatakan bahwa pelengkap atau komplemen adalah bagian kalimat yang pada umumnya berupa nomina dan selalu berada di belakang predikat verbal. Pelengkap tidak dapat menjadi subjek dalam kalimat. Dengan kata lain, kalimat yang mempunyai pelengkap (dan tidak mempunyai objek) tidak dapat dijadikan bentuk pasif. Ada kemiripan antara pelengkap dengan objek. Baik pelengkap maupun objek sering berwujud nomina dan keduanya juga sering menduduki tempat yang sama yaitu di belakang verba.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pelengkap tidak sama dengan objek. Pelengkap adalah bagian kalimat yang pada umumnya berupa nomia (dapat pula berupa adjektiva) yang berada di belakang predikat verbal intransitif. Pelengkap tidak dapat menduduki fungsi subjek.
e) Keterangan (K)
Moeliono (1997:32, 265) mengungkapkan bahwa keterangan merupakan unsur bukan inti dalam kalimat, karena keterangan berfungsi memberi penjelasan tambahan kepada unsur inti. Menurutnya unsur inti dalam kalimat terdiri atas subjek, predikat, objek, dan pelengkap. Letak keterangan biasanya bebas, bisa terletak di awal, di akhir, bahkan di tengah kalimat.
Jenis keterangan yang biasa dibicarakan dalam ketatabahasaan menurut Moeliono (1997:265-266) adalah (1) keterangan tempat, (2) keterangan alat, (3) keterangan waktu, (4) keterangan tujuan, (5) keterangan penyerta, (6) keterangan similatif, (7) keterangan penyebaban, (8) keterangan cara, dan (9) keterangan kesalingan.
Menurut Ramlan (1987:96-97) keterangan adalah klausa yang tidak menduduki fungsi S, P, O dan Pel.
Pengajaran menyusun kalimat efektif melalui teknik penyusunan unsur kalimat merupakan salah satu bentuk pengajaran ketrampilan menulis. Kegiatan ini dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menyusun kalimat efektif. Dengan demikian, dirasa tepat atau cocok apabila pengajaran menulis kalimat efektif, khususnya untuk siswa SLTP melalui penguasaan atau fungsi-fungsi kalimat. Melalui penguasaan fungsi kalimat, siswa dapat berlatih menyusn kalimat secara efektif, sehingga kemampuan menyusun kalimat efektif dapat meningkat.
4. Hipotesis Tindakan
Kemampuan menyusun atau menulis kalimat efektif siswa kelas XI semester I SMA Negeri I Grobogan tahun ajaran 2010/2011 masih rendah. Namun, penulis melihat kemampuan tersebut masih dapat ditingkatkan dengan cara melalui teknik unsur kalimat.
G. Metode Penelitian
- Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah kemampuan kalimat efektif siswa kelas XI semester I SMA Negeri I Grobogan Tahun Ajaran 2010/2011 yaitu harus terampil berbahasa meningkatkan kemampuan berfikir, bernalar, dan memperluas wawasan, salah satu cara yang bisa ditempuh adalah dengan meningkatkan kemampuan menyusun kalimat efektif. Melalui kalimat efektif siswa dilatih menuangkan gagasan, perasaan dan pengalamannya secara sistematis dan logis.
- Variabel Penelitian
1. Kemampuan Menyusun Kalimat Efektif
Yang dimaksud dengan peningkatan kemampuan menyusun kalimat efektif disini adalah usaha untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menyusun kalimat agar kalimat yang disusunnya itu mudah dan dipahami oleh orang lain. Peningkatan yang diharapkan adalah siswa mampu menyusun kalimat efektif sesuai dengan kriteria yang ada. Dengan demikian, kalimat yang dihasilkan dapat mewakili ide, perasaan, pengalamannya, dan dengan mudah dapat dicerna orang lain.
2. Teknik Unsur Kalimat
Teknik unsur kalimat dapat diberikan secara bertahap dan terus menerus. Pada setiap kegiatan pembelajaran tentang kalimat, siswa diajak untuk mengenal unsur kalimat. Unsur kalimat tersebut meliputi subjek, predikat, objek, pelengkap, dan keterangan. Pada kegiatan pembelajaran tentang kalimat dalam kesempatan yang berbeda, siswa diajak mengenal lebih jauh tentang unsur kalimat tersebut, hingga akhirnya siswa benar-benar paham dan dapat menguasainya. Teknik siswa terhadap unusr kalimat itu, dapat dijadikan modal untuk menyusun kalimat yang efektyif, dengan demikian, siswa dapat terlihat lebih santai dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar, khususnya ketika mereka disuruh membuat atau menyusun kalimat yang baik.
- Desain Penelitian
Penelitian ini disajikan dalam bentuk siklus. Penelitian dilakukan dalam dua siklus, yaitu siklus I dan siklus II. Masing-masing siklus terdiri atas empat tahap atau langkah. Langkah-langkah tersebut adalah (1) perencanaan, (2) tindakanc, (3) pengamatan atau observasi, dan (4) refleksi. Keempat langkah tersebut selalu berkaitan antara satu dengan yang lain. Begitu pula dalam pelaksanannya, antara siklus I dan siklus II saling mengait. Siklus I sebagai pedoman dalam pelaksanaan antara siklus II dan siklus II merupakan perbaik dari siklus I.
Sebelum tindakan pembelajaran pada siklus I, dilakukan beberapa langkah kerja sebagai kegiatan awal. Kegiatan tersebut adalah menyusun angket kecil kemudian memberikannya pada siswa untuk diiisi. Pemberian angket ini dikmaksudkan untuk memperoleh data dari siswa tentang pekerjaan dan penghasilan orang tuanya, serta jenis media informasi yang tersedia di rumah.
Selain kegiatan tersebut, juga diberikan tes penjajagan, dengan tujuan untuk mengetahui sebarapa jauh penguasaan siswa terhadap kalimat efektif.
Dalam tes ini diberikan lima butir soal menguraikan kalimat atas teknik menyusun unsur kalimat dan lima butir soal mengubah kalimat tidak efektif menjadi kalimat efektif. Setiap soal yang dijawab benar diberi skor satu. Hasil tes tersebut dicatat untuk dijadikan bahan perbandingan pada siklus I dan siklus II.
1. Siklus I
a. Perencanaan
Pada tahap perencanaan ini, dipersiapkan rencana pembelajaran (RP) yang berkaitan dengan variabel penelitian. Materi yang disajikan dalam RP ini adalah fungsi unsur kalimat sebagai acuan atau bahan untuk menyusun kalimat yang efektif. Untuk mengetahui hasil pembelajaran ini, juga disiapkan alat evaluasi, baik berupa tes maupun nontes. Tes digunakan untuk memperoleh data tentang tingkat keberhasilan siswa. Alat evaluasi yang berupa tes adalah lima butir soal menguraikan kalimat atas fungsinya dan lima butir soal mengubah kalimat tidak efektif menjadi kalimat efektif. Setiap jawaban benar diberi skor satu. Nontes diberikan untuk mengetahui faktor apa saja yang menghambat sehingga siswa itu tidak berhasil, dan untuk mengetahui faktor apa saja yang mendukung sehingga siswa itu berhasil. Alat evaluasi nontes berupa pedoman wawancara, lembar pengamatan, dan jurnal siswa.
b. Tindakan
Pada tahap ini guru bersama murid melaksanakan kegiatan pembelajaran (1) Guru menjelaskan unsur kalimat yang meliputi S, P, O, Pel, dan K. (2) Guru juga menjelaskan tentang ciri-ciri kalimat efektf antara lain diksi, ejaan, kevariasian, kelogisan, dan penekanan. (3) Beberapa kalimat disajikan kepada siswa di papan tulis. (4) Para siswa disuruh mengelompokkan menjadi kelompok kalimat efektif dan kelompok kalimat tidak efektif. (5) Siswa disuruh mengubah kalaimt-kalimat tidak efektif tersebut menjadi kalimat efektif. (6) Salah satu siswa ditunjuk mengubah kalimat tidak efektif yang pertama menjadi kalimat efektif dan menuliskannya di papan tulis. (7) Siswa lain menanggapi pekerjaan tersebut. (8) Dengan bimbingan guru para siswa dapat menemukan alasan mengapa kalimat tersebut tidak efektif. (9) Salah satu siswa yang lain disuruh untuk mengubah kalimat tidak efektif yabng kedua menjadi kalimat efektif dan menuliskanya di papan tulis. (10) Siswa-siswa lain menanggapinya dan menemukan alasannya, begitu selanjutnya, sampai pada kalimat tidak efektif yang terakhir. (11) Setelah para siswa selesai mengerjakan kalimat tersebut, gurtu memberi kesempatan kepada mereka untuk bertanya mengenai hal-hal yang belum jelas. (12) Guru menyimpulkan materi yang disampaikannya. (13) Guru memberi evaluasi kepada siswa yangberupa tes, dengan sepuluh butir soal, yang terdiri atas lima soal unsur kalimat dan lima soal kalimat efektif.
c. Pengamatan atau Observasi
Pengamatan atau observasi dilakukan sebelum, selama, dan sesudah proses belajar mengajar berlangsung. Pengamatan dilakukan untuk mengetahui perilaku siswa baik perilaku positif maupun perilaku negatif, mengetahui hasil belajar siswa, dan mengetahui kemampuan serta ketepatan guru dalam menyampaikan materi. Perilaku positif siswa yang perlu diamati meliputi (1) menanggapi pembicaraan dengan sesuai, (2) memperhatikan guru, (3) bertanya apabila belum jelas, (4) mengerjakan latihan, dan (5) mau mengemukakan pendapat. Adapun perilaku negatif siswa yang perlu diamati meliputi (1) menangani pembicaraan tidak relevan, (2) bercanda/berbicara dengan teman, (3) mencari perhatian teman, (4) melamun, (5) meraut pensil, (6) diam, tidak paham dan bingung.
Pengamatan juga dilakukan untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar. Berdasarkan hasil tes yang diperoleh akan dapat diketahui perubahan apa yang terjadi pada diri siswa, peningkatan atau penurunan prestasi. Selain itu, pengamatan juga dilakukan untuk mengetahui kemampuan dan kesesuain guru dalam menyampaikan materi dengan menggunakan cara yang telah direncanakan. Pengamatan terhadap guru dilakukan oleh teman sejawat sebagai kolaborator. Hal-hal yang perlu diamati meliputi (1) persiapan, yaitu SP, RP, perumusan tujuan, materi dan sebagainya, (2) pelaksanaan kegiatan, yang meliputi pemberian apersepsi, motivasi, penggunaan bahasa, penguasaan materi, penyampaian materi, penggunaan metode, pemberian bimbingan terhadap siswa yang mengalami kesulitan, teknik bertanya, pemberian penguatan, pemberian tugas atau latihan, (3) penutup, meliputi pemberian tes dan penilaian.
Di samping pengamatan yang dilakukan oleh kolaborator tersebut, juga diminta tanggapan siswa terhadap cara guru dalam penyampaian materi dan perilaku guru selama proses belajar mengajar. Tanggapan tersebut tertuang dalam jurnal siswa.
d. Refleksi
Tahap ini merupakan tahap evaluasi terhadap tindakan dan hasilnya dari siklus I. Semua data yang telah terkumpul, baik dari hasil tes, wawancara, pengamatan, jurnal siswa dikaji secara kritis. Kekurangan atau kelemahan yang ada pada siklus I akan diperbaiki atau disempurnakan pada siklus II. Kekurangan atau kelemahan yang mungkin timbul adalah guru terlalu cepat dalam menerangkan, guru tidak segera memberikan catatan, siswa kurang bersemangat. Hal-hal yang sudah baik dan bermanfaat minimal akan dipertahankan pada siklus II. Kemungkinan itu antara lain contoh yang diberikan cukup banyak dan bervariasi, siswa mau bertanya bila belum jelas.
2. Siklus II
Pada dasarnya pelaksanaan kegiatan pembelajaran dalam siklus II ini tidak jauh berbeda dengan siklus I. Siklus I digunakan sebagai dasar pelaksanaan siklus II. Siklus II merupakan perbaikan dari tindakan-tindakan yang masih kurang pada siklus I, sehingga siklus II terjadi peningkatan.
a. Perencanaan
Dalam proses belajar mengajar dipersiapkan RP yang berkaitan dengan materi, yaitu tentang fungsi kalimat dan kalimat efektif. Tes yang mempunyai bobot yang relatif sama dengan siklus I, yang berbeda hanya kalimat-kalimat yang disajikan saja. Siswa diharapkan dapat mengembangkan kosakatanya.
b. Tindakan
Tindakan dalam siklus II merupakan perbaikan dari siklus I. Siswa yang belum mampu menyusun kalimat efektif pada siklus I mendapat perhatian yang lebih dari guru dan memperoleh kesempatan yang lebih banyak untuk berlatih. Dalam siklus II ini guru memberi penekanan kembali tentang unsur-unsur kalimat, hingga siswa benar-benar mengerti. Siswa membuat contoh kalimat lain dengan pola tertentu, misalnya SP, PS, SPPel, SPK, dan sebagainya. Siswa juga memeriksa pekerjaan temanya. Dengan demikian, diharapkan ada peningkatan dalam menyusun kalimat efektif.
c. Pengamatan atau Observasi
Pengamatan dilakukan terhadap semua perubahan tingkah laku dan sikap siswa selama proses belajar megajar. Dalam mengamati pada siklus II ini, guru lebih memperhatikan siswa yang bersikap kurang baik, selama proses siklus I berlangsung. Apabila masih ada siswa yang bersikap salah, guru segera menegurnya agar kesalahan sikapnya itu tidak berlarut dan tidak diulanginya lagi.
Guru juga tetap memeperhatikan siswa yang sudah bersikap baik atau benar, baik selama siklus I dan siklus II berlangsung. Para siswa tersebut diberi motivasi dan penguatan agar dapat mempertahankan sikap baiknya itu.
d. Refleksi
Menganalisis hasil observasi terhadap siswa selama proses belajar mengajar siklus II berlangsung. Semua perubahan perilaku atau sikap dan perubahan penguasaan materi dicatat. Misalnya, pada siklus II ini siswa yang berbicara atau bercanda dengan teman sudah berkurang, tidak ada lagi siswa yang menanggapi pembicaraan tidak sesuai, nilai tes yang diperoleh lebih baik bila dibandingkan dengan hasil tes pada siklus I. Namun, masih ada siswa yang tampak bingung karena tidak memahami materi, sehingga nilainya tetap jelek. Hal-hal yang sudah baik pada pelaksanaan siklus II dipertahankan.
Menganalisis hasil tes yang diperoleh siswa pada siklus II, kemudian membandingkannnya dengan hasil tes yang dicapai pada siklus I. Dengan demikian akan terlihat perubahan hasil yang dicapai oleh siswa tersebut.
H. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah teknik tes dan teknik non tes. Teknik nontes meliputi wawancara, pengamatan dan jurnal siswa.
1. Teknik Tes
Tes dilaksanakan pada akhir kegiatan pembelajaran pada siklus I dan siklus II. Siswa diberi lembar soal yang berisi lima butir soal menguraikan kalimat atas unsurnya dan lima butir soal mengubah kalimat tidak efektif menjadi kalimat efektif. Siswa menulis jawaban soal pada lembar jawaban sendiri. Setelah selesai, pekerjaan siswa ditukar dan diperiksa silang. Setiap jawaban benar diberi skor satu. Siswa menulis jawaban yang benar. Lembar jawaban dikumpulkan untuk diperiksa oleh guru. Adapun target kemampuan menyusun kalimat efektif dalam penelitian ini ditetapkan apabila secara individu siswa memperoleh skor 6,5 sebagai batas tuntas pada proses pembelajaran siklus I. Target keberhasilan pada siklus II apabila secara individu siswa memperoleh skor minimal 7,0 sebagai batas tuntas.
Berdasarkan hasil tes pada siklus I dan siklus II, guru dapat mengetahui tingkat perubahan kemampuan menyusun kalimat efektif setelah siswa dibekali untuk menyusun unsur kalimat. Apabila terjadi peningkatan, berarti cara yang digunakan oleh guru itu sudah baik. Dapat dikatakan bahwa penelitian ini berhasil. Namun, apabila tidak terjadi peningkatan berarti cara yang digunakan oleh guru kurang sesuai.
2. Teknik Nontes
a. Wawancara
Wawancara digunakan untuk memperoleh data secara langsung tentang berbagai hal yang berkaitan dengan kalimat efektif. Wawancara dilakukan terhadap siswa sebagai responden. Pada siklus I penulis mewawancarai enam siswa, yakni dua siswa yang berhasil atau memperoleh nilai baik, dua siswa yang memperoleh nilai sedang, dan dua siswa yang memperoleh nilai kurang. Pada siklus II penulis mewawancarai dua siswa yang mengalami peningkatan nilai dan dua siswa yang mengalami penurunan nilai. Pertanyaan-pertanyaan yang diberikan dalam wawancara ini mengungkap faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam peningkatan kemampuan menyusun kalimat efektif.
b. Pengamatan atau Observasi
Pengamatan atau observasi dilakukan untuk memperoleh data dari siswa dan guru. Pengamatan terhadap siswa bertujuan untuk memperoleh data tentang perilaku dan sikap siswa selama mengikuti proses belajar mengajar, baik dalam siklus I maupun siklus II. Perilaku tersebut meliputi perilaku negatif dan perilaku positif.
Pengamatan terhadap guru bertujuan untuk memperoleh data tentang persiapan dan pelaksanaan proses belajar mengajar yang dilakukan. Agar hasil penelitian objektif, penulis melibatkan teman sejawat sebagai kolaboratoir untuk mengamati jalannya proses belajar mengajar. Selain itu kolaborator juga sebagai teman diskusi untuk menemukan kekurangan dan kelebihan yang timbul selama penelitian, memberikan masukan-masukan untuk melakukan refleksi dan perencanaan ulang.
c. Jurnal siswa
Melalui jurnal siswa, guru dapat memperoleh data. Siswa dengan leluasa memberi kritikan, saran, penilaian, atau kesan terhadap guru. Tanggapan-tanggapan siswa tersebut diberikan secara tertulis dengan tanpa menyebutkan identitas dirinya.
I. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah secara kuantitatif dan kualitatif.
1. Kuantitatif
Teknik ini digunakan untuk mengolah data yang berupa skor, yakni hasil tes pada siklus I dan siklus II. Hasil tes tersebut kemudian diprosentase.
2. Kualitatif
Hasil observasi, pengamatan dan jurnal siswa dianalisis secara kualitatif, dengan cara mengelompokkan data yang sejenis kemudian ditafsirkan.
DAFTAR PUSTAKA
Kanzanuudin, Muhammad. 1995. Kamus Istilah Drama Semarang: Pranata Grafika.
Ruspono. 1999. Pokok-Pokok Pragmatik. Semarang: CV. IKIP Semarang Press.
Semi, M. Atar. 1990. Metodologi Pendidikan Sastra. Bandung: Angkasa.
Singarimbun, Masri. 1987. Metode Penelitian Survey. Jakarta: LP3S.
Siregar, Ahmad Samin. 1985. Kamus Istilah Seni Drama. Jakarta: Depdikbud.
Subroto, Edi. 1999. Pengantar Metode Penelitian Linguistik – Struktural. Surakarta: UNS Press.
Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisa Bahasa (Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan Secara Liguistik). Yogyakarta: Duta Wacana University Press.
Suhariyanto, S. 1982. Dasar-Dasar Teori Sastra. Surakarta: Widya Duta.
Sumardjo, Jakob. 1986. Ikhtisar Sejarah Teater Barat. Bandung: Angkasa.
Wiyana, I Dewa Putu. 1996. Dasar-Dasar Pragmatik. Yogyakarta: Andi.
_______. 2003. Kartini. Yogyakarta: Ombak.
No comments:
Post a Comment